Dunia Penyihir

Langkah Maju (Bagian 2)



Langkah Maju (Bagian 2)

0Di seberang lembah…     

Ular itu jatuh ke tanah, sementara pria berpakaian emas-putih itu mendarat perlahan di atas kepalanya.     

Sosok berpakaian emas-putih itu memiliki ekspresi wajah kosong. Ia mengenakan zirah emas dan putih yang kontras dengan sarung tangan hitam kulitnya. Pada bagian belakang sarung tangan hitam itu, terdapat ukiran-ukiran berbentuk parallelogram.     

Ular itu membuka matanya yang kosong di manyamnya.     

Seorang pria berpakaian hitam memanjat keluar dari mata ular itu dan langsung terjatuh ke tanah. Tubuh pria tersebut penuh luka.     

"Di mana kepingan-kepingan itu?" tanya pria tersebut.     

Sosok berjubah hitam itu tertawa. "Terlambat, sudah kuberikan pada Boneka. Kalau kau mau, ambil saja darinya."     

"Sang Boneka…" Ekspresi pria berzirah emas itu berubah serius. "Jadi, inikah yang kau rencanakan?"     

"Kita sudah saling kenal selama bertahun-tahun, tapi aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini. Untuk apa aku menyimpan kepingan-kepingan itu untukmu? Aku tahu bahwa aku tidak akan bisa menang melawanmu. Aku tidak bodoh."     

Pria berjubah hitam itu tertawa keji, sebelum menghilang ke dalam retakan langit.     

"Dasar bodoh." Pria itu berpaling, tidak melihat kepergian cahaya hitam tersebut. Ia segera pergi ke tempat kepingan selanjutnya. "Jika kau tidak membawa setidaknya satu kepingan, kau akan kehilangan segalanya. Menara Penyihir Kegelapan tidak akan membuang-buang sumber daya untuk menghapus ingatanmu."     

"Sang Boneka, ya…" gumam pria itu. Ekspresinya berubah serius.     

Ia berbelok mengikuti arah kepingan dan berlari semakin kencang.     

Setelah 30 menit, ia berhenti di lokasi yang ditunjukkan, tepat di dekat sungai.     

Setelah berbelok beberapa kali, ia akhirnya sampai di dekat sebuah tebing kecil.     

Saat menapakkan kaki ke atas tebing itu, ia terbelalak kaget. Ia melihat sosok berbaju cokelat sedang bertarung sendiri melawan empat orang penyihir lainnya.     

Api hitam yang mengandung kilatan petir, bersama dengan bara api dan gelombang energi transparan, terciprat dan menyebar ke mana-mana. Gelombang energi itu muncul dan menghilang sepanjang waktu. Keempat penyihir itu terus menyerang, seperti sedang bermain kejar-kejaran.     

Saat keempat penyihir itu mencoba mempersiapkan serangan kuat, pria berbaju cokelat itu mengganggu dan mengacaukan serangan mereka, sehingga mereka memutuskan untuk menyerang sendiri-sendiri. Taktik mereka memaksa pria berbaju cokelat itu untuk terus bertahan.     

Seluruh tebing dipenuhi oleh suara-suara, entah suara ledakan, kilat petir, angin dari raksasa angin, atau raungan-raungan raksasa elemen yang geram.     

Pria berzirah emas itu mengenal Boneka, yang sedang bertarung melawan empat penyihir dengan mudahnya.     

"Baiklah, waktu sudah habis." Boneka tersenyum misterius. Ia mengangkat tangan kanannya.     

Keempat penyihir berhenti bergerak. Mereka kini terlihat ketakutan dan tidak lagi mampu menggunakan sihir.     

Boneka melepaskan sebuah bola api hitam.     

Duar!     

Setelah terdengar suara ledakan, empat kilat hitam melesat ke atas langit.     

Boneka melambaikan tangan kanannya. Ia menarik kepingan keempat penyihir dan menyatukannya menjadi inti yang tidak lengkap.     

"Jangan bersembunyi. Keluar kau, Arthropoda!" Suaranya berubah serius, namun Boneka tidak sedang berbicara pada pria berzirah emas itu. Matanya menatap seberang gunung.     

Tiba-tiba, gelombang transparan muncul di atas gunung. Bayangan berbentuk manusia berjalan keluar. sebelum mengeras. Sosok itu memiliki kepala seperti serangga, dan tubuh seorang manusia.     

Kepala Arthropoda sangat mirip dengan kepala seekor ulat bulu, lengkap dengan sepasang tentakel hijau di kepalanya. Matanya bercahaya ungu dan bersegmen, seperti mata seekor lalat raksasa.     

"Bagaimana caramu mengetahui keberadaanku?" Tanya Arthropoda dengan bingung, suaranya berat dan serak.     

Boneka hanya tertawa. Boneka itu tidak menjawab, dan menatap Arthropoda.     

Mereka saling pandang, sehingga suasana menjadi semakin kaku dan dingin.     

"Arthropoda, buat apa kau menyerangku? Kau ini penyihir kuat, seranglah Albatros saja. Aku yakin bahwa dia punya lebih banyak kepingan dariku." Boneka memicingkan matanya.     

"Albatros? Tidak sekalian saja kau menyuruhku menyerang Pendekar?" jawab Arthropoda. Tadanya kecut. "Kalau aku mau mati, sekalian cepat saja, tidak perlu berlama-lama."     

"Kalau itu maumu, pergi sana." Boneka mengedikkan bahunya.     

Mereka terdiam, tidak saling menyerang. Mereka takut pada kekuatan lawan mereka, namun masih berusaha mencari momen yang tepat untuk memulai pertarungan.     

Tebing itu sangat sepi;hanya terdengar suara deru tiupan angin.     

Pria berzirah emas itu menghela nafas dan berjalan mundur. Ia yakin bahwa tidak akan bisa menang melawan kedua penyihir kuat itu.     

Saat mereka hendak bergerak, tiba-tiba, sebuah gelombang kuat bening muncul di langit.     

Gelombang itu memiliki ukuran sekitar 5 meter dan berputar-putar perlahan, seperti piring bening raksasa.     

Shing!     

Perlahan-lahan, sesosok wanita berbalut pakaian putih berjalan keluar dari piring tersebut.     

Wanita itu mengenakan zirah putih ketat, sehinhga memperlihatkan tubuhnya kurus, dengan enam tulang putih di punggungnya. Keenam tulang itu terlihat seperti sepasang tulang sayap burung tak berbulu.     

"Seorang penyihir kuat baru saja melompat masuk dari divisi lain!" Boneka berteriak. Suaranya terdengar berat. "Jika dilihat dari kemampuan itu, sepertinya dia punya lebih dari empat inti lengkap! Dia adalah penyihir terkuat divisi itu!" Ekspresi Boneka berubah serius.     

Saat menyadari bahwa situasi telah berubah, Arthropoda dan Boneka saling pandang, memutuskan untuk membunuh orang luar ini terlebih dahulu.     

Satu-satunya alasan penyihir kuat dari divisi lain memasuki divisi adalah untuk mengumpulkan lebih banyak inti.     

Mereka sadar bahwa jika mereka tidak bekerja sama, mereka tidak akan menang melawan penyihir tersebut.     

"Sekarang!" Puppet mengayunkan tangannya, melepaskan benang-benang putih pada wanita di udara itu.     

Arthropoda menginjak bumi, memunculkan bayangan seekor serangga hitam di atas tanah. Bayangan itu segera berdiri, berlari ke arah bayangan wanita di udara itu tanpa mengeluarkan suara maupun gelombang energi.     

Sepertinya, itu bukanlah kali pertama kedua penyihir bekerja sama.     

Wanita itu menatap mereka berdua sambil memicingkan matanya yang jernih.     

Wush!     

Seketika, seluruh benda di tempat itu berhenti bergerak.     

Benang-benang putih di udara, bayangan-bayangan hitam di tanah, tangan Boneka, mulut Arthropoda, dan kaki kanan pria berzirah emas itu…     

Bahkan, sungai berhenti mengalir, dan udara tidak lagi bergerak.     

Pegunungan, sungai, semua benda, semuanya berubah menjadi hitam dan putih.     

Bahkan, warna langit malam pun hilang.     

Wanita itu menjentikkan jarinya, melepaskan tiga cercah cahaya putih yang mendarat pada kepala ketiga penyihir.     

Shing! Shing!     

Dua cercah cahaya hitam bersinar di udara, dan keping inti kedua penyihir seketika pergi ke tangan wanita itu.     

Wanita itu mengambil semua kepingan, mengernyitkan alisnya, dan membiarkan warna kembali ke daerah tersebut.     

Di tempat awal Boneka, hanya tersisa setumpuk bubuk kayu, sementara ia sudah kabur jauh dengan menunggang seekor burung kayu.     

**     

Wajah Boneka menjadi pucat, sementara kecepatan burung yang ditungganginya semakin meningkat. Di bawah, terlihat penyihir-penyihir yang masih sibuk bertarung.     

Wanita itu terbang ke arahnya, semakin cepat, dan semua penyihir yang bertarung di bawah terkena serangan benang putih dan menghilang. Semua kepingan di bawah telah dikumpulkan oleh wanita itu.     

Wanita itu, membawa gelombang serangan kemanapun ia pergi seperti malaikat kematian.     

Boneka memuntahkan buih dari mulutnya. Walaupun ia menggunakan teknik spesial untuk kabur, teknik tersebut membuatnya terluka parah. Ia adalah penyihir kuat, namun ia tidak bisa mengaktifkan teknik tersebut dua kali secara bersamaan.     

Melihat situasi tersebut, para penyihir mulai kabur. Ada yang menunggang hewan sihir, ada yang menggunakan raksasa angin, ada juga yang mempercepat langkah mereka dengan bantuan partikel energi.     

Semua penyihir berusaha kabur secepat mungkin.     

Penyihir-penyihir yang lambat semuanya terkena serangan wanita itu.     

Cahaya-cahaya hitam terus bersinar di udara, wanita itu masih terus mengumpulkan kepingan-kepingan.     

"Mari kita pergi ke tempat Pendekar!" teriak salah satu dari mereka.     

"Sialan! Dari mana wanita ini?!" teriak seorang penyihir dengan tangan yang retak, seraya terbang secepat kilat di udara.     

"Aku setuju! Kita harus mencari Pendekar! Wanita ini dari divisi lain. Hanya Pendekar yang bisa membunuhnya sekarang!" Boneka ikut berteriak, menyadari kekuatan mentalnya hampir habis. Ia berhasil menghindari serangan pertama dengan teknik rahasianya, namun luka-lukanya memperlambat kecepatan pergerakannya.     

"Aku lebih memilih memberikan semua kepinganku pada Pendekar! Jika semua keping di divisi ini diambilnya, kedudukan kita dalam organisasi akan turun!" lanjut Boneka!     

Wanita itu berhenti bergerak. Hanya menatap para penyihir berlari.     

Akhirnya, ia mendarat di atas tebing.     

Wanita itu mengangkat tangannya dan menciptakan busur panjang beserta panah dari cahaya putih.     

Shing!     

Ia menarik busur tersebut kuat-kuat. Api putih muncul dan membara pada mata kanannya. Wanita itu menatap puncak-puncak gunung dan sungai-sungai, sebelum akhirnya melihat sebuah tanah kosong di atas tebing.     

Tiba-tiba, Angele membuka mata. Walau mereka berada sangat jauh, mereka saling memandang satu sama lain.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.