Dunia Penyihir

Kekuatan Waktu (Bagian 1)



Kekuatan Waktu (Bagian 1)

0Di atas jalan yang membelah Hutan Ramsoda, sekelompok kereta kuda putih sedang berjalan perlahan menuju gedung perguruan. Kereta itu dikawal oleh beberapa ekor manusia beruang bertubuh tinggi dan kekar. Seluruh tubuh makhluk-makhluk itu diselimuti bulu berwarna hitam. Bahu makhluk-makhluk itu dilindungi oleh pelindung bahu berwarna perak. Mereka membawa senjata seperti palu dan palu godam di atas punggung mereka.     

"Cuaca cerah apanya?! Dasar kotoran centaur! Cuaca bangs*t!" Ketua para manusia beruang itu memandang langit seraya mengumpat.     

Sang ketua menggelengkan kepalanya. Ia tampak tidak sabar.     

"Ketua, bisakah kau tidak berteriak-teriak seperti itu? Mulutmu bau…"     

Salah satu manusia beruang menutup hidungnya.     

"Betulkah? Sepertinya tidak…" Ketua para beruang berjalan mendekati anggota yang protes tersebut.     

Brak!     

Seseorang mendorong anggota tersebut, sehingga ia menabrak sang ketua. Entah mengapa, mereka berdua terjatuh dalam posisi berciuman.     

Seluruh anggota tertawa-tawa dan berteriak-teriak.     

"Cium lagi! Ayolah!"     

"Aduh, perutku sakit…"     

Semua manusia beruang tertawa-tawa dengan kerasnya.     

Ketua kelompok mendorong bawahannya dan akan mengumpat. Namun, tiba-tiba, mereka mendengar suara deru petir.     

Cuaca berubah dalam hitungan detik, dan awan kelabu menutupi langit. Sepertinya, hujan akan segera turun.     

Beruang lain berjalan mendekati sang ketua dan bertanya, "Ketua, apa yang harus kita lakukan? Haruskah kita berkemah di sini?"     

Ketua itu memicingkan matanya. "Jangan dekat-dekat denganku!" Kemudian, ia memeriksa setiap kereta dan mengernyitkan alisnya. "Kita tanya saja."     

Jendela kereta ditutup dengan kelambu berwarna abu-abu dan putih. Kelambu kereta-kereta tersebut ditarik ke samping, dan para penumpang melihat cuaca di luar melalui jendela tersebut.     

Di kereta terdepan, seorang pria dengan telinga yang panjang dan tajam memandang awan-awan gelap yang bergulung di langit dengan ekspresi serius.     

"Ada yang tidak beres dengan awan-awan ini…" kata pria itu. Suaranya sangatlah lirih, seakan-akan ia sedang menggumam pada dirinya sendiri, namun di saat bersamaan, suaranya terdengar seakan-akan ia sedang berbicara pada seseorang.     

Seorang gadis imut berambut pirang sedang bermain-main dengan rambutnya. Setelah mendengar perkataan pria tersebut, gadis itu bertanya, "Kakek, ada apa? Mungkin akan ada badai. Badai adalah hal yang biasa di sekitar Ramsoda, kan?"     

Pria itu masih menatap langit, seakan-akan ia tidak mendengar pertanyaan gadis itu.     

Beberapa menit kemudian, akhirnya pria itu berkata.     

"Kakek sangatlah hati-hati dengan segala hal. Itulah bagaimana Kakek bisa bertahan di dunia yang kejam ini, bahkan mencapai tingkat Kristal. Nak, ingatlah, apa pun yang akan kau lakukan, kau harus berpikir dua kali sebelum bertindak!"     

Sebelum gadis itu sempat menjawab, pria itu membuka pintu.     

"Mari kita berkemah di sini. Ingat, kita tidak boleh mendekati awan-awan hitam itu!"     

"Baik!" Para manusia beruang segera menjawab.     

Perlahan-lahan, kereta berhenti di tepi jalan, dan para penumpang kereta mulai membangun perkemahan. Para manusia beruang, para pekerja, dan para pelayan wanita, semuanya mengerjakan pekerjaan masing-masing dengan giat.     

Duar!     

Petir kembali menyambar di langit kelabu, dan suara guntur bergema di udara. Suara itu sangatlah keras, hingga terdengar mirip seperti raungan seekor hewan buas.     

Duar!     

Petir kembali menyambar.     

Ekspresi semua orang di sana berubah. Mereka memandang awan-awan kelabu yang bergulung di langit. Mereka yakin bahwa di dekat tempat itu, terdapat seekor hewan buas yang tengah meraung-raung – bahkan, para beruang pun bisa mendengar bahwa ada suara lain selain suara guntur tersebut.     

Si pria bertelinga tajam turun dari dalam kereta dan memandang ke depan dengan ekspresi wajah serius.     

"Ini bukan awan badai biasa… Ada orang yang sedang bertarung di depan!"     

"Jangan bercanda, Kakek… Ada banyak sekali awan gelap di langit. Bagaimana bisa orang-orang membuat awan sebanyak itu di langit? Ini mirip dengan adegan di novel yang menceritakan serangan Dunia Mimpi Buruk…" Gadis itu langsung menenangkan dirinya. Sepertinya, gadis itu tidak mempercayai perkataan kakeknya.     

Sebelum gadis itu sempat mengatakan sesuatu, petir merah menyambar di langit. Petir itu menerangi seluruh kereta putih yang ada di sana, sehingga menghasilkan pemandangan yang sedikit mengerikan.     

Grr!     

Kali ini, tidak ada suara petir. Suara itu terdengar mirip seperti gabungan suara gajah dan kadal ular. Suara itu terdengar ketakutan dan kesakitan.     

Akhirnya, gadis itu terdiam karena ketakutan. Para manusia beruang perlahan-lahan menarik senjata mereka dan menggenggamnya erat-erat. Mungkin, semua senjata itu membuat mereka merasa lebih aman.     

Para pekerja dan pelayan wanita hanya berdiri terpaku memandang awan gelap yang bergulung di langit.     

Tiba-tiba, sebuah titik cahaya merah muncul di bawah lautan awan tersebut. Titik cahaya itu segera membesar, hingga akhirnya berubah menjadi gelembung merah raksasa.     

Gelembung itu terus membesar, dan dalam beberapa detik, gelembung itu berubah menjadi bola merah gelap bercahaya. Cahaya bola itu menyinari lautan awan hitam di sekitarnya.     

Akhirnya, medan gaya berwarna merah itu berhenti sekitar 10 meter di depan kumpulan kereta tersebut. Gelembung itu berbentuk seperti dinding kristal raksasa yang menghalangi jalan mereka.     

Sebelum para anggota karavan tersebut sempat bereaksi, situasi dalam tempat bercahaya merah itu berubah.     

Asap putih membumbung dari tanah, dan tanah terasa seperti akan meleleh. Pepohonan dan rerumputan di hutan itu mulai mengering, dan sebagian bahkan terbakar hingga menjadi abu. Gelombang-gelombang energi merah muncul di udara dan bergerak dari kejauhan.     

Semua orang tetap diam. Mereka menyaksikan kejadian itu seperti menyaksikan sebuah legenda.     

Pria bertelinga tajam itu melihat pelindung merah di depannya tanpa berkata-kata. Tiba-tiba, ia merasa seakan-akan semua kerja kerasnya sia-sia.     

"Jika aku punya kekuatan seperti ini, tidak peduli sekuat apa kekuatan keluargaku, ini tidak akan berguna…"     

Sepertinya, pria itu menyadari sesuatu. Melihat kekuatan mengerikan itu membuat pria tersebut memiliki tujuan baru.     

"Kakek…"     

Gadis berambut pirang itu tidak menyadari perubahan ekspresi kakeknya.     

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?"     

"Kita hanya bisa menunggu. Jalan kita telah ditutup, sehingga kita tidak bisa melakukan apa-apa."     

**     

Dalam bola cahaya merah tersebut…     

Di atas tanah lapang kota kuno.     

Angele terus melepaskan cahaya merah terang, yang membakar segala benda yang ada di sekitarnya. Tanah di tempat itu sudah meleleh menjadi lahar panas yang menelan segalanya, hingga tanah lapang itu berubah menjadi danau lahar panas.     

Ia berdiri di tengah lautan lahar itu seraya menatap ular biru yang ketakutan di depannya.     

"Menarik… Jadi, kaulah pengkhianat organisasi Poros Waktu, dan kaulah alasan mengapa organisasi itu hancur. Aku tidak menyangka kau masih hidup sampai sekarang setelah sekian lama."     

Ular biru raksasa itu penuh dengan luka bakar. Tubuhnya berukuran lebih dari 1000 meter terus mengeluarkan asap putih. Ular itu mengerang kesakitan. Sepertinya, makhluk itu tidak mampu menahan panas dari teknik Neraka Panas darah Anak Matahari.     

"Siapa… Hiss… Siapa kau… Hiss…"     

Ular biru itu menatap Angele. Rasa sakit dan amarah terlihat jelas dalam sorot matanya. Ular itu mendesis seperti ular biasa.     

Angele tidak menjawab.     

"Aku sudah memberimu kesempatan, tapi kau tidak peduli dan tetap menyerangku. Bahkan, aku sudah memberimu kunci itu secara cuma-cuma. Sekarang, aku ingin membunuhmu dan menggunakan mayatmu untuk penelitian.     

Setelah selesai berbicara, ia menunjuk ke arah ular itu.     

Woo!     

Sebuah bola api hitam muncul di atas tubuh ular biru tersebut dan membakar tubuh itu dengan cepatnya. Suaranya terdengar seperti daging yang tengah dipanggang.     

Tiba-tiba, suhu udara di sekitar ular itu meningkat hingga mencapai lebih dari 7000 derajat Celsius. Rasanya seakan-akan daerah sekitar ular tersebut menjadi ruang hampa.     

Brak!     

Ular itu meronta-ronta dan menabrak sebuah bangunan yang meleleh di sisi mereka. Bangunan itu berada di ujung aura panas Angele, sehingga bangunan itu meleleh seperti bola lumpur setelah tertabrak tubuh ular itu.     

Bangunan itu meleleh menjadi lahar berwarna merah gelap. Lahar itu terciprat ke atas tanah dan ular tersebut.     

Saat menyentuh lahar, ular itu berteriak-teriak kesakitan.     

"Kau memaksaku melakukan ini!" Ular itu berteriak, dan sebuah lingkaran cahaya raksasa berwarna kelabu muncul di bawah tubuhnya. Jarum pada korona itu mulai berputar-putar dan menunjuk ke arah Angele.     

Ular itu mendongak, menggeliat-geliat seperti makhluk gila, dan melepaskan secercah cahaya biru. Cahaya itu menembus langit, dan hujan mulai turun.     

Air hujan berwarna biru berjatuhan dan terlihat seperti benang-benang biru. Benang-benang tersebut menghujani bola cahaya merah Angele.     

Angele sedikit terkejut. Lahar dalam medan bersuhu tinggi itu menghitam dan mulai memadat.     

Cahaya merah di sekitar tubuhnya meredup, dan lahar di tempat itu segera mendingin. Benda-benda yang telah meleleh kembali ke bentuk asalnya. Rasanya seperti waktu sedang berjalan mundur.     

Mata Angele terbuka lebar. Cincin api dalam kedua matanya berputar-putar dengan begitu cepat. Cahaya merah yang terpancar dari tubuhnya bersinar semakin terang, namun cahaya merah itu langsung menghilang saat menyentuh air hujan.     

Ia berkedip dan memutuskan untuk berhenti melepaskan cahaya merah. Tapi, ia justru memancarkan cahaya biru. Selain itu, ia mengambil sebotol ramuan ungu dan melemparkannya ke udara.     

Prak!     

Cairan dalam tabung reaksi tersebut berubah menjadi gumpalan asap ungu.     

Ia menggoreskan beberapa rune merah di langit, dan semua rune-rune itu terbang masuk ke dalam asap ungu tersebut.     

Setelah semua rune itu bersatu dengan asap ungu di udara, tanah di sekitar ular biru itu mulai berguncang. Begitu banyak tentakel hitam muncul dari tanah dan menggenggam tubuh ular tersebut. Setiap tentakel dari tanah dan lumpur itu sepanjang beberapa meter. Dari kejauhan, terlihat seakan-akan ada seekor gurita yang sedang melawan seekor ular.     

Angele tidak berhenti. Ia membuka mulutnya dan melepaskan segumpal asap hitam. Tak lama kemudian, asap itu menyentuh langit.     

Asap itu bergerak ke arah cahaya biru yang dilepaskan ular tersebut, dan kembali mendekati Angele bersama dengan titik-titik cahaya biru. Saat asap itu meninggalkan cahaya biru di langit, hujan benang biru itu perlahan-lahan berhenti.     

Walaupun ular itu sibuk bertarung melawan tentakel-tentakel dari tanah, ular itu terbelalak kaget saat melihat kejadian tersebut. Seketika, tubuh ular itu berubah menjadi bola cahaya biru dan berteleportasi ratusan meter dari tempat tersebut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.