Dunia Penyihir

Kekuatan Signet Darah (Bagian 1)



Kekuatan Signet Darah (Bagian 1)

0Angele mengusap giginya dengan telunjuk kanan. Rasanya seperti menyentuh gergaji.     

'Sampai sekarang, aku tidak tahu bagaimana bentuk wujud asliku, sementara wujud asli adalah dasar utama teknik rahasia setiap pewaris di sini. Aku punya darah wanita kalajengking, raksasa bermata satu, dan elf pohon, dengan jiwa dari Bumi… Aku ingin tahu apa yang terjadi jika semua itu digabungkan…'     

Angele melambaikan tangannya, dan cermin itu menghilang. Ia menciptakan sebuah topeng hitam untuk menutupi wajahnya.     

Setelah itu, ia berbalik dan keluar dari ruang baca.      

Sepertinya, Orphie dan Freia baru saja bertengkar. Mereka duduk saling berjauhan dan tidak mau melihat satu sama lain.     

Ia menatap mereka berdua, kemudian berjalan mendekat.     

'Orphie, apakah di sini ada tempat yang penuh dengan makhluk-makhluk besar?" Setelah peningkatan kekuatan itu, ia ingin melihat kekuatannya. Ia ingin bertarung melawan makhluk-makhluk berbahaya dari Dunia Mimpi Buruk.     

Melihat Angele mendekat, Orphie segera berdiri. Namun, setelah mendengar pertanyaannya, wanita itu terdiam.     

"Tuan, aku tidak mengenal tempat ini, namun aku tahu bahwa ada makhluk bernama Setan Air di sekitar sungai-sungai Kota Awan Hitam. Makhluk itu cukup kuat. Anda bisa pergi melihatnya."     

"Kota Awan Hitam, ya?" Angele mengernyitkan alisnya. Ia tidak ingin pergi sejauh itu. "Tidak usah. Kalau begitu, akan kucari di sekitar rumah saja."     

Saat Angele berjalan keluar, Freia berjalan mendekat dan memeluknya. "Green, mengapa kau memakai topeng?" Gadis itu sudah berumur lebih dari 20 tahun, namun ia sudah terlalu lama tinggal di rumah, sehingga umurnya secara mental masih sangat muda.     

"Ada masalah pada wajahku. Aku tidak mau kau takut." Angele menjawab seraya membelai rambut Freia dengan lembut. "Nah, kalian berdua tinggallah di rumah. Aku akan segera kembali."     

Ia menenangkan Freia dan memberikan kamar pada Orphie, lalu ia pergi meninggalkan rumah.     

Di luar rumah, ia berjalan keluar dari pelindung dan melihat sekelilingnya.     

Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi ke jalan di antara hutan dan sungai.     

Jalan itu mengarah ke tanah lapang kosong yang sangat luas, dengan kabut tipis berwarna kelabu yang menghalangi pandangan.     

Ia berjalan perlahan menyusuri jalan itu dengan teliti dan melewati pohon-pohon willow dengan daun berwarna hijau tua. Cabang-cabang hijau pohon tersebut bergerak-gerak, menari mengikuti arah angin.     

Setelah berjalan selama beberapa saat, ia mendengar suara seperti suara getaran.     

Perlahan-lahan, ia berhenti dan melihat sekelilingnya. Semuanya tertutup kabut – semakin jauh dirinya dari rumah, semakin tebal pula kabut kelabu itu.     

Jarak pandangnya sangat terbatas. Ia nyaris tidak bisa melihat permukaan hijau Sungai Ness; hanya lumpur di kakinya yang tidak tertutup kabut.     

Drrt!     

Suara getaran itu semakin keras. Sepertinya, ada sekelompok lebah yang terbang mendekat.     

Angele menggumamkan sebuah mantra dan memunculkan mata-mata berapi di sekitar tubuhnya. Setelah beberapa saat, mata itu segera menghilang.     

Tanpa membuang waktu, ia melemparkan sebuah bola lahar ke arah suara itu.     

Perlahan-lahan, setelah terkena gelombang panas bola, kabut di sekitarnya mulai menghilang.     

Shing!     

Dengan teknik tadi, sebuah bola mata merah muncul pada bagian tengah bola lahar yang ia lemparkan.     

Sebuah layar merah, yang merupakan penunjuk apa yang dilihat oleh mata pada bola lahar tersebut, muncul di depannya.     

Sisi kiri dan kanan tertutup kabut putih, sementara lumpur di tanah terlihat seperti bergerak mundur. Melalui layar tersebut, terdengar suara deru angin kencang.     

Tiba-tiba, sebuah bayangan raksasa muncul pada layar tersebut.     

Kedua mata Angele terbelalak.     

Di dalam layar itu, terlihat seekor capung hitam raksasa.     

Capung itu sedang terbang di atas permukaan sungai, sepertinya sedang mencari makanan.     

Klak!     

Bagian mulut capung itu terbuka. Bola lahar Angele sudah mendekatinya.     

Shing!     

Duar!     

Tiba-tiba, capung itu menghilang, tepat saat bola laharnya meledak. Layar di depan matanya berubah menjadi bara api dan menghilang.     

Drrt!     

Suara getaran itu masih terdengar, bahkan menjadi semakin keras. Capung itu telah mendekat.     

Ekspresi Angele berubah. Ia segera menciptakan pedang perak panjang, dengan api merah membara pada bagian ujungnya.     

Saat pedang itu muncul, sebuah bayangan hitam muncul di depannya.     

Brak!     

Sesuatu menabrak dadanya, namun hancur setelah terkena pelindung hitam buatan Sihir Logam-nya.     

'Kekuatan makhluk ini mengerikan…' Angele berdiri mematung. Ia tetap tidak bergerak walau telah diserang. Dengan kekuatan 21 poin, ia dapat menangkis serangan tersebut dengan mudah.     

Setelah diserang makhluk itu, Angele menggenggam pedangnya dan mengayunkan pedang itu ke depan.     

Klang!     

Bayangan hitam itu terlempar jauh, hingga akhirnya berhenti setelah menabrak pohon.     

Pedang berapi di tangan Angele terlihat seperti bulan sabit yang bercahaya merah.     

Angele mengernyitkan alisnya dan membiarkan pedang itu kembali ke dalam tubuhnya. Sepertinya, logam tersebut tidak sesuai untuk kekuatannya yang sekarang.     

Ia berjalan maju melewati lautan kabut yang perlahan-lahan menghilang, hingga akhirnya tempat itu terlihat dengan jelas.     

Dua di antara 3 pohon besar di hutan telah hancur, sementara mayat capung itu masuk jauh ke dalam batang pohon ketiga di tengah. Mata kirinya hancur terbelah dua, mata kanannya retak, dan sayapnya hancur berkeping-keping. Namun, capung itu masih terus bergerak.     

'Capung ini cukup kuat…' pujinya dalam hati. 'Aku tidak menggunakan kekuatan penuh. Serangan berkekuatan 300 derajat saja sudah mampu menghancurkan kristal sulfur… Dan makhluk ini masih hidup walau terkena serangan langsung.     

Angele berjalan mendekati capung itu, mengangkat telunjuk kanannya, dan menunjuk ke arah dahinya.     

Shing!     

Sebilah jarum perak melesat cepat di udara.     

Seketika, lubang berdarah muncul pada bagian tengah kepala capung tersebut.     

'Periksa struktur gen makhluk ini, dan cari apakah ada darah kuno pada tubuhnya,' perintah Angele.     

Titik-titik merah bersinar di depan matanya.     

'Misi telah dibuat… Memeriksa…' Suara Zero bergema dalam telinganya.     

Alat peraga berbentuk capung muncul di depan matanya, berputar-putar, dan fokus pada lubang berdarah di dahi capung tersebut. Gambar daging putih yang sangat rinci terlihat di depan mata Angele.     

Dalam beberapa detik, muncul gambar sebuah sel berbentuk heksagon. Gambar itu juga sangat rinci.     

Shing!     

Alat peraga tersebut langsung menghilang.     

'Analisa selesai. Tidak ada darah kuno dan kekuatan spesial yang terdeteksi. Kekuatan capung berasal dari struktur tubuh yang unik.'     

'Struktur tubuh?' Entah mengapa, perkataan itu mengingatkannya pada prajurit tengkorak yang ia temui dalam makam beberapa waktu lalu. Selain itu, ada sedikit pengetahuan tentang penggunaan rune pada informasi mengenai teknik rahasia pewaris pertama yang ia dapatkan.     

'Mungkin harus kucoba nanti…' Angele terlihat senang.     

Ia meninggalkan mayat capung itu dan berjalan menyusuri sungai. Ia ingin melihat kekuatannya sebagai seorang penyihir tingkat 2. Dengan menggunakan percepatan energi angin, ia bisa bergerak jauh lebih cepat dibandingkan sebelumnya.     

Ia memutuskan untuk tidak menggunakan kekuatan darah kuno saat bertarung di hutan, agar ia mampu mengetahui bagaimana darah-darah tersebut mempengaruhi jumlah kekuatannya.     

Dua ekor capung muncul dari sisi kiri sungai. Kepakan sayap mereka sangatlah keras, sehingga Angele mampu mendengar suara dari sayap-sayap mereka.     

Capung di sebelah kiri berwarna hitam, sementara yang di sebelah kanan berwarna merah. Ukuran kedua capung itu lebih kecil ketimbang capung yang baru saja dibunuhnya.     

Tanpa memeriksa dan memastikan lokasi, Angele melemparkan dua bola lahar, kemudian mundur dan menepi. Ia menggerakkan tangan kanannya untuk mempersiapkan mantra, sementara tangan kirinya sibuk mengambil botol-botol dan tabung reaksi. Semua botol dan tabung itu dibanting ke tanah.     

Brak! Brak! Brak!     

Raksasa dari tanah, bersama dengan dua raksasa dari angin, muncul di samping sungai.     

Raksasa tanah itu berukuran lebih dari tiga meter. Makhluk itu menepuk dadanya beberapa kali sebelum membuka mulutnya.     

Dua raksasa dari angin bergerak-gerak di samping raksasa tanah tersebut. Mereka melepaskan benang-benang energi berwarna hijau muda. Dengan menggunakan benang-benang tersebut, kedua raksasa itu berusaha menjebak kedua capung – benang-benang mereka mudah hancur, namun mampu melambatkan kedua capung tersebut.     

Duar!     

Salah satu capung tidak mampu menghindari serangan raksasa tanah, sehingga ia terlempar masuk ke dalam sungai. Melihat kesempatan itu, capung kedua menyerang, sehingga raksasa tanah itu kehilangan sebongkah batu besar dari tubuhnya.     

Ekspresi Angele berubah. Raksasa batu-nya tidak terbuat dari lumpur, melainkan batu granit – batu yang membuat raksasa itu jauh lebih kuat dan keras ketimbang raksasa-raksasa batu biasa. Namun, di sisi lain, raksasa granit itu tidak bisa menyembuhkan diri seperti halnya raksasa batu biasa.     

Ia yakin bahwa jika ia menggunakan raksasa bumi biasa, raksasa itu akan hancur dalam satu kali serangan.     

Ia menggumamkan mantra dan menciptakan manik-manik api kecil di atas tangannya. Manik-manik itu berputar-putar, seperti gelang merah membara.     

"Ledakan Pyro!" teriaknya seraya melepaskan gelang batu rubi itu dari tangannya. Gelang itu melesat cepat dan menyerang capung yang tadinya terlempar ke dalam sungai.     

Duar!     

Sebuah lingkaran api besar meledak di udara.     

Angele menatap ketiga raksasa yang sibuk bertarung melawan capung merah, kemudian ia menggunakan sihir pengikat elemen angin tingkat 2.     

Benang-benang hijau muncul dari tangannya dan menyerang capung itu. Benang-benang yang ia lepaskan persis dengan benang dari kedua raksasa angin. Gabungan ketiga serangan itu akhirnya cukup untuk membuat gerakan capung merah tersebut melambat.     

Raksasa granit itu membungkuk dan meninju capung itu dengan tangan kanannya.     

Capung merah itu merunduk, menancapkan ekornya ke tanah, dan menyerang balik ke arah kepalan tangan raksasa tersebut.     

Brak!     

Terdengar suara keras dan menggelegar.     

Setelah terkena pukulan itu, sang raksasa granit mundur beberapa langkah. Sepertinya, capung itu lebih kuat darinya.     

Shing!     

Capung merah itu berputar-putar di udara, kemudian kembali melesat ke raksasa batu itu.     

Duar!     

Raksasa batu itu kehilangan keseimbangan, dan capung merah itu terus menyerang tanpa memberi raksasa tersebut kesempatan untuk menyeimbangkan diri.     

Angele, bersama dengan kedua raksasa angin, sangat kesulitan menangkap capung itu hanya dengan menggunakan benang-benang hijau.     

Walaupun ia dapat melihat pergerakan capung tersebut dengan mudah, ia ingin menggunakan kemampuan seorang penyihir tingkat 2 dalam pertarungan ini. Menurut simulasi Zero, seorang penyihir tingkat 2 tidak akan mampu menangkap capung itu dengan sihir, dan pergerakan capung itu tidak bisa dilihat atau dihilangkan dengan bantuan gelombang mental penyihir tingkat 2.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.