Dunia Penyihir

Anggota Elit (Bagian 1)



Anggota Elit (Bagian 1)

0"Apa itu?"     

"Naga-Gurita. Namanya sesuai dengan bentuknya, kan?" Justin menjawab pertanyaan Aria.     

Mereka berjalan mendekati ekor yang terpotong itu dan mengamatinya dengan seksama. Ekor sepanjang dua meter itu masih berkedut-kedut.     

Justin dan Monteria berjongkok dan mencoba memotong ekor itu menjadi beberapa bagian kecil. Aria, Miray, dan seorang penyihir wanita sedang berbincang-bincang di dekat ekor tersebut.     

Angele memeriksa bagian kiri ekor itu dan berjalan mendekati Becky, yang sedang berbaring di dekat api unggun.     

"Apa kau baik-baik saja?" Ia berjongkok dan menepuk wajah Becky.     

Wanita itu menoleh dan berpaling. Ia tidak ingin melihat wajah Angele.     

Angele mengedikkan bahunya. Ia berdiri dan memeriksa luka-luka Becky. Luka-lukanya sembuh dengan cepat, dan ia akan benar-benar sembuh dalam waktu sepuluh menit.     

Wush!     

Cahaya merah bersinar di lengan kanannya.     

Ia mengangkat tangannya dan memeriksa kelima tanda berbentuk kalajengking yang terukir pada lengannya. Dua dari kelima tanda itu bersinar merah.     

'Dua tanda sudah selesai.' Ia menurunkan tangannya.     

Kelima tanda kalajengking itu adalah penanda para wujud tersegel yang telah dibuatnya beberapa waktu lalu. Setiap tanda dapat menyerap 6000 jiwa dan akan bersinar saat ada tanda yang sudah penuh.     

Dua tanda telah bersinar, yang berarti bahwa ia telah mengumpulkan 12 ribu jiwa.     

'Jadi, perang itu benar-benar sengit.' Ia menekan tanda-tanda tersebut, dan cahaya merah itu langsung menghilang.     

Semua anggota kelompok duduk dan beristirahat. Setelah matahari terbit, mereka berjalan ke sisi kanan sulur tersebut.     

Sulur tersebut memiliki permukaan yang tidak rata dan retak-retak, persis seperti pilar batu yang retak.     

Miray, Aria, dan penyihir wanita itu melayang di udara dan melompat naik. Mereka menggunakan cabang-cabang sulur itu sebagai tangga.     

Justin dan Monteria memutuskan untuk terbang dengan menggunakan partikel energi.     

Angele dan Becky saling pandang. Becky menarik salah satu cabang, dan Angele segera mengikutinya.     

"Hati-hati, angin di tempat ini tidak wajar!" Justin mengingatkan.     

Angele menggapai salah satu cabang hijau dan bersiap untuk melompat. Namun, saat angin dingin melewati tubuhnya, ia merasa seperti ditusuk pisau-pisau tajam.     

Ia melihat bayangan-bayangan transparan berbentuk seperti manusia yang bercampur dengan deru angin tersebut. Bayangan-bayangan itu berputar-putar di sekitar Angele dan menciptakan angin dingin tersebut.     

"Cepatlah!" Ia berteriak dan segera memanjat dengan kecepatan penuh. Tubuhnya bersinar merah, sehingga suhu di sekitar tubuhnya meningkat.     

Sihir itu bernama Cahaya Bersuhu Tinggi, sihir tingkat 2 untuk menghangatkan bagian sekitar tubuhnya. Cahaya itu mengusir bayangan-bayangan tersebut, sehingga ia dapat mengejar para penyihir lainnya.     

Perlahan-lahan, mereka menghilang di balik gumpalan awan yang mengelilingi sulur tersebut.     

Beberapa menit kemudian…     

Api unggun sudah dimatikan, namun asap kelabu masih membumbung dari sisa-sisa kayu tersebut. Perlahan-lahan, asap itu menyatu di sisi samping api unggun dan berubah menjadi pria berjubah kelabu.     

Pria itu mendongak dan menatap sulur tersebut.     

"Mereka sedang memanjat sulur." Ia berbisik. "Mereka telah berpisah menjadi tiga kelompok dan mulai memanjat pada waktu yang berbeda. Kita bisa membunuh mereka satu per satu."     

"Tidak." Suara seorang wanita paruh baya bergema di udara. "Kita bisa menyerang mereka saat mereka sampai di puncak. Mereka punya lebih banyak penyihir daripada kita, sementara anggota yang paling berbahaya adalah Fiona, Anchura, dan Simon."     

Pria itu mengernyitkan alisnya."Jika saja monster-monster itu masih ada di sini, semuanya akan jadi lebih mudah."     

"Sudah terlambat. Apa ketua sudah punya rencana untuk kita?" tanya wanita itu.     

Pria berjubah kelabu itu mengambil sebuah batu giok berbentuk bulan sabit. Saat batu itu dilemparkan, batu itu meledak dan berubah menjadi layar cahaya di depan sosok tersebut.     

Dalam layar itu, terdapat seorang pria berkepala botak yang menatap si pria berjubah kelabu dengan ekspresi kosong.     

"Ada apa? Apa ada masalah? Aku sedang sibuk, jadi jangan berbasa-basi."     

"Aku mengerti." Pria itu menciptakan pelindung biru untuk meredam suara sebelum angkat bicara. "Duke, kita sudah memeriksa kekuatan musuh. Kita tidak cukup kuat untuk menyerang mereka. Apakah kita harus menggunakan benda itu?"     

"Kau hanya harus menyelesaikan misi ini. Pikirkan saja sendiri apa kau harus menggunakan benda itu. Kau punya hak untuk memutuskan." Pria botak itu menjawab dengan suara berat. Tiba-tiba, seorang wanita paruh baya berpakaian seragam militer hitam angkat bicara sebelum pria botak itu sempat menyelesaikan perkataannya.     

"Tunggu." Pria botak itu melambaikan tangannya.     

"Master, komandan Peleton Naga Kayu sudah siap. Anda hanya perlu memberi perintah."     

Pria botak itu menatap wanita itu dan bertanya. "Bagaimana keadaan para ksatria kegelapan?"     

"Mereka dalam masalah. Jika informasi yang kita dapatkan benar, para pengawal Penguasa Langit telah menghancurkan formasi," jawab wanita itu.     

Pria berkepala botak itu berpikir, sebelum akhirnya memberi perintah. "Perintahkan para anggota Peleton Hocus untuk membantu para ksatria kegelapan. Di mana Alice?"     

"Dia akan sampai di medan perang dalam waktu dua hari."     

Pria botak itu mengernyitkan alisnya. Sepertinya, ia sedang mencoba mencari sebuah rencana, namun ia menyadari bahwa sosok berjubah kelabu itu masih menunggu perintah.     

"Kelompok Elit Pertama bertugas untuk membunuh anggota elit dari aliansi sebanyak mungkin. Setidaknya, kau harus membunuh penyihir-penyihir terkuat mereka dan mengaktifkan Singgasana Darah dengan ritual darah, jadi anggota peleton utama tidak perlu khawatir."     

"Baik, Master." Sosok berjubah abu-abu itu mengangguk.     

"Bagus. Jangan mengecewakan kerajaan." Pria botak itu menghilang dari layar.     

Layar itu menghilang dan kembali menjadi batu giok, sebelum terbang kembali ke tangan sosok berjubah abu-abu itu.     

Ia meletakkan batu itu ke dalam kantongnya dan berbisik, "Kita bisa menyelesaikan misi ini dengan hak yang diberikan Duke. Jika perlu, kita bisa meminta pertolongan seorang anggota kuat, sehingga kita tidak perlu mengaktifkan benda itu."     

"Kau benar. Inilah tujuan utama Kelompok Elit Pertama. Aku jadi ingin tahu apakah Kelompok Elit Kedua dan Ketiga baik-baik saja. Jika semuanya berjalan lancar, kita akan memenangkan perang ini dengan mudah," kata seorang wanita paruh baya.     

Sosok berjubah abu-abu itu tersenyum. "Alice sudah hampir sampai di sini. Dia dan pelayannya akan mengakhiri perang ini. Kita akan menjajah seluruh negeri tengah!"     

"Benar." Wanita itu tertawa. "Aku akan bersiap-siap."     

"Baiklah. Aku akan membantumu." Sosok berjubah kelabu itu berbalik dan menghilang dalam gumpalan asap hijau.     

**     

Tiga hari kemudian…     

Cahaya emas matahari pagi menyinari permukaan sulur tersebut.     

Dari kejauhan, sulur itu terlihat seperti diikat oleh cabang. Terlihat celah-celah di antara cabang-cabang tersebut.     

Tiga titik-titik hitam kecil memanjati cabang-cabang tersebut. Sebenarnya, titik-titik itu adalah kumpulan manusia yang berusaha keras memanjat sulur tersebut.     

Titik ketiga adalah Angele dan Becky. Angele mengenakan jubah hitam, sementara Becky masih mengenakan baju zirah putihnya.     

Angele menggapai cabang hijau di atas kepalanya dan menghela nafas dalam. Saat mendongak, ia masih tidak bisa melihat puncak sulur tersebut.     

Saat ia menunduk, ia melihat lautan awan putih. Awan-awan itu berbentuk seperti bola-bola kapas yang saling tersambung.     

Titik-titik cahaya biru bersinar di depan mata Angele.     

"Kita sudah memanjat lebih dari 10 ribu meter…" Ia mengernyitkan alisnya.     

"Mari kita cari tempat untuk istirahat." Aria terdengar sangat kelelahan. "Aku harus menyiapkan lingkaran rune. Mereka sudah siap untuk berteleportasi kembali ke kita."     

"Baiklah." Justin mengangguk setuju.     

Angele pun setuju dengan keputusan tersebut.     

Mereka saling mendekat dan menemukan sebuah cabang besar di atas sulur tersebut. Cabang itu berbentuk seperti podium yang cukup untuk sepuluh orang.     

Aria dan para penyihir lain melompat ke arah cabang tersebut dan mendarat di atasnya. Mereka menyiapkan lingkaran rune untuk membantu melemahkan angin dingin di tempat itu.     

Angele dan Becky pun ikut melompat ke atas podium tersebut.     

Justin melepaskan tudung jubahnya dan menyingkirkan kepingan-kepingan es dari jubahnya. "Semakin tinggi kita memanjat, semakin kuat pula anginnya. Dan semakin rendah pula suhunya." Ia berkata seraya membersihkan jubahnya.     

"Yah, kita ada di dekat langit. Itu sudah biasa." Angele tertawa. "Masalahnya sekarang adalah roh-roh angin itu. Angin biasa dan suhu tidak terlalu membawa masalah dibandingkan mereka."     

"Roh Angin…" Mendengar perkataan Angele, ekspresi Justin berubah kecut. "Kau benar, mereka akan mencoba menghentikan kita. Jika kita mencoba menggunakan sihir atau memeriksa keadaan sekitar… mungkin mereka akan menarik kita turun dari sulur ini."     

"Roh-roh angin pertama yang kita temui sangat lemah, namun roh yang kita temui kemarin malam sangatlah kuat." Miray angkat bicara, sementara Aria dan si penyihir wanita sibuk mengukir rune.     

"Semakin kuat roh-roh angin yang ada, semakin rendah pula suhunya…"     

"Yah, selain itu, wujud mereka berubah. Awalnya, mereka terlihat seperti anak kecil, namun kemarin mereka terlihat seperti pria-pria kekar…" Aria terdengar sangat kecewa.     

"Sialan! Lagi-lagi…" Ekspresi Miray berubah serius, dan ia segera melepaskan benang-benang putih ke arah cabang di sekitar. Dengan benang-benang itu, tubuhnya kembali stabil.     

Angele tidak sempat memeriksa keadaan para penyihir lain. Ia menggapai sebuah cabang berukuran sebesar lengan dengan salah satu tangan dan menarik tangan Becky dengan tangan lainnya. Saat ia berdiri di dekat deru angin itu, terdengar suara tawa dan teriakan-teriakan.     

Sekelompok pria kekar bertubuh transparan menerjang mereka. Mereka terbang dengan kecepatan penuh seraya tertawa-tawa dan berteriak-teriak.     

Brak!     

Salah satu roh angin melewati Angele dan menerjang sisi kiri tubuhnya.     

Brak! Brak! Brak!     

Roh-roh angin itu terus menyerang Angele dan Becky.     

Roh-roh angin itu terlalu lemah untuk melukai seorang penyihir, namun Angele dapat merasakan dingin yang mencoba menusuk tubuhnya.     

Satu kelompok roh angin lainnya muncul dan melesat ke arah para penyihir dengan begitu cepat. Namun, tidak seperti yang lainnya, kelompok roh angin ini memiliki tubuh yang nyaris padat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.