Dunia Penyihir

Kunjungan Kembali (Bagian 1)



Kunjungan Kembali (Bagian 1)

0Satu bulan kemudian…     

Menara Michael, sebuah kota di tepi benua tengah.     

Di kota itu, terdapat banyak menara-menara tinggi berwarna putih. Di tepi kota, terdapat beberapa bandara kecil untuk transportasi udara.     

Dari langit, tempat-tempat transportasi udara itu terlihat seperti bunga-bunga kecil berwarna cokelat. Orang-orang berlalu-lalang masuk dan keluar dari tempat itu, dan kapal-kapal terbang dan mendarat secara bergantian.     

Di salah satu bandara, terdapat antrian panjang orang-orang yang sedang menunggu. Sebagian besar dari mereka adalah penyihir, namun ada juga manusia biasa, Ksatria Agung, centaur wanita berzirah putih, dan orang-orang berkepala burung hantu atau pun elang.     

Semua penyihir mengenakan jubah panjang, dan wajah mereka tertutup tudung jubahnya.     

Seorang pria di depan barisan mengenakan jubah panjang berwarna hitam dan topeng. Rambut panjang merah sosok tersebut tergerai di punggungnya.     

Topeng itu tidak menutup mata merahnya, namun dahinya ditutupi oleh tudung jubahnya.     

Selanjutnya adalah gilirannya untuk masuk ke dalam kapal terbang.     

"Mohon tunjukkan tiket Anda." Sosok yang bertugas memeriksa tiket adalah seorang pria berkepala beruang.     

Pria itu memberikan manusia beruang tersebut sebuah kartu besi berwarna hitam. Manusia beruang itu mematahkan kartu itu menjadi dua, menyimpan separuhnya, dan memberikan sisanya pada pria tersebut.     

Pria itu menerima kartunya, dan menaiki kapal dengan menggunakan tangga kayu.     

Kapal terbang berwarna cokelat itu berbentuk seperti kapal. Kepala beruang putih terlukis pada sisi kanannya. Layar kapal terbang itu masih belum dibentangkan.     

Sudah ada banyak orang di dalam kapal terbang itu, namun tempat itu tidak ramai sama sekali. Sepertinya, tempat itu masih bisa memuat 30 orang lagi.     

Pria tersebut berjalan mengelilingi kapal terbang, dan berhenti di sudut yang sepi. Ia berdiri di dekat pagar dan menikmati sejuknya angin.     

Sosok itu adalah Angele, yang telah bepergian jauh dari tornado hingga ke sini. Saat ini, jika ia ingin pergi ke perbatasan barat, cara tercepat adalah dengan naik kapal terbang. Kapal terbang bisa berjalan lurus dan dapat dibilang relatif aman dan nyaman jika dibandingkan dengan metode transportasi lainnya. Ditambah lagi, kapal terbang itu memiliki kecepatan yang hampir sama dengan kecepatan terbangnya.     

Angele meletakkan kedua tangannya di pagar dan melihat ke bawah.     

Cahaya matahari menerangi kota berwarna putih di kejauhan. Di langit, terdapat banyak sekali kapal terbang, dan angin yang bertiup di wajahnya terasa hangat. Selain itu, ia dapat mendengar suara dari mesin kapal terbang tersebut.     

"Baiklah, sekarang kita akan mengumumkan pembagian ruangan. Mohon periksa nomor pada tiket Anda masing-masing, dan carilah ruangan Anda." Suara seorang wanita terdengar dari kartu besi tersebut.     

"Penumpang 1, mohon segera pergi ke kamar nomor 31. Penumpang 2, mohon segera pergi ke kamar no 12. Penumpang 3…"     

Pengumuman itu memberikan informasi lokasi ruangan masing-masing penumpang.     

Angele memeriksa kartunya sendiri. Ia adalah penumpang ke 25.     

"Penumpang 25, mohon pergi ke kamar nomor 7…"     

Angele menunggu sampai pengumuman selesai, dan semua penumpang sudah berada di kapal terbang. Tiba-tiba, kapal terbang itu bergetar.     

"Perhatian, kapal terbang 19 akan segera meninggalkan bandara. Mohon tidak mendekati tepi kapal terbang…"     

"Ibu… Aku takut…" Seorang gadis kecil berumur sekitar 7 tahun memeluk kaki seorang penyihir wanita dengan raut wajah ketakutan.     

"Tenanglah, Nak. Ibu ada di sini. Jangan banyak bergerak, ya?"     

Penyihir wanita tersebut merunduk dan memeluk anaknya. Seorang pria berjubah putih dan berkacamata perak berdiri di samping mereka sambil membawa beberapa buku. Sepertinya, pria itu adalah suami wanita tersebut.     

Angele melirik mereka dan menyadari bahwa salah satu buku yang dibawa pria itu adalah Sejarah Benua Tengah.     

Ia berpikir selama beberapa saat, sebelum memutuskan untuk mendekati pria tersebut.     

"Permisi, bolehkah aku meminjam buku ini, buku Sejarah Benua Tengah?"     

Pertanyaan itu mengejutkan keluarga tersebut. Kedua penyihir memandang Angele dengan hati-hati.     

Penyihir pria itu memandang Angele. "Maaf, tapi buku ini…"     

"Jika kau meminjamkan buku itu padaku, aku akan memberimu ini." Angele mengambil sebongkah magic stone kualitas menengah. Permukaan batu itu bersih dan memantulkan cahaya matahari.     

"Maaf, ini adalah hadiah ulang tahun untuk anakku. Jika kau benar-benar membutuhkan buku ini, kau bisa membelinya saat kapal terbang mendarat." Penyihir pria itu memandang magic stone tersebut. Walaupun ia menginginkan batu itu, ia tetap menolak tawaran Angele.     

"Tidak apa-apa, aku hanya ingin membaca buku itu untuk menghabiskan waktu." Angele menjawab dengan sopan. Ia mengira bahwa penyihir pria itu kan memberikan buku itu padanya. 700 tahun telah berlalu di Dunia Penyihir. Setelah perang melawan Dunia Mimpi Buruk, sebuah magic stone tingkat menengah cukup untuk membeli banyak bahan-bahan.     

Selama perang tersebut, banyak magic stone dihabiskan sebagai sumber energi, sehingga siklus energi di benua tengah telah rusak. Partikel energi di benua tengah telah berkurang, dan sebagian besar tambang magic stone telah ditutup.     

Semakin sedikit tambang magic stone, semakin berharga pula satu butir magic stone yang masih ada. Para penyihir yang masih memiliki magic stone tingkat menengah mungkin adalah penyihir dari keluarga-keluarga besar.     

Dalam perjalanan, Angele berbincang-bincang dengan banyak penyihir, dan ia mendapatkan sedikit informasi tentang keadaan benua tengah saat ini.     

Akibat perang tersebut, para penyihir menjadi jauh lebih lemah. Walaupun sistem peringkat tidak berubah, tidak banyak penyihir tingkat 4 yang tersisa, dan organisasi telah menjadi berbeda karena sedikitnya bahan-bahan yang tersedia. Sekarang, organisasi yang memiliki penyihir tingkat 4 dan lingkaran sihir akan dianggap sebagai organisasi yang kuat.     

Para penyihir pada tingkat yang berbeda sedikit lebih lemah ketimbang para penyihir dari masa Angele.     

"Jika kau hanya ingin membacanya sebentar, aku tidak akan mengambil magic stone itu. Tapi, jangan lupa mengembalikannya." Si penyihir pria menjawab dan memberikan buku itu pada Angele.     

Angele menerima buku itu dan membukanya. Setelah beberapa saat, ia menemukan halaman yang berisi informasi tentang apa yang terjadi 700 tahun terakhir.     

Setelah aliansi penyihir berpisah, Pangeran Evil Dragon menghilang, dan organisasi-organisasi penyihir mengambil kembali teritori mereka, termasuk Tangan Elemental. Penguasa Bayangan dan Penguasa Langit kehilangan teritori mereka, sementara Penguasa Cermin masih memiliki teritori namun kehilangan gelarnya. Teritori Penguasa Cermin sekarang dikenal sebagai Hutan Menara Penyihir.     

Banyak hal terjadi pada benua tengah dalam 300 tahun terakhir.     

Sekitar setengah jam kemudian, Angele menutup buku itu dan mengembalikannya kepada si penyihir pria tersebut.     

"Banyak hal telah terjadi saat aku pergi…"     

Penyihir pria itu menerima buku tersebut dan tersenyum.     

"Itu bisa dipahami, semuanya berubah cepat dalam waktu singkat. Aku menjadi penyihir sekitar 100 tahun lalu, dan semuanya sudah berubah. Bangunan-bangunan lama telah direnovasi, dan banyak penyihir terkenal menghilang begitu saja.     

"Kau benar, semuanya sudah berubah, dan tidak ada yang sama sekarang." Angele mengangguk.     

"Di mata generasi muda, mungkin aku sudah termasuk sangat tua…"     

Pria itu melihat sekelilingnya, dan menyadari bahwa kapal terbang telah mengudara. Ia masih bisa melihat rerumputan hijau dan bandara di bawah. Ada juga beberapa kapal terbang yang bersiap-siap untuk mendarat.     

"Permisi, apakah kau tahu bagaimana rute-rute ini disusun? Mengapa ada banyak sekali orang yang sedang pergi ke pesisir barat?" Angele bertanya.     

Pria itu tertawa.     

"Memang ada banyak kapal terbang, namun hanya beberapa yang memiliki rute menuju pesisir barat, termasuk kapal terbang ini. Apakah kau tidak menyadari bahwa sebagian besar dari kita sangatlah lemah? Calon penyihir, penyihir tingkat bawah, ksatria… Tidak semua orang ingin tinggal di benua tengah. Kita akan diperlakukan dengan lebih baik jika kita tinggal di pesisir barat."     

"Benar." Angele mengangguk setuju.     

Pembicaraan mereka selesai, dan suasana menjadi hening. Mereka hanya memandang hutan di bawah yang bergerak mundur seiring jalannya kapal terbang. Kapal terbang tersebut dikelilingi awan putih.     

Istri pria itu berbisik padanya sambil menggendong anaknya.     

"Maaf, aku harus segera pergi. Suhu semakin rendah, dan aku harus memakaikan lebih banyak baju pada anakku."     

Angele mengangguk. "Baiklah, aku juga akan kembali ke kamarku."     

Mereka berjalan bersama dan menemukan kamar masing-masing. Angele berpamitan pada keluarga tersebut dan pergi ke seberang lorong. Tak lama kemudian, ia menemukan ruangannya.     

Kartu besi itu adalah kunci kamar. Setelah memasukkan kartunya, ia memutar pegangan pintu dan membuka pintu kamar. Di dalam kamar itu, terdapat dua tempat tidur susun.     

Tiga dari empat tempat tidur sudah ditempati oleh seorang pria dan dua orang wanita. Mereka semua berumur sekitar 20 tahun.     

Tempat tidur itu terbuat dari logam hitam, dan selimut beserta seprei-nya berwarna putih.     

Kedua wanita mengenakan baju zirah hitam dan kelabu, yang menunjukkan bahwa mereka adalah ksatria. Mereka berbaring dengan pakaian lengkap. Si pria mengenakan jubah kelabu dan membaca buku tanpa mengatakan apa-apa.     

Kemunculan Angele di kamar itu menjadi pusat perhatian. Kedua ksatria wanita itu memandang Angele tanpa ekspresi, dan si calon penyihir mengernyitkan alisnya. Namun ketiganya tidak mengatakan apa-apa.     

Tidak ada yang memulai pembicaraan, sehingga Angele memutuskan untuk tidak menyapa mereka. Hanya sedikit kapal terbang yang memiliki rute menuju pesisir barat, sehingga kamar kapal terbang biasanya sangat ramai.     

Kamar itu sangat kecil, dan hanya muat untuk dua tempat tidur susun dan empat meja. Bahkan, Angele nyaris tidak bisa melewati area di antara dua tempat tidur.     

Angele menyadari bahwa hanya ada satu tempat tidur kosong, yaitu di bagian atas. Seorang ksatria wanita tidur di kasur bawah tempat tidur susun tersebut. Saat ia menaiki tangga, penyihir itu kembali tertidur.     

Angele memandang si ksatria saat menaiki tangga.     

Kulit bersih, rambut yang indah, mata yang lebar dan dada yang besar, dipadukan dengan kaki panjang dan pinggang kurus. Wanita itu terlihat nyaris sempurna.     

Namun, Angele merasa bahwa ada sedikit energi radiasi pada tubuh wanita itu. Sepertinya, seorang penyihir memodifikasi tubuh wanita tersebut dengan sihir-sihir tertentu.     

'Operasi plastik penyihir?' Angele menggeleng dan berbaring. Ia memandang ksatria wanita yang tidur di atas kasur kedua.     

Ksatria itu terlihat berbeda. Wanita itu memiliki rambut pirang dan mengenakan kaos putih. Baju zirah wanita itu tergeletak di atas salah satu meja kecil.     

Wanita itu memiliki sorot mata yang tajam, dan sisi kiri wajahnya memiliki bekas luka berwarna merah. Tubuhnya proporsional, tapi tidak ada yang aneh. Wanita itu menyadari bahwa Angele sedang memandangnya, namun wanita itu tak peduli. Ia menutup mata dan kembali beristirahat.     

Angele juga menyadari bahwa ada pisau perak di bawah bantal wanita itu.     

'Setidaknya tubuhnya tidak dimodifikasi.'     

Setelah itu, Angele memeriksa si calon penyihir pria. Wajah dan bagian bawah tubuhnya dimodifikasi dengan sihir. Dunia benar-benar sudah berubah. Beberapa ratus tahun lalu, para penyihir hanya akan memodifikasi tubuh mereka sendiri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.