Dunia Penyihir

Prediksi (Bagian 2)



Prediksi (Bagian 2)

0"Benarkah? Kau juga?" Setelah melihat reaksi mereka, Angele pun terdiam.     

Ia benar-benar tidak tahu bagaimana kelompok Suman bisa bertahan di Dunia Penyihir. Mereka benar-benar naif dan terlalu percaya pada kebaikan seseorang.     

Namun, akhirnya ia mengerti mengapa Mincola memutuskan untuk tetap tinggal bersama Suman.     

Angele menatap gadis laba-laba yang gemetar ketakutan itu. Pembedahan makhluk hidup adalah hal biasa bagi para penyihir, namun semua anggota kelompok Suman memintanya untuk tidak melakukan hal tersebut.     

Kelompok Suman benar-benar berbeda, seakan-akan mereka bukanlah penduduk Dunia Penyihir.     

"Apa kalian kasihan pada manusia laba-laba ini?" tanyanya.     

"Apa kalian masih akan melindunginya jika dialah yang membunuh semua orang-orang itu? Jangan menilai seseorang dari penampilan luarnya saja."     

"Aku tidak melakukan itu hanya karena penampilan luarnya. Aku bisa merasakan bahwa gadis ini tidak akan menyakiti kita," jawab Sella dengan tenang.     

Tak! Tak!     

Saat menyadari bahwa kelompok itu tidak akan menyakitinya, gadis itu berjalan mendekat.     

Angele ingin mengambil darah gadis itu – darah segar makhluk hidup dan darah yang diekstrak dari tulang-belulang sangatlah berbeda. Namun, dalam situasi ini, ia tidak dapat melakukan hal tersebut.     

Akhirnya, ia memutuskan untuk menurunkan pisaunya. "Jika itu keputusan kalian, aku tidak akan melakukannya."     

"Mari kita lanjutkan perjalanan ini," kata Suman. Kejadian itu membuat mereka sadar bahwa Angele memiliki cara berpikir yang berbeda.     

Setelah melewati gadis laba-laba itu, mereka segera melanjutkan perjalanan.     

Gadis laba-laba itu berjalan mengikuti mereka, namun ia menjaga jarak dari kelompok tersebut.     

"Kenapa dia mengikuti kita?" tanya Messiah dengan bingung.     

"Mungkin dia ingin bergabung dengan kita," jawab Angele. "Ia tahu bahwa kita memutuskan untuk tidak menyakitinya. Mungkin selama ini dia sudah hidup sendirian dan memakan tikus-tikus atau serangga di sini. Saat mengetahui kita bisa berbicara dengannya, dia tidak mau ditinggalkan sendiri."     

"Apa lebih baik kita tanya saja?" Sella mengusulkan.     

Semua anggota kelompok setuju.     

Mincola bertanya pada gadis itu dengan menggunakan bahasa laba-laba. Sepertinya, gadis itu masih sangat takut pada Angele.     

Gadis laba-laba itu berjalan mendekati Sella.     

Mincola menanyakan pertanyaan Sella pada gadis itu.     

Gadis itu terdiam sesaat dan menatap semua anggota kelompok.     

"Di kelompok kita, siapa yang paling kau suka?" tanya Mincola.     

Gadis laba-laba itu menatap Angele.     

"Aku?" tanyanya dengan terkejut. Semua anggota kelompok itu pun ikut terkejut.     

Gadis itu mendekati Angele, namun ia masih menjaga jarak dengannya.     

"Apa kau bercanda?" Messiah mengira bahwa ia akan dipilih – ia benar-benar yakin dengan kekuatannya sendiri.     

"Orang itu telah mencoba membedahmu!"     

"Green adalah makhluk terkuat di sini, dan dia hanya mau bercumbu dengan makhluk terkuat dalam kelompok kita," tebak Mincola.     

"Kau ini hanya laba-laba. Menjauh dariku!"     

Brak!     

Becky menendang perut gadis itu, hingga ia nyaris menabrak dinding.     

Wanita itu tersenyum keji.     

Angele tersenyum tanpa rasa bersalah. "Maaf, sepertinya pasanganku cemburu padamu. Karena sangat menyukaiku, ia tak mengizinkanku bermain bersama gadis-gadis lain."     

"Apa kau gila?!" Becky mengirim pesan dengan partikel energi. "Kau mengendalikan tubuhku, dan aku tidak ada kaitannya dengan ini. Mengapa kau bilang aku mencintaimu?!"      

"Aku terpaksa melakukan ini," jawab Angele.     

"Baiklah, baiklah. Tenanglah, kalian berdua." Suman melerai. "Kita datang ke sini bukan untuk bermain-main. Sella, biarkan gadis itu mengikutimu. Mincola, tanyakan beberapa pertanyaan tentang lorong ini."     

"Baiklah."     

Setelah terkena tendangan itu, gadis laba-laba tersebut bersembunyi di belakang Sella. Sepertinya, dia sudah menyerah, dan sekarang ia mengusap wajah dan dadanya ke tubuh Sella.     

Mincola menanyakan beberapa pertanyaan, dan mereka kembali melanjutkan perjalanan.     

Lorong itu semakin basah.     

Lumpur berwarna kelabu dengan cairan aneh menggenang di atas tanah.     

Semakin dalam mereka berjalan, semakin berlumpur pula lantai lorong tersebut.     

"Ini dia." Suman teringat akan sesuatu, dan ekspresinya berubah serius. "Kalau tidak salah, ini adalah daerah berbahaya yang pertama."     

Angele cepat-cepat memeriksa permukaan dinding-dinding batu di sekitar mereka.     

Dinding-dinding itu berlumuran lumpur kuning.     

"Ah!" Tiba-tiba, Sella berteriak. "Ada yang memegang kakiku!"     

Angele melihat sepasang tangan wanita muncul dari dalam lumpur dan menggapai kaki para anggota kelompok.     

"Jangan bergerak!" Bella menarik pedangnya dan memotong semua tangan tersebut.     

Dalam satu tebasan, semua tangan itu hancur menjadi potongan-potongan kecil.     

Bella menurunkan kedua pedangnya perlahan. Seketika, tangan-tangan yang hancur tadi kembali berubah menjadi lumpur.     

Satu-satunya anggota kelompok yang terkena serangan itu adalah Sella. Kedua tangan tadi meninggalkan sebuah tanda telapak tangan di pergelangan kakinya, dan tanda itu semakin lama semakin gelap.     

Sella menggertakkan giginya dan mengambil sebuah tanaman putih. Ia menghancurkan tanaman itu, kemudian mengoleskannya pada luka tersebut.     

Asap hijau membumbung dari luka tersebut. Bekas tangan itu tampak semakin memudar, namun tidak menghilang.     

Shing! Shing!     

Gadis laba-laba itu mendekati Sella dan menekan luka tersebut. Gumpalan asap putih membumbung dari kedua pergelangan kakinya.     

"Bagus!" Sella tersenyum senang. "Terima kasih!"     

Angele berjongkok di depan Becky. Ia melihat tangan yang dihancurkan wanita itu kembali berubah menjadi lumpur.     

"Kau tidak apa-apa?" Mincola menatap Angele.     

"Tidak apa-apa. Sebenarnya, aku ingin mempelajari benda ini, dan aku mau menyimpannya dalam tabung reaksi. Sayangnya, aku gagal, dan tabungku hancur saat menyentuh lumpur itu."     

Angele segera berdiri, dan mereka kembali melanjutkan perjalanan seraya memeriksa lumpur di bawah mereka dengan waspada.     

Semakin jauh mereka pergi, semakin kuat pula serangan lumpur-lumpur tersebut. Setelah menghindari serangan-serangan itu, mereka melihat lorong terbagi menjadi dua.     

Suman mengambil sebuah peta hitam dan memeriksa rute. "Aku yakin bahwa tidak ada cabang di sini…"     

Ia terdiam sejenak, kemudian berbalik untuk memberitahu anggota lain. "Ada dua lorong di depan, dan aku tidak tahu lorong mana yang mengarah ke tujuan kita. Kuputuskan untuk masuk ke lorong sebelah kanan."     

"Kami ikut denganmu," jawab Sella. "Tapi, bagaimana dengan Green?"     

Angele menyadari bahwa semua anggota kelompok sedang menatapnya, sehingga ia semakin yakin bahwa mereka tidak menyukainya. Dulu, dia adalah ketua tim pembunuh bayaran. Semua anggota kelompok itu terlalu naif.     

"Kudengar pintu kota kuno dilindungi oleh kode. Aku tidak akan bisa membuka pintu tersebut."     

"Jangan khawatir. Bertahun-tahun sudah berlalu, jadi menurutku kode-kode itu sudah tidak berfungsi." Suman menjelaskan. "Ditambah lagi, hanya ada satu lorong yang benar di sini."     

Sebagai ketua kelompok, Suman memiliki pendapat yang sama dengan Angele. Namun, ia tidak bisa mempercayai Angele begitu saja. Melihat Angele berusaha membedah gadis laba-laba itu tanpa ampun membuatnya semakin tidak percaya. Ia bisa merasakan bahwa Angele adalah sosok yang kejam – ditambah lagi, gadis laba-laba itu mengatakan bahwa Angele adalah makhluk terkuat di sini.     

"Baiklah. Kalau begitu, aku akan melewati lorong yang lain. Sampai jumpa nanti." Angele menatap gadis laba-laba itu selama beberapa saat sebelum pergi.     

"Ayo, Becky."     

Becky mendengus dan berjalan mengikuti Angele ke lorong sebelah kiri. Akhirnya, mereka berdua menghilang dalam kegelapan.     

Saat Angele pergi, Suman tampak lebih santai.     

Ia mengangkat kedua tangannya dan meminta semua anggota lain untuk tidak berbicara seraya berjalan ke arah yang telah mereka tentukan. Setelah beberapa saat, Suman tiba-tiba berhenti berjalan dan berbalik.     

"Mincola, dia sudah pergi. Apa yang ingin kau katakan?" Suman menatap Mincola dengan ekspresi serius.     

"Ada masalah besar. Aku yakin bahwa gadis laba-laba ini takut pada Angele karena insting-nya, bukan karena sikap Angele padanya. Kudengar, para manusia laba-laba putih bisa melihat masa depan. Aku jadi ingin tahu apa yang dilihatnya."     

"Melihat masa depan?" Sella menarik gadis laba-laba itu. "Maksudmu, dia bisa meramal? Apakah ini adalah bagian dari kekuatannya?"     

"Benar, manusia laba-laba putih memiliki kemampuan spesial. Saat ini, Green dan kita memiliki tujuan yang sama, dan kurasa semuanya akan baik-baik saja. Tapi, aku tidak tahu kenapa gadis ini sangat takut pada Angele. Biar kutanyakan." Mincola menatap gadis itu dan bertanya dalam bahasa laba-laba.     

Gadis itu terdiam sesaat, sebelum akhirnya menjawab.     

"Langit dan bumi terkoyak…" Mincola menjelaskan. "Aku melihat banyak mayat, sangat banyak hingga tulang-tulang mereka membentuk pegunungan… Pria itu sangat kuat dan berbahaya!"     

Suman terkejut mendengar perkataan itu.     

"Benarkah? Inikah masa depan kita?" tanya Messiah.     

Mincola menggeleng. "Aku tidak tahu, tapi aku yakin bahwa Green telah berbohong jika gadis ini berkata jujur. Bagaimana menurutmu, Sella?"     

"Menurutku, gadis ini tidak berbohong." Sella menggeleng.     

Mincola mengernyitkan alisnya dan mencoba bertanya pada gadis itu lagi, namun gadis itu hanya menggeleng.     

"Ada apa, Mincola?" tanya Sella.     

"Aku ingin dia menggunakan kekuatannya untuk melihat masa depan Green, agar kita bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini. Aku ingin memastikan bahwa misi kita berjalan lancar. Aku tidak tahu apakah Green adalah musuh kita atau bukan."     

Sella terdiam sesaat dan membelai kepala gadis itu. "Kumohon, tolonglah kami."     

Gadis itu tersentuh setelah melihat kelembutan Sella. Ia menatap Sella dan mengangguk perlahan.     

Gadis itu menutup mata. Tubuhnya gemetar, dan tanda berbentuk laba-laba muncul di antara alisnya.     

Semua anggota tim menunggu hasilnya tanpa berkata-kata.     

Setelah beberapa menit, wajah gadis itu berubah pucat, dan darah mengucur dari mulutnya. Sepertinya, gadis itu benar-benar kesakitan.     

Duar!     

Kepala gadis itu meledak, sehingga darah dan dagingnya terciprat pada tubuh Sella.     

Semuanya terkejut. Mereka tidak menyangka bahwa itu akan terjadi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.