Dunia Penyihir

Tanpa Judul (Bagian 2)



Tanpa Judul (Bagian 2)

0"Hei, Andre! Kau akan pergi ke mana?" Seorang pengawal menghentikan Angele dan Fra saat mereka berjalan menuju pintu keluar. "Hari sudah larut malam, kembali dan tidurlah!" Ia mengayunkan tangannya dan menyuruh Angele dan Fra untuk kembali.     

"Wed, kau juga bergabung dalam tim patroli?" Angele tersenyum. "Ini adalah saudaraku. Dia datang dari jauh untuk berkunjung, dan sekarang aku ingin mengantarnya kembali. Seperti yang kau tahu, para master dan ksatria dari gereja ada di kota ini. Aku tidak percaya bahwa ada penyihir di kotaku… Aku memutuskan untuk mencari tempat tinggal yang lebih aman untuk sementara."     

"Iya, pilihan yang bijak. Jika aku punya pilihan, aku pun juga akan pergi bersama dengan keluargaku…" Wed mengangguk dan mengusap hidungnya.     

"Nanti, kau akan diperiksa di jembatan. Kami ingin memastikan bahwa tak ada penyihir yang kabur. Baiklah, kau boleh pergi. Berhati-hatilah, hari sudah larut malam."     

"Baiklah. Terima kasih." Cahaya merah berkilat di depan mata Angele selama beberapa saat. Ia sedang menggunakan kemampuan ilusi-nya.     

Fra tidak mengatakan apa-apa. Mereka mulai berjalan ke arah jembatan lagi.     

Saat sampai di jembatan, ia melihat alat pemeriksaan yang dikatakan oleh Wed tadi – sebuah cangkir perak berisi air bersih.     

Cahaya merah muncul pada permukaan air tersebut, namun Angele telah mengaktifkan kekuatan ilusi-nya, sehingga tidak ada yang melihat perubahan warna tersebut, termasuk Fra. Para pengawal tidak mengatakan apa-apa, dan mereka diperbolehkan untuk lewat.     

Setelah menyeberangi jembatan, Angele menggenggam tangan Fra dan mengirimkan pesan pada Vivian dengan menggunakan rune komunikasi.     

"Aku akan pergi."     

"Berhati-hatilah. Seharusnya kau pergi seratus tahun lalu." Suara Vivian bergema dalam telinga Angele.     

"Ibu—"     

"Jangan." Vivian memotong perkataan Angele sebelum Angele sempat mengatakan sesuatu. "Masa depanmu masih panjang, dan aku tidak punya cukup partikel energi untuk membuat wujudku tetap muda. Aku tidak ingin kau melihatku menua."     

Angele terdiam, kemudian ia mengirimkan pesan terakhir.     

"Aku akan kembali untukmu."     

Selama bertahun-tahun, ia telah mengumpulkan banyak kebutuhan sehari-hari untuk Vivian, termasuk sebuah rumput spesial yang mampu menangkis satu serangan mematikan. Rumput itu adalah pemberian Vivian untuknya, namun ia sudah tidak membutuhkan rumput itu lagi.     

Kehidupan Vivian akan berakhir – itulah mengapa ia memutuskan untuk tetap tinggal di kota. Tetua Pertama dan Tetua Kedua pun berada di situasi yang sama, dan mereka ingin mati di tempat yang damai.     

"Mari kita pergi." Angele dan Fra berbalik dan berjalan menyusuri satu-satunya jalan yang menghubungkan kota dengan dunia luar.     

Ia menyadari bahwa Vivian akan merasa lebih baik jika Angele tidak melihatnya menua. Lagi pula, Vivian tidak ingin menjadi beban bagi Angele.     

Fra memandang kota itu untuk terakhir kalinya, sebelum berjalan maju dan menarik koper yang dibawanya.     

**     

Di sebuah rumah kecil dengan taman yang indah di depannya…     

Vivian mengemas semua barang-barang dan pakaiannya. Ia berdiri di depan pintu masuk taman. Selama ini, ia menghabiskan banyak tenaga untuk merawat taman tersebut.     

"Green menghabiskan begitu banyak waktu demi diriku… Sebaiknya aku pergi dan memenuhi keinginan terakhirku…" gumamnya.     

Pria berwajah tampan dengan rambut panjang yang dicintainya semenjak dulu tidak pernah meninggalkan hatinya.     

"Guru, aku akan menemukanmu…"     

Ia mengambil kopernya, membuka gerbang, dan menghilang dalam gelapnya malam.     

**     

Tujuh hari kemudian…     

Dedaunan berwarna merah di atas pohon membentuk sebuah karpet merah yang terlihat sangat indah dari langit.     

Di bawah cahaya matahari yang terik, terdapat sebuah karavan yang berjalan perlahan menyusuri jalan sempit dalam hutan tersebut. Karavan itu terlihat seperti seekor ulat bulu yang panjang.     

Roda-roda kereta kuda berputar di atas tanah, diiringi dengan suara ringkikan kuda. Terkadang, para kusir mencambuk kuda-kuda tersebut.     

Terdapat dua orang asing yang sedang berbaring di dalam kereta terakhir. Mereka mengenakan pakaian yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan seragam para pedagang tersebut. Mereka adalah Angele dan Fra. Mereka telah membayar untuk menumpang karavan tersebut dan membawa dua koper berwarna cokelat.     

Karavan tersebut bergerak perlahan. Setelah melaju selama beberapa lama, sebuah danau yang luas muncul di sisi samping kanan mereka. Cahaya matahari yang terpantul pada permukaan danau membuat perairan tersebut bersinar keemasan.     

Angin yang bertiup terasa hangat dan nyaman. Saat Angele menarik nafas dalam, ia dapat mencium bau seperti kue yang baru saja keluar dari panggangan.     

"Fra, berapa koin perak yang kita punya?" tanya Angele.     

"Kita punya 32 koin perak dan 4 koin perunggu," jawab Fra sembari berbaring di lantai kereta. "Kita menghabiskan sebagian besar uang kita untuk menumpang kereta ini. Jika kita tidak punya sumber pendapatan, kita akan kelaparan selama lebih dari 3 bulan. Perjalanan kita masih panjang." Sepertinya, gadis itu masih berusaha menyembuhkan diri dari kematian orang tuanya, namun ia merasa lebih baik. Sekarang, Fra bertingkah seperti pelayan Angele.     

"Jangan khawatir…" Angele tersenyum. Cincin safir di kantongnya sedikit bergetar.     

Ia mengetahui bahwa cincin itu dapat mengirimkan sinyal pada gereja. Itulah yang ia butuhkan. Ia ingin menarik orang-orang dari gereja dari kota tersebut. Namun, sepertinya gelombang sinyal itu tidak stabil. Cincin itu hanya melepaskan beberapa sinyal setiap siang hari.     

"Waktunya sudah hampir tiba." Angele mengambil cincin itu dan melemparkannya ke luar jendela tanpa sepengetahuan Fra.     

Cincin safir itu membentuk sebuah garis di langit dan jatuh ke dalam danau.     

"Apakah kau melemparkan sesuatu ke luar?" Gadis itu memandang danau dengan raut wajah penuh kebingungan.     

"Bukan apa-apa." Angele menggeleng. "Apa yang kau rencanakan belakangan ini? Kau selalu pergi ke hutan setelah makan. Apa kau tidak takut serigala?"     

Setelah mendengar pertanyaan tersebut, ekspresi Fra berubah kecut. "Tidak, tidak ada apa-apa… Aku hanya ingin sendiri." Gadis itu mengingat hari di mana ia menemukan rahasia di buku merah tersebut. Fra menemukan sebuah lubang tersembunyi pada sampul buku tersebut. Terdapat sebuah kertas tua pada lubang tersebut.     

Setelah membaca informasi yang tertulis pada kertas tersebut, Fra menyadari bahwa ia berada dalam situasi seperti yang dialami para ksatria dalam buku.     

Sebuah teknik berlatih spesial yang tak pernah ia lihat sebelumnya tertulis di kertas kuno itu. Nama teknik spesial tersebut adalah 'Panglima Cinta dan Kedamaian.'     

Pfft!     

Mendengar jawaban tersebut, Angele tiba-tiba memuntahkan air dalam mulutnya. Ia mengingat bahwa saat ia menulis buku itu, ia memberikan nama aneh pada teknik rahasia di dalamnya hanya sebagai candaan.     

Angele segera menurunkan botolnya.     

"Maaf, melihat wajahmu yang ketakutan itu membuatku ingin tertawa." Angele meminta maaf.     

"Mengapa kau menganggapnya lucu?" Fra memandang Angele dan berhenti berbicara dengannya.     

Angele pun berhenti bercanda dengan Fra. Besok, bulan purnama akan dimulai, dan ia harus menemukan kesempatan untuk mengaktifkan pelacak lokasi dimensi. Jika ia bisa membuka portal untuk menyelesaikan pertukaran, batangan-batangan besi dalam cermin akan bisa ditukar dengan pelindung yang ia butuhkan. Selain itu, ia sudah menemukan rahasia lukisan tersebut, namun ia masih tidak tahu cara memasuki portal yang ada di dalamnya.     

Kedua hal tersebut telah mengusik pikirannya akhir-akhir ini.     

Sosok-sosok berjubah hitam dari gereja itu jauh lebih kuat dari perkiraannya, hingga ia terpaksa harus merelakan rumahnya. Karena rumahnya sudah terbakar habis, ia tidak lagi bisa memanggil makhluk-makhluk dunia lain dengan menggunakan lingkaran dan dinding rune yang ia bangun di ruang bawah tanah. Sekarang, ia hanya bisa mencoba menghubungi ras ular bertangan enam dengan menggunakan pelacak lokasi dimensi tersebut.     

Angele menghela nafas dan memasukkan tangannya ke dalam kantongnya. Ia menekan kalung gigi perak dalam kantong tersebut, yang merupakan pelacak lokasi dimensi.     

"Mari kita mulai sekarang."     

Biip!     

'Misi komunikasi telah dimulai…'      

'Menghitung koordinat…'     

'Jarak maksimum telah ditembus… Mencoba menghubungkan…'     

Angele menutup matanya, dan lubang hitam yang berputar cepat muncul pada penglihatannya. Pusaran hitam itu terbuat dari air, namun airnya terlalu berlumpur, sehingga Angele tidak bisa melihat apa yang ada di dalamnya.     

Tiba-tiba, lubang hitam itu berubah setelah beberapa saat.     

Wush!     

Air dalam pusaran itu mulai mendidih dan mencipratkan air ke sekitar.     

Tap!     

Sebuah buku besar dengan sampul berwarna kelabu muncul di tengah pusaran.     

Buku itu mengapung di atas pusaran dan perlahan terbuka dengan sendirinya.     

Seorang pendekar pedang berbaju zirah merah muncul di sisi kiri halaman. Pendekar itu membawa sebuah pedang berbilah lebar dan perisai dengan kedua tangannya. Rune merah bercahaya pada bagian tengah perisai tersebut.     

Seekor burung aneh berwarna biru muncul di sisi kanan halaman. Burung itu dikelilingi oleh gelombang-gelombang es biru dan memiliki suara aneh.     

Kedua gambar itu berdiri diam di dalam halaman buku, namun terkadang gambar itu bergerak-gerak.     

'Apa ini?' gumam Angele. Ia tidak mengerti apa yang ia dapatkan dari pelacak lokasi dimensi.     

Ia mencoba berkomunikasi dengan dua makhluk itu dengan menggunakan gelombang mental.     

Gelombang mentalnya tidak menemukan satu pun wujud fisik, namun ia menerima pesan aneh di dalam otaknya.     

"Buku Dunia."     

Itulah satu-satunya pesan yang ia dapatkan.     

Setelah mendengar nama itu, Angele memahami apa yang baru saja ia panggil.     

Buku Dunia berisi banyak informasi. Buku ini berasal dari sebuah dunia yang penuh dengan buku dan pengetahuan. Dengan membayar saja, ia akan mendapatkan informasi dan pengetahuan apa pun yang ia inginkan.     

Namun, jumlah yang harus ia bayarkan akan ditentukan oleh buku tersebut.     

"Apa yang ingin kau ketahui? Aku adalah buku yang bisa memanggil Pendekar Api dan Burung Es." Buku itu mengirim pesan kepada Angele dengan menggunakan gelombang mental.     

Angele terdiam. Ia tidak menyangka akan berkomunikasi dengan buku dari dunia yang penuh dengan buku.     

"Aku ingin tahu cara mendirikan hubungan permanen dengan dunia buku."     

"Kau sangat kuat, namun kau tidak akan bisa membayar harga pengetahuan itu. Selain itu, aku tidak berhak melakukannya." Buku itu menolak. "Apakah kau memiliki pertanyaan lain?"     

"Apa kau tahu bahwa aku dilemahkan oleh kekuatan dunia?" Angele bertanya dengan suara berat."     

"Iya, kau berada satu tingkat di bawah peringkat selanjutnya. Selain itu, kau membawa pintu masuk sebuah labirin."     

"Bagaimana aku bisa mencapai tingkat selanjutnya?"     

"Aku tidak bisa menjawabnya, karena aku tidak punya cukup informasi. Kau bisa mencoba masuk ke Dunia yang Hilang. Di sana, ada Sumur Abadi yang mungkin bisa menjawab pertanyaan itu. Namun, jangan mendekatinya jika kau tidak bisa menari." Buku itu tertutup, begitu pula dengan pendekar dan burung aneh tersebut.     

Perlahan, buku itu tenggelam masuk ke dalam pusaran dan menghilang.     

Tiba-tiba, Angele merasa pusing.     

'Peringatan! Peringatan! 75,3% kekuatan mental anda telah terpakai! Alasan: tak diketahui. Mohon segera periksa kondisi tubuh Anda.' Suara Zero bergema dalam telinganya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.