Dunia Penyihir

Ular Laut (Bagian 1)



Ular Laut (Bagian 1)

0Jauh di Laut Permata…     

Sinar cahaya biru dan sinar cahaya merah membumbung menembus langit seperti sepasang kilat.     

Tubuh Angele dikelilingi cahaya merah, sementara titik-titik cahaya biru menari-nari di sekitar tangan kanannya. Titik-titik cahaya itu tampak menari-nari seperti makhluk hidup.     

Ia mendapatkan titik-titik cahaya kekuatan waktu tersebut dari sosok pengkhianat Poros Waktu yang sedang dikejarnya.     

"Kau tidak akan bisa lari selamanya." Angele tersenyum. "Kau takut jika aku akan membunuhmu, kan? Namun, mungkin saja itu tidak akan terjadi. Kau hanya perlu berjanji satu hal padaku, dan kita bisa bekerja sama."     

Cahaya biru itu berkedut perlahan, kemudian sebuah suara yang terdengar kelelahan bertanya, "Apa yang kau mau?"     

Saat ini, ia tidak punya pilihan — jika saja ia tidak meremehkan kekuatan Angele, semua ini tidak akan terjadi. Ia hanya menginginkan kunci bayangan, namun ia telah mengambil keputusan yang salah setelah mendapatkan kunci tersebut.     

"Aku punya penelitian, dan aku butuh bantuanmu. Jika kau mengikuti perintahku, akan kumaafkan kau." Angele menjawab. "Kita tidak saling mengenal satu sama lain. Dalam riset ini, mungkin saja kita bisa berteman. Riset ini tidak akan menyakitimu, dan bahkan mungkin saja kekuatanmu bisa bertambah. Kau akan saling diuntungkan."     

Tubuh pria itu dikelilingi cahaya biru. Tubuhnya memang transparan, namun perlahan mencair. Sepertinya, ia telah menggunakan sebagian besar energi-nya.     

Setelah mendengar perkataan Angele, pria itu terdiam. Ia tidak yakin apakah Angele sedang berbohong atau tidak. Setelah melakukan eksperimen di Poros Waktu, terkadang ia kesulitan untuk berpikir.     

Saat ia berusaha keras untuk memfokuskan pikirannya, kekuatan waktu perlahan menciptakan sebuah pemandangan di depan matanya. Pemandangan itu ditampilkan pada banyak lukisan yang berwarna hitam dan putih.     

Pria itu nyaris saja menerima tawaran Angele, namun tiba-tiba, pria itu mendengar dirinya berteriak kesakitan. Pria itu merasa seperti sedang melihat masa depan. Ia dikurung dalam sebuah penjara kecil, dan kepalanya dibedah oleh seorang pria berjubah hitam. Pria itu sedang melakukan sesuatu pada otaknya.     

Kejadian mengerikan itu membuat pria tersebut gemetar ketakutan. Ia kembali mempercepat pergerakannya tanpa menjawab tawaran Angele.     

Angele mencoba meyakinkan pria itu beberapa kali, bahkan ia memberi banyak sekali alasan untuk meyakinkan pria itu. Namun, pria itu tidak menjawab sama sekali, sehingga Angele menjadi semakin tidak sabar.     

Perlahan-lahan, ekspresi Angele berubah dingin, dan nada bicaranya tidak lagi lembut.     

"Jadi, sepertinya kau sudah menentukan pilihanmu…" Angele berkata dengan nada dingin.     

Pria itu tidak menjawab, ia terus terbang.     

Angele berhenti berbicara dan kembali mengejar pria itu. Mereka terus terbang di langit Laut Permata.     

Walaupun pria itu memiliki daya tahan yang kuat, Angele dapat merasakan bahwa kondisi pria itu semakin memburuk. Sementara itu, ia masih memiliki banyak energi ekstra di tubuhnya. Ia telah mengejar pria itu selama tiga hari, dan Angele yakin bahwa ia bisa terbang selama beberapa bulan tanpa kehabisan energi.     

**     

Di sebuah pulau di Laut Permata.     

Di permukaan laut, terlihat sebuah pulau berwarna putih. Pulau itu tampak seperti seekor ulat raksasa.     

Di pulau itu, terdapat beberapa bangunan dan pohon-pohon kelapa. Penduduk lokal tempat itu berkulit cokelat, dan mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ada yang mencangkul ladang, membawa kotak-kotak, atau bahkan mencuci pakaian.     

Tiba-tiba, mereka semua mendongak dan memandang langit di atas pulau.     

Ada lebih dari 10 orang penyihir berjubah biru melayang-layang di udara. Mereka adalah pemilik pulau itu, dan mereka merupakan anggota dari organisasi penyihir bernama Lencana Biru.     

Penyihir tertua memiliki rambut putih dan kulit yang kering, sementara penyihir termuda berumur sekitar 20 tahun. Ketua mereka adalah seorang pria tua dengan mata yang ditutup kain berwarna hitam.     

Pria tua itu berdiri di depan penyihir-penyihir lain dengan ekspresi ketakutan. Ia memegang sebuah cincin emas dengan banyak ukiran pola-pola bunga berwarna merah.     

"Semuanya, saat ada masalah, kirimkan semua energi kalian padaku. Aku akan mengumpulkan energi dengan menggunakan Cincin Laut ini!" Pria itu memberi perintah.     

Ekspresi para penyihir lainnya berubah serius. Suasana sangatlah canggung, hingga mereka kesulitan bernafas.     

Lencana Biru adalah organisasi penyihir yang menjadi kuat baru-baru ini. Organisasi itu memiliki banyak penyihir, namun sayangnya, organisasi tersebut bukanlah organisasi terkuat di pesisir barat, karena sebagian penyihir mereka baru saja melampaui batas beberapa tahun lalu. Ditambah lagi, ketua mereka adalah satu-satunya penyihir yang hidup selama lebih dari 300 tahun. Ketua mereka, si penyihir tua itu, hanyalah seorang penyihir tingkat Gas yang lemah, namun ia sangat pandai mengumpulkan informasi.     

Pria tua itu memandang permukaan laut dengan takut. Ia tidak berkedip sama sekali.     

"Setiap beberapa tahun, bangsa duyung akan melakukan sebuah ritual untuk memanggil monster-monster laut untuk mempertahankan posisi mereka di laut. Karena menyadari bahwa hal ini akan terjadi, kami memutuskan untuk pindah dari daratan ke pulau ini. Namun sepertinya, kali ini mereka memanggil makhluk yang tidak bisa dikendalikan."     

"Monster itu bernama Stan. Ia sudah menghancurkan beberapa pulau dan melibatkan beberapa organisasi kecil dalam insiden tersebut. Ditambah lagi, monster itu sudah membunuh ribuan orang dan memakan banyak penyihir-penyihir resmi. Apa kau yakin bahwa metode kita akan berhasil?" Salah satu penyihir muda bertanya dengan ekspresi khawatir.     

"Tidak ada pilihan lagi, hanya inilah satu-satunya kesempatan kita. Monster-monster yang dipanggil para duyung memiliki satu kebiasaan, yaitu mereka hanya akan menyerang satu pulau satu kali. Jika mereka gagal menghancurkan pulau dalam satu kali serangan, mereka tidak akan menyerang lagi. Kita hanya harus bertahan melawan serangan pertama."     

"Tapi, Kakek, mengapa kita tidak pergi kembali ke daratan? Setelah makhluk itu pergi, kita bisa kembali ke pulau ini." Seorang gadis berambut biru bertanya. Gadis itu adalah cucu pria tua tersebut, dan dia baru saja menjadi calon penyihir tingkat 3 beberapa waktu lalu. Gadis itu sangat berbakat dan masih muda, dan ia juga memiliki darah Siren dalam tubuhnya. Gadis itu dicintai oleh para calon penyihir dan penyihir-penyihir organisasi, dan dia adalah primadona di pulau ini.     

Orang-orang dengan darah tertentu memiliki kesempatan yang jauh lebih tinggi untuk menjadi seorang penyihir resmi ketimbang orang lainnya. Anggota organisasi berpikir bahwa gadis itu akan menjadi penyihir tingkat tinggi cepat atau lambat, sehingga pihak organisasi menghabiskan banyak sumber daya mereka demi gadis itu. Gadis itu adalah harapan organisasi mereka.     

"Aku juga ingin kembali ke darat, tapi waktu kita tidak cukup. Kita baru saja menerima informasi bahwa makhluk itu akan datang hari ini, jadi kita harus melawannya…" Pria tua itu menghela nafas.     

"Kita punya Cincin Laut, cincin legendaris yang digunakan para Raksasa Laut untuk membunuh banyak sekali makhluk-makhluk laut. Kita akan baik-baik saja." Gadis itu berkata. Para penyihir lain mengangguk setuju, karena cincin itulah satu-satunya alasan mengapa mereka memutuskan untuk tidak kabur.     

Seorang penyihir lain hendak mengatakan sesuatu, namun ia tidak memiliki kesempatan untuk berbicara.     

"Makhluk itu ada di sini!" Ekspresi pria tua itu berubah. "Semuanya, bersiaplah!" teriak pria itu. Suaranya bergema di seluruh pulau.     

Para penyihir di belakangnya cepat-cepat mengangkat tangan kanan mereka, dan cahaya berwarna-warni bersinar di udara.     

Pria tua itu perlahan mengangkat cincin emas di tangannya.     

Brak!     

Cincin itu terlempar oleh tembakan air secepat panah sebelum cincin itu dapat diaktifkan. Panah-panah air itu menusuk dua orang penyihir yang berdiri sangat dekat dengan pria tersebut. Darah mengucur dari luka mereka.     

Pelindung-pelindung putih di sekitar tubuh mereka sama sekali tidak membantu. Akhirnya, mereka terjatuh ke laut. Mereka tidak percaya akan apa yang baru saja terjadi.     

Seekor ular biru raksasa muncul di air, mengambil kedua mayat penyihir dengan cakarnya, dan melemparkan kedua mayat itu ke dalam mulutnya.     

"Ah!"     

Penduduk pulau berteriak-teriak. Semuanya berusaha keras untuk kabur dan bersembunyi. Situasi tempat itu pun memburuk. Para calon penyihir meminum ramuan untuk membuat tubuh mereka tidak terlihat. Ada yang lari masuk ke ruang bawah tanah, dan ada juga yang berusaha memanjat pohon.     

Dua orang penyihir mati sebelum cincin itu dapat diaktifkan, namun mereka tidak terkejut. Mereka segera berkumpul dan mulai menggunakan sihir masing-masing. Mereka juga memanggil Setan Api dan Roh Elemen Api. Beberapa penyihir menembakkan sihir-sihir mereka pada ular tersebut dan mengangkat tongkat mereka.     

Sepasang rune hitam bersinar pada tubuh ular itu. Dua rune yang berbentuk seperti serangga itu mengunyah daging ular tersebut. Rune-rune itu adalah sebuah sihir penyerang yang digunakan para penyihir.      

Sesaat setelah sihir itu mendarat, beberapa bola api muncul di langit dan terbang ke arah ular tersebut.     

Ular itu sudah membunuh dua penyihir, namun ia tidak siap untuk serangan balasan.     

Semua bola api itu mendarat tepat di tubuh ular tersebut.     

Shing!     

Sisik-sisik ular itu berdiri dan menangkis semua serangan tersebut. Tubuh ular itu tidak terluka sama sekali.     

"Hah, hanya itukah kemampuanmu? Kau kira sihir-sihir lemah seperti ini bisa melukaiku?" Ular itu membuka mulutnya dan melepaskan ratusan lidah merah yang berbentuk seperti tentakel. Lidah-lidah itu berusaha mengikat orang-orang yang ada di pulau dan para penyihir di langit.     

Beberapa calon penyihir tertangkap tentakel-tentakel tersebut, dan ular itu memakan mereka seperti memakan camilan.     

Dua penyihir terkena tentakel tersebut. Mereka berteriak dan melepaskan bola api pada tubuh mereka sendiri. Mereka lebih memilih mati daripada ditelan ular tersebut.     

Akhirnya, si penyihir tua menemukan cincin-nya dan berusaha mengaktifkan benda itu.     

Namun, cincin tersebut tidak mempan.     

Akhirnya, mereka menyadari mengapa organisasi-organisasi besar masih berusaha mencari cara untuk menangani monster tersebut. Situasi kali ini sangat berbeda.     

Beberapa titik ungu mengotori cincin emas itu. Sepertinya cincin itu sudah tidak murni lagi.     

"Jadi, inilah cara para duyung mengendalikan lautan…"     

Sorot mata penyihir itu berubah ketakutan. Ia tidak berkomunikasi dengan organisasi lain, jika tidak, ia pasti tahu bahwa aliansi dan Menara Enam Cincin sudah mengirim prajurit mereka untuk melawan makhluk itu. Namun, pada akhirnya mereka semua gagal.     

Semua organisasi penyihir di daratan tidak berdaya melawan monster ini, sehingga mereka terpaksa harus menunggu ritual pemanggil yang digunakan bangsa duyung kehilangan kekuatannya agar makhluk itu pergi dengan sendirinya. Mereka mengambil keputusan itu berdasarkan pengalaman mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.