Dunia Penyihir

Percaya Diri (Bagian 1)



Percaya Diri (Bagian 1)

0Kerajaan Saladin, Kota Karen.     

Di tengah sebuah hutan yang gelap, terdapat sebuah kota berwarna putih yang berdiri megah. Orang-orang dan kereta-kereta kuda berlalu lalang di jalan dan terlihat seperti semut dari atas langit. Beberapa ekor tunggangan terbang raksasa pergi meninggalkan lapangan parkir. Semua tunggangan tersebut memiliki kapal-kapal kayu berwarna putih yang terpasang di belakangnya.     

Shing!     

Sinar cahaya merah muncul di langit dan melayang di atas kota. Sesosok pria berjubah ungu terlihat jelas dalam bola cahaya tersebut.     

Angele memandang kota itu. Makhluk-makhluk tunggangan yang terbang dari tempat itu menarik perhatiannya.     

Makhluk-makhluk itu menarik kapal-kapal terbang yang besar, seperti kuda yang sedang menarik kereta. Kereta terdekat berada sekitar 100 meter darinya, dan ia dapat melihat beberapa penumpang berpakaian mewah. Para penumpang kereta memandang Angele dengan terkejut.     

Angele menoleh ke arah kereta itu, dan semua penumpang berteriak-teriak.     

"Tidak ada pergerakan energi… Kapal itu hanya ditarik oleh makhluk-makhluk tunggangan tersebut. Tidak buruk."     

Shing! Shing!     

Dua cahaya hijau meninggalkan Kota Karen dan terbang mendekati Angele.     

Kedua cahaya itu berhenti beberapa meter di depannya. Mereka adalah seorang pria dan seorang wanita.     

"Maafkan kami, kami tidak mengetahui bahwa Anda akan datang, Master." Pria itu angkat bicara. "Namaku Ning. Aku adalah penyihir yang bertanggung jawab menjaga kota ini. Bolehkah aku bertanya siapa nama Anda?"     

Angele memandang pria itu.     

Pria itu memiliki rambut merah yang berantakan dan mengenakan zirah berwarna emas. Ia membawa sebotol wine dan tampak sedikit mabuk.. Walaupun penampilan pria itu terlihat seperti seorang pemabuk, ekspresi wajahnya terlihat serius.     

Angele tidak menjawabnya. Ia hanya memandang wanita di samping pria itu.     

Wanita itu memiliki tubuh yang langsing, rambut berwarna hijau, dan telinga yang tajam. Wanita itu mengenakan zirah kulit yang ketat. Ia terlihat seperti seorang pemburu di dalam hutan.     

Setelah menyadari bahwa Angele sedang menatapnya, wanita itu angkat bicara.     

"Namaku Terran, penyihir dari Aliansi Elf Laut. Anda adalah penyihir yang baru saja kembali ke Aliansi Andes, kan?"     

Wanita itu mengernyitkan alisnya dan memeriksa medan cahaya merah di sekitar tubuh Angele. Setelah menyadari tingginya suhu cahaya itu, ekspresi wanita tersebut langsung berubah.     

Angele tersenyum.     

"Kau benar. Akulah penyihir yang baru saja kembali ke Aliansi Andes. Aku lahir di Kerajaan Rudin, dan aku datang kemari untuk mendiskusikan masalah teritori keluargaku dengan kalian."     

"Teritori keluarga?" Kedua penyihir itu merasakan bahwa ada yang tidak beres dengan hal ini.     

Angele melanjutkan penjelasannya. "Aku berasal dari Keluarga Rio, dan aku ingin memulai negara baru di kampung halamanku. Aku datang kemari untuk mengambil kembali teritori-ku, karena teritori Kerajaan Rudin dikendalikan oleh Saladin."     

"Aku mengerti keinginan Anda. Teritori itu sangat luas, jadi Anda harus membayar kita." Wanita elf itu mengernyitkan alisnya.     

"Tidak, aku tidak datang kemari untuk bertukar. Aku hanya datang kemari untuk memberitahu rencanaku padamu. Aku akan mengambil teritori-ku kembali, dan rencanaku tak akan berubah." Senyuman Angele menghilang dari wajahnya.     

Kedua penyihir itu terkejut – akhirnya, mereka menyadari apa keinginan Angele. Mereka memandang Angele seperti memandang orang bodoh.     

"Master… Apa kau baik-baik saja?" Si penyihir pria menunjuk kepalanya sendiri dan menghina.     

Pria itu mengambil sebilah pisau emas yang dikelilingi oleh tiga bola cahaya merah.     

Tidak ingin menghabiskan waktu, Angele mengarahkan telunjuknya ke dua penyihir tersebut dan melepaskan dua cahaya merah.     

Dua cahaya itu berubah menjadi dua kepala singa berwarna merah di udara, dan suhu kedua cahaya itu meningkat dengan amat cepat.     

Cahaya merah pertama menembus pertahanan sang penyihir pria dengan mudah dan menghancurkan bayangan merah yang dilepaskan penyihir tersebut.     

Shing!     

Kepala singa itu mendarat di atas tubuh Ning.     

Duar!     

Kepala itu meledak, dan pertarungan berakhir dalam hitungan detik. Ning berubah menjadi sebuah bola api, dan tubuhnya terbakar hingga menjadi abu.     

Kepala singa kedua ditangkis dengan tali emas milik si penyihir wanita, sehingga kepala singa itu tidak bisa bergerak maju.     

Tali emas itu menghitam dalam sekejap. Sepertinya, tali itu bisa hancur kapan saja.     

Wanita itu terkejut setelah melihat Ning mati dalam hitungan detik. Ia berbalik dan mulai terbang ke arah Laut Permata. Wanita itu berguling di udara dan berubah menjadi seekor ular biru yang bersayap.     

Wanita itu terbang beberapa ratus meter di udara dalam hitungan detik, namun Angele mengarahkan telunjuknya ke arah wanita itu dan melepaskan sinar cahaya merah, sehingga pergerakan wanita itu melambat. Akhirnya, cahaya merah itu mengikat wanita itu tanpa menyakitinya.     

"Penyihir tingkat 1? Kau sombong sekali." Angele nyaris tidak melakukan apa-apa dalam pertarungan itu. Ia terbang mendekati wanita elf itu dengan cepat.     

"Apa yang kau inginkan?!" teriak wanita itu. "Apa kau tahu siapa guruku? Guruku adalah penyihir bangsa duyung yang dikenal dengan julukan Rembulan Biru. Jika dia tahu apa yang kau lakukan, dia akan…"     

"Kau pikir aku peduli?" Angele menggeleng. "Kau hanya berhasil bertahan dari seranganku karena tali emas yang aneh itu."     

Angele melihat tali itu. Tali emas itu masih menangkis kepala singa merah yang dilepaskannya.     

Ia mengangkat tangannya, dan kepala singa merah itu kembali ke tubuhnya. Tali emas itu nyaris terbakar hangus, dan Angele menggerakkan tali itu ke arahnya dengan menggunakan partikel energi.     

"Apa ini?"     

Penyihir wanita itu awalnya tidak ingin menjawab, namun akhirnya ia menjawab karena cahaya merah di sekitar tubuhnya menjadi semakin terang. "Cahaya mata! Itu adalah Cahaya mata dari Gran, binatang buas laut yang legendaris!"     

"Cahaya mata?" Angele pun tertarik.     

"Iya… Gran adalah binatang buas legendaris dari cerita legenda para duyung. Menurut legenda, Gran memiliki dua mata spesial yang dapat melepaskan gelombang energi. Dalam pertarungan, Gran akan menatap musuhnya, dan musuhnya akan diserang gelombang-gelombang aneh. Ada orang yang mengumpulkan gelombang-gelombang itu dan mengubahnya menjadi alat sihir. Milikku ini dibuat oleh guruku. Ini hanyalah benda sihir…" Penyihir itu terdiam selama beberapa saat, sebelum akhirnya melanjutkan "Tali ini berguna untuk mengikat musuh. Talis emas inu hanyalah alat sihir yang relatif lemah…"     

Angele memainkan tali itu dengan jari-jemarinya.     

"Binatang buas laut yang legendaris, ya…"     

Semua orang di Kota Karen menyaksikan pertarungan itu. Mereka melihat bahwa salah satu penyihir mereka mati, dan yang satu lagi tertangkap. Semua orang di kota ini mulai panik.     

Kelompok-kelompok penjaga kota bergerak keluar dari kota dan membentuk sebuah formasi. Mereka mengangkat perisai-perisai perak, sementara para pemanah mengarahkan panah mereka ke arah Angele. Angele bisa mendengar suara dari benang busur mereka.     

Raja Saladin mengenakan baju zirah emas dan segera meninggalkan istana, dilindungi oleh banyak Ksatria Agung. Sang raja memandang langit, melambaikan tangannya, dan menenangkan para prajurit. Ia menanyakan situasi kepada para jenderal dan berusaha membuat rencana.     

Angele menunduk dan melihat lautan perisai perak. Namun, ia tak memedulikannya. Ia mengangkat tangan kanannya dan menunjuk ke arah perisai-perisai tersebut.     

Duar!     

Sebuah telapak tangan raksasa terbentuk oleh cahaya merah yang ia lepaskan. Telapak tangan itu memiliki suhu yang sangat tinggi, dan seketika, tangan itu mendarat di antara lautan perisai tersebut.     

Tangan itu memukul semua perisai itu seperti memukul tahu. Perisai-perisai beserta para prajurit di bawahnya hancur hingga menjadi campuran logam dan daging.     

Semua bangunan yang disentuh oleh telapak tangan itu hancur berantakan. Debu beterbangan di udara, dan para prajurit berteriak-teriak ketakutan.     

Penduduk Kota Karen berusaha keras untuk pergi melalui gerbang. Lara bangsawan dan pekerja berlarian ke sana kemari dengan paniknya. Banyak orang yang terbunuh dalam kekacauan itu. Kota yang indah itu nyaris berubah menjadi seperti neraka.     

Penyihir wanita itu benar-benar ketakutan. Satu serangan Angele saja cukup untuk membunuh dua ksatria dan ribuan prajurit elit dengan mudah. Wanita itu tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, dan ia nyaris tidak bisa berpikir saat itu.     

Sang raja dan para jenderal pun terkejut, namun sang raja tetap menarik pedangnya dan berusaha menenangkan prajurit-prajuritnya. Raja itu memandang bayangan ungu di langit. Ia tidak mengerti mengapa pria itu menyerang mereka tanpa sebab.     

Kota Karen adalah pusat Kerajaan Saladin, dan ada banyak sekali penyihir duyung di tempat itu.     

Para prajurit merasa ketakutan sekaligus kebingungan.     

Shing!     

Akhirnya, satu anak panah terbang ke arah Angele, seakan-akan mengirim sinyal untuk para pemanah lainnya. Ribuan panah logam berwarna gelap ditembakkan dengan menggunakan busur silang para pemanah. Semuanya menerjang penyerang misterius di langit itu.     

Lautan panah tersebut nyaris saja menghalangi sinar matahari.     

Panah-panah tersebut mendarat di atas bayangan-bayangan ungu di langit dengan mudah dan menciptakan suara yang keras saat semua panah itu saling bertabrakan.     

Namun, tidak ada satu pun anak panah yang terjatuh. Semua panah itu berkumpul dan berubah menjadi bola panah raksasa.     

Dalam hitungan detik, panah-panah itu memanas dan berubah menjadi merah. Asap putih membumbung dari permukaan bola panah tersebut     

Kini, panah-panah itu menjadi semakin merah. Panah-panah itu meleleh dan meneteskan cairan perak ke atas tanah. Akhirnya, bola itu retak dan memperlihatkan pria yang berdiri di tengahnya.     

Angele berdiri di tengah bola itu dan melambaikan tangan kanannya.     

Cairan logam terciprat dari bola itu dan menghujani kota tersebut.     

Setelah melihat kejadian itu, para penduduk kota berteriak-teriak dengan ketakutan dan berusaha pergi. Namun, gerbang kota sangatlah kecil, hingga orang-orang tidak bisa melewatinya.     

Duar! Duar! Duar! Duar!     

Cairan-cairan logam itu mendarat di sudut-sudut kota, dan suhu kota itu memanas hingga mencapai suhu yang amat tinggi. Bersamaan dengan cairan itu, beberapa bola logam mendarat di kota, sehingga membunuh banyak orang dan menghancurkan banyak bangunan.     

Seluruh kota itu menjadi merah karena api.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.