Dunia Penyihir

Ular Laut (Bagian 2)



Ular Laut (Bagian 2)

0Ular laut bernama Stan itu naik ke atas pulau dan membuka mulutnya. Ia membunuh semua penduduk pulau sambil tertawa-tawa seperti orang gila. Makhluk itu mengunyah para manusia seperti mengunyah permen karet.     

"Vella… Lari…" Seorang penyihir mendorong cucunya kembali ke daratan dan melepaskan sebuah medan gaya yang amat kuat. Dari kejauhan, terlihat seakan-akan gadis itu sedang terbang seperti roket.     

"Kakek! Mari kita pergi bersama-sama!" Gadis itu terkejut. Ia berusaha kembali ke sisi pria tersebut. Namun, gadis itu tidak bisa melakukan apa-apa.     

Pria tua dan para penyihir lain melihat gadis itu terbang di langit.     

"Master, pergilah! Kami akan berusaha menghentikan ular itu!"     

"Benar, kami tidak akan pernah menjadi penyihir resmi tanpa bantuanmu, Master! Sudah waktunya kami membalas budi padamu!"     

"Selama Vella masih hidup, kita masih ada…"     

Tiba-tiba, mereka semua terdiam.     

Para penyihir melihat Vella terhenti oleh lapisan tipis pelindung berwrna biru. Pelindung itu seperti terbuat dari air, dan ular-ular laut kecil bergerak dalam pelindung itu.     

"Ular Laut, Stan!" Suara pria tua itu gemetar. Ia menutup matanya perlahan dan menyadari bahwa Stan telah menggunakan pelindung itu agar mereka tidak bisa kabur. Mereka telah terjebak di pulau itu.     

Sorot mata para penyihir itu dipenuhi rasa putus asa.     

Saat melihat kejadian itu, Stan tertawa.     

"Kalian tidak akan bisa kabur… Menurutmu, mengapa kami selalu kembali untuk menghancurkanmu? Di mata kami, kalian seperti babi. Kami datang kemari hanya untuk makan! Inilah takdir dunia yang lemah seperti ini!"     

Tiba-tiba, sinar cahaya biru dan merah datang dari sisi pulau dan muncul di luar pelindung. Sepertinya, cahaya biru itu menyadari bahwa adanl pertarungan yang sedang terjadi di pulau. Cahaya itu terbang ke pulau tersebut, diikuti dengan cahaya merah di belakangnya. Entah mengapa, gelombang dari cahaya biru itu terasa mirip dengan gelombang energi yang dilepaskan oleh bangsa duyung.     

Setelah menyadari keberadaan kedua cahaya itu, Stan kembali tertawa.     

"Daging lagi! Daging ini sedang mengejar seekor duyung, ha!" Stan berteleportasi ke langit dan memisahkan cahaya merah dan biru tersebut.     

"Ah, daging segar!" Setelah memeriksa situasi, Stan semakin bersemangat.     

"Dasar bodoh!" Cahaya merah itu terhalang sesaat, sehingga sosok di dalamnya menjadi geram. Sebuah cakar raksasa muncul di langit dan memukul ular itu kuat-kuat.     

Brak!     

Stan terkena pukulan tangan tersebut seperti seekor lalat. Ia terjatuh ke laut dan tidak kembali.     

Cakar raksasa itu melepaskan asap gelap yang mengerikan, dan awan di sekitarnya bergulung-gulung. Jiwa-jiwa berwarna putih berteriak-teriak dan mengerang dalam asap itu, sehingga orang-orang di pulau menjadi ketakutan.     

Setelah Stan pergi, cakar berwarna gelap itu menghilang di langit. Cahaya merah tersebut kembali mengejar cahaya biru di langit.     

Para penyihir dan calon penyihir sangat terkejut melihat kejadian itu, hingga mereka berdiri terpaku dan hanya bisa melihat dua cahaya tersebut menghilang dari langit. Setelah beberapa saat, kedua cahaya itu tidak lagi terlihat.     

"Di mana makhluk itu?!" tanya salah satu orang di pulau.     

Penyihir yang berhasil bertahan dari serangan tersebut terbang ke tempat di mana monster itu jatuh di laut. Di sana, ia menemukan sebagian tubuh makhluk itu, dengan darah segar yang masih mengucur dari lukanya.     

"Makhluk itu sudah pergi!" Penyihir tersebut berteriak. Ia sangat terkejut dan nyaris tidak percaya akan apa yang dilihatnya.     

"Monster itu sudah pergi!"     

Setelah mendengar perkataan tersebut, para penyihir lainnya segera mendekati penyihir itu. Mereka terdiam sesaat, kemudian mengambil bagian tubuh monster tersebut.     

Mereka tidak percaya akan apa yang telah mereka lihat, namun mereka senang karena ada seseorang telah mengalahkan monster itu.     

"Monster itu sudah pergi! Kita berhasil bertahan!"     

Orang-orang yang berhasil bertahan di pantai bersorak-sorai, diikuti oleh orang-orang yang tadinya bersembunyi.     

Si pria tua, bersama dengan murid-muridnya, juga terkejut. Namun, mereka merasa lega karena ancaman di depan mereka sudah pergi. Setelah mengambil bagian tubuh makhluk tersebut dan memastikan bahwa makhluk itu benar-benar telah pergi, mereka menghela nafas dengan perasaan yang bercampur aduk.     

Vella terbang kembali ke pulau itu dan memeluk kakeknya. Gadis itu menangis sejadi-jadinya.     

"Tenanglah, Nak… Kita sudah aman…"     

Pria tua itu membelai punggung cucunya dan memandang arah di mana kedua cahaya merah menghilang.     

"Penyihir kuat yang baru saja lewat itu telah menyelamatkan kita. Kita harus mengingat ini. Semoga saja kita punya kesempatan untuk membalas budi padanya…"     

Gadis itu memiringkan tubuhnya dan ikut memandang langit. Saat kejadian itu, gadis itu terbang di langit, sehingga ia bisa melihat sosok dalam cahaya merah tersebut.     

"Kurasa dia tidak akan berkunjung kemari lagi… Dia sangat kuat, dan rasanya ia tidak berasal dari dunia ini…"     

**     

"Ya ampun, demi dewa, seseorang, tolong aku! Boston! Anger! Ram! Tolong aku!"     

Makhluk itu berteriak-teriak kesakitan sembari mengatakan berbagai perkataan aneh.     

Makhluk itu kehilangan salah satu kaki dan salah satu matanya. Ekornya terluka parah, dan tubuhnya berlumuran darah yang lengket. Makhluk itu terus berteriak-teriak, seperti anak kecil yang terluka.     

Jika saja ada yang lewat di dekat tempat itu, orang tersebut mungkin akan merasa kasihan, namun tidak ada makhluk apa pun di sekitar ular tersebut.     

Asap hitam keluar dari luka-luka makhluk itu dan membentuk topeng-topeng hantu yang terus mengunyah daging ular tersebut. Topeng-topeng itulah alasan mengapa luka makhluk itu tak kunjung sembuh."     

"Oh, dewa! Anger, dasar kau bajing*n! Kau bilang bahwa dunia ini lemah, dan tidak akan ada makhluk yang bisa melukaiku! Dasar kau anak jal*ng! Anger, semua keluargamu akan mati kesakitan! Seseorang, tolong aku! Ibu!"     

Ular itu berteriak-teriak dan menangis. Sepertinya, sebentar lagi makhluk itu akan pingsan.     

Akhirnya, ular itu melihat ada sesuatu di depannya. Dengan mata terakhirnya, ia melihat seekor hiu sedang berenang perlahan mendekatinya.     

Hiu itu memiliki lima mulut. Gigi-giginya tajam dan tak beraturan, seolah gigi-gigi tersebut diambil dari makhluk-makhluk lain.     

Setelah melihat hiu itu, Stan segera berenang mendekatinya dengan begitu cepat.     

"Ram! Tolong aku!"     

Hiu tersebut juga melihat ular itu, namun ia tampak terkejut.     

"Stan? Apa yang terjadi padamu?"     

**     

Shing!     

Cahaya biru dan merah itu nyaris saja berubah menjadi sebuah garis lurus. Kedua cahaya itu masih terbang melintasi lautan.     

Mereka terbang melewati permukaan laut, hingga membuat ikan-ikan yang ada di sana segera berenang pergi.     

"Berhenti berlari. Kurasa kau tahu bahwa kau akan kehabisan energi dalam 15 hari. Kau sudah mulai mengubah jiwamu sendiri menjadi energi. Aku hanya membutuhkan bantuanmu untuk risetku. Aku tidak akan membunuhmu." Angele berteriak.     

Angele semakin tidak sabar. Ia telah menghabiskan terlalu banyak waktu mengejar pria tersebut. Kekuatan waktu sangatlah penting, namun ia masih harus pergi ke dunia bawah tanah, dan ia tidak ingin menghabiskan terlalu banyak waktu.     

"Mengapa kau tidak berhenti mengejarku saja?" Pria itu menjawab dengan santai. Sebenarnya, ia tidak ingin menghabiskan energi untuk mengeraskan suaranya, namun ia ingin memastikan bahwa Angele mendengar jawaban itu.     

"Kau sudah benar-benar menguji kesabaranku." Angele mengernyitkan alisnya. "Aku ingin bekerja sama denganmu, dan semua ini bisa saja berakhir damai. Aku berubah pikiran, tapi aku akan memberimu satu kesempatan lagi… Jika kau berhenti berlari dan setuju untuk bekerja sama denganku, aku masih akan memaafkanmu. Aku bersumpah atas nama para pendahulu."     

Setelah mendengar perkataan Angele, pria itu terdiam sesaat, namun ia gemetar saat mengingat gambar yang ditunjukkan oleh kekuatan waktu-nya, sehingga ia tidak menjawab dan memutuskan untuk terus berlari.     

"Sialan! Kau benar-benar memaksaku!" Angele kehilangan kesabarannya. Namun, pria itu membuat keputusan yang tepat – Angele hanya berbohong, dan ia hanya ingin menghemat waktu. Ia sama sekali tidak peduli dengan para pendahulu, dan ia akan segera membedah mayat pria itu saat pria itu berhenti berlari. Pria itu menyadari bahwa Angele membutuhkan informasi tentang kekuatan waktu. Pria itu bukanlah seorang pendahulu, sehingga semuanya akan menjadi lebih mudah untuk Angele.     

Pembicaraan mereka berakhir di sini, dan mereka kembali terbang dengan kecepatan penuh.     

15 hari berlalu dengan cepatnya.     

Seluruh cahaya biru di sekitar tubuh pria itu sudah menghilang, digantikan oleh sesuatu yang tampak seperti air bening. Aura itu adalah kekuatan terakhir pria tersebut – kekuatan dari sebuah jiwa yang berusia seribu tahun.     

Angele masih terbang dengan kecepatan penuh, seakan-akan energinya tidak akan pernah habis. Cahaya merah di sekitar tubuhnya masih bersinar terang.     

'Dia menggunakan kekuatan jiwanya sekarang. Aku harus segera mencari cara untuk memperlambat pergerakan pria itu!' Angele telah mencoba berbagai cara, namun pria itu menghindari semua serangan tersebut. Sepertinya, kekuatan waktu telah membantu pria itu memprediksi pergerakan Angele, sehingga semua jebakan yang dibuat Angele tidak berhasil. Akhirnya, setelah melihat kekuatan waktu, Angele memutuskan bahwa ia harus segera menangkap pria tersebut.     

Tiba-tiba, saat Angele masih berpikir, pria itu menerjang masuk ke dalam lautan.     

Angele mengikuti pria itu dan ikut masuk ke dalam laut.     

Sepertinya, pria itu memiliki tujuan yang baru. Ia bergerak menuju lautan yang dalam. Sepertinya, pria itu menemukan cara untuk bertahan hidup.     

Angele menyadari bahwa ada sesuatu yang sedang terjadi, namun ia tidak bisa melakukan apa-apa.     

Tak lama kemudian, mereka sampai di dasar laut, dan pria itu menerjang masuk ke dalam sebuah retakan yang dalam. Angele masih bergerak mengikutinya.     

Beberapa menit kemudian, mereka mencapai ujung retakan itu. Di sana, terdapat sebuah altar tulang raksasa, dengan sebuah bola yang melayang di atasnya. Sepertinya, bola itu adalah pintu masuk menuju dunia lain.     

'Lorong dimensi?! Mengapa ada lorong dimensi di tempat ini?!' Angele menyadari bahwa jika ia tidak bisa menangkap pria itu sekarang, maka pria itu akan menghilang untuk selamanya. Pria itu berenang dengan cepat ke arah lorong dimensi dan melepaskan gelombang energi yang sangat mirip dengan gelombang energi yang dilepaskan bangsa duyung.     

"Siapa di sana?!" tanya seekor duyung yang bertugas mengawal pintu masuk altar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.