Dunia Penyihir

Lorong Tulang (Bagian 1)



Lorong Tulang (Bagian 1)

0"Jika, jika ada yang menemukan bola kristal ini, tujuanku akan tercapai…" Gambar yang ada di dalam kristal itu sedikit bergetar. Sepertinya bola itu sedang diputar ke arah yang berbeda.     

Di depan lorong putih itu, terdapat sebuah pintu kayu berwarna merah yang berdiri dalam sebuah dinding batu.     

"Sebelum memasuki pintu menuju tempat tak diketahui ini, aku harus membuat sebuah rekaman. Aku tidak tahu kapan kita bisa meninggalkan Lorong Tulang dan masuk ke Dunia yang Hilang, tapi aku masih ingin memastikan bahwa kita memiliki rekaman." Suara wanita itu terdengar berat dan serak.     

Wanita itu berjalan mendekati pintu merah tersebut dan mengamati permukaannya dengan teliti.     

Pada permukaan pintu, terdapat banyak sekali ukiran. Ukiran-ukiran itu adalah mulut-mulut manusia dengan warna yang berbeda-beda. Ada yang putih, ada yang hitam, dan ada yang merah.     

Mulut-mulut itu memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. Ada beberapa yang sedang berteriak, dan ada beberapa yang sedang menangis.     

"Baiklah, inilah pintunya. Pintu ini muncul entah dari mana, dan kita akan segera memasukinya."     

Gambar dalam kristal itu memburam welama sedetik, sebelum akhirnya berubah menjadi hitam.     

Angele mengernyitkan alisnya. Ia mengetuk kristal itu, namun tidak ada yang terjadi.     

Setelah beberapa detik, gambar tersebut kembali muncul pada bola kristal itu, namun masih tampak buram.     

Wanita bersuara serak itu kembali berbicara. Ia berusaha untuk berbicara meski dengan nafas yang terengah-engah.     

"Akhirnya, kita berhasil keluar… Apa benda ini masih berfungsi?"     

"Iya… Sudah aktif…" Terdengar suara pria muda tadi. Ia terdengar sedikit ketakutan. "Ibu, apa itu tadi?"     

"Itu monster! Jangan takut, itu hanya monster biasa. Aku akan melindungimu…" Gambar dalam kristal itu kembali bergetar, namun gambar itu masih terlihat buram.     

"Sepertinya, bola kristal itu sudah tidak bisa merekam gambar. Baiklah, ini adalah hari ke-354 semenjak kita masuk melalui pintu itu. Peliharaanku sedang berusaha menghentikan benda di balik pintu itu, namun aku tidak tahu seberapa lama hewan peliharaanku akan bertahan hidup. Kita sudah berlari selama berhari-hari. Kuharap kita bisa keluar dari lorong ini sebelum makhluk itu berhasil menangkap kita."     

"Ibu…"     

"Tenang saja… Tenanglah! Aku ada bersamamu…" Wanita itu berusaha menenangkan pria muda di sisinya.     

Shing!     

Cahaya kembali menghilang dari bola kristal itu.     

Setelah beberapa menit, kristal itu kembali bersinar. Angele mendengar suara wanita dari dalam bola kristal tersebut.     

"Makhluk itu masih mengejar kita… Dua tahun telah berlalu, namun makhluk itu tidak menyerah juga… Aku tidak tahu harus melakukan apa, kita harus segera mencari pintu keluar tempat ini…"     

Tiba-tiba, gambar yang ada di dalam kristal itu terlihat jelas. Angele melihat sesosok wanita dengan rambut dan pakaian yang kotor. Wanita berpakaian hitam itu sepertinya sudah tidak mandi selama beberapa tahun.     

"Tenanglah, Nak. Aku ada bersamamu…" Wanita itu memegang anaknya pada kedua lengannya.     

"Ibu… Sakit sekali…"     

Tubuh anak lelaki itu tertutup selembar kain hitam, dan wajahnya sangat pucat. Sepertinya, anak itu sakit atau terluka.     

"Jangan takut… Aku ada bersamamu… Tenanglah…" Wanita itu mulai menggoyangkan anaknya perlahan-lahan. "Kau sedang sakit. Kau hanya butuh istirahat…"     

"Ibu…" Perlahan-lahan, anak lelaki itu tertidur di tangan ibunya.     

"Jangan takut, aku ada bersamamu… Tenanglah… Tidak akan kubiarkan kau mati… Tidak akan!" Ekspresi ketakutan wanita itu terpantul pada bola kristal tersebut.     

Tanpa berkata-kata, Angele melihat rekaman di bola kristal itu sambil mengernyitkan alisnya.     

Gambar pada kristal itu tampak buram selama beberapa detik, dan saat gambar itu kembali jelas, Angele melihat bahwa bola kristal itu sudah tergeletak di atas tanah.     

Wanita itu menggendong dan menimang mayat anaknya seraya menyanyikan lagu pengantar tidur.     

"Nina bobo… Oh nina bobo…" Wanita itu tidak menghadap ke arah bola kristal, namun sepertinya ia sedang mengunyah sesuatu. Wanita itu terus bernyanyi dan berjalan ke arah bayangan.     

Angele berjalan selangkah lebih dekat dan melihat bahwa wanita itu sedang mengunyah kedua lengan anaknya perlahan-lahan. Mayat anaknya sudah hampir tidak berdaging.     

Lengan dan kaki anak itu sudah tidak berdaging. Bahkan, ibu tersebut mengunyah sebagian tulang anaknya hingga hancur. Wajah anak itu masih utuh. Walaupun anak itu sudah mati, Angele dapat melihat rasa sedih yang terpantul pada matanya yang terbuka lebar.     

Tidak lama kemudian, gambar itu menghilang dari dalam bola kristal dan ia tidak mendengar apa-apa lagi.     

"Apa-apaan ini? Lorong ini membuat mereka gila?" Angele menggumam seraya memeriksa keadaan sekitarnya.     

Tempat di depan dan di belakangnya semuanya gelap. Di sini, tidak ada sumber cahaya lain selain bola api di pundaknya.     

Ia hanya bisa menemukan benda-benda sampah dan tulang-belulang putih di lantai lorong. Beberapa tulang sudah berubah menjadi debu. Debu tulang itu terlihat seperti salju yang tidak akan pernah meleleh.     

Ia meletakkan kristal itu di kantongnya dan kembali melanjutkan perjalanan. Tulang-belulang di bawah sepatu bot kulit-nya mengeluarkan suara saat ia menginjak tulang-tulang tersebut.     

Akhirnya, kaki Angele tidak lagi menyentuh tanah dan melayang di udara. Alih-alih berjalan, ia memutuskan untuk terbang.     

**     

Dua bulan kemudian…     

Ting!     

Tiba-tiba, terdengar suara melengking dari dalam lorong.     

Itu adalah suara Angele. Ia mengenakan baju zirah kulit berwarna cokelat, namun zirah itu sudah dipenuhi debu putih. Perlahan, ia mendarat di atas tanah dan memandang area di depannya.     

"Dua bulan sudah berlalu… Sepanjang apa lorong ini… Aku sudah terbang dengan kecepatan penuh selama dua bulan, tapi aku saja masih belum mencapai ujungnya," gumamnya. "Aku memiliki chip yang bisa mengingatkanku kapan harus makan dan minum. Jelas saja orang-orang biasa akan kehilangan kewarasan di tempat seperti ini…"     

Lorong itu masih sangat hening. Angele adalah satu-satunya makhluk hidup di sini.     

Angele menunduk dan mulai memeriksa benda-benda yang berserakan di atas tanah lagi.     

Ada perisai, senjata, aksessori, dan pakaian. Ia menyingkirkan barang yang tak berguna, dan debu yang beterbangan di udara berubah menjadi kabut.     

Ia mengambil sebuah sabuk hitam dengan ujung-ujung berwarna perak dan sedikit menariknya.     

"Benda-benda di tempat ini lebih baik ketimbang benda-benda yang kutemukan sebelumnya…"     

Ia mengusap sabuk itu dengan hati-hati, sehingga sabuk itu mengeluarkan cahaya perak yang redup. Setelah Angele menyerap cahaya itu dengan kedua tangannya, sabuk itu meredup dan akhirnya menjadi gelap.     

"Benda sihir ada di tingkat satu…"     

Titik-titik cahaya biru bersinar di depan mata Angele. Ia mengetahui tingkat benda sihir itu dengan cepat.     

"Kekuatan elemen yang tersimpan dalam sabuk ini tidak murni. Jika ada cara lain untuk mengembalikan energiku di sini, aku tidak akan pernah menyerapnya… Selain itu, aku harus banyak makan untuk menjaga kekuatan darah-ku, tapi makananku tinggal sedikit. Ini masalah besar…"     

Buk!     

Ia menjatuhkan sabuk itu ke dalam lautan tulang di atas lantai, sehingga debu putih kembali terciprat ke udara.     

Setelah menjatuhkan sabuk itu, Angele mengambil beberapa potong daging kering dan sebuah botol kecil berisi ramuan ungu dari dalam cermin-nya. Ia memasukkan daging kering itu ke dalam mulutnya dan meminum sedikit ramuan dari tabung itu.     

Ia beristirahat selama beberapa menit, sebelum kembali terbang.     

Bagian depan lorong sangatlah gelap. Lorong itu seperti tidak berujung, namun ia hanya punya satu jalan.     

Tidak terasa, dua hari telah berlalu.     

Akhirnya, sesuatu yang berbeda muncul di depan.     

Pada dinding di sisi kiri lorong, terlihat sebuah pintu kayu dengan tepi berwarna putih.     

Angele mendarat di depan pintu itu dan memicingkan matanya. Seketika, lapisan tipis medan pelindung merah muncul di sekitar tubuhnya.     

Ia menggenggam gagang pintu itu dan sedikit memutarnya.     

Klak!     

Pintu itu terbuka, dan sebuah suara bergema di dalam lorong.     

Ia tidak membuka pintu itu sepenuhnya, namun karpet merah yang membentang di atas lantai masih terlihat dari celah pintu tersebut.     

Akhirnya, Angele membuka pintu itu, dan cahaya putih langsung menerangi tubuhnya.     

Di belakang pintu itu, terdapat sebuah aula yang luas, dengan karpet merah yang menutupi lantainya.     

Terdengar suara musik dari dalam ruangan itu. Suara tersebut terdengar seperti suara fonograf yang sudah tua. Suara tersebut adalah suara seorang wanita yang menyanyikan lagu yang tidak dimengerti Angele. Suaranya terdengar berat dan aneh.     

Lagu itu terdengar seperti lagu cinta, namun Angele tidak bisa memahami lirik lagu tersebut.     

Ia berdiri di depan pintu dan mengintip ke dalam melalui celah.     

Di seberang ruangan, terdapat sebuah cermin raksasa yang memantulkan bayangan tubuh Angele.     

Pada cermin itu, terpantul bayangan dirinya, seorang pria muda berambut merah dengan baju zirah kulit ketat yang diselimuti debu berwarna putih. Rambut merah panjangnya dikuncir, dan sebuah pedang crossguard perak yang sudah berkarat tersemat di sabuknya.     

Ia melihat sekeliling aula itu. Pintu kayu yang dipegangnya adalah satu-satunya pintu untuk masuk dan keluar dari aula itu.     

Satu-satunya suara yang bisa didengarnya adalah suara nyanyian wanita itu.     

Perlahan-lahan, ia berjalan memasuki aula dan mengusap kertas dinding berwarna kuning di aula itu dengan hati-hati.     

Kertas dinding itu terasa sedikit kasar. Setelah mengusapnya, ia segera mengetuk dinding itu.     

Tak!     

Sepertinya, tidak ada apa-apa di balik dinding itu.     

Angele mundur selangkah dan meninju dinding itu keras-keras.     

Brak!     

Dinding itu tidak bergerak sedikit pun. Serangannya tidak cukup kuat untuk merusak dinding tersebut.     

"Ha?" Angele menurunkan kepalan tangannya dan membentuk gestur tangan pisau. Tubuhnya dikelilingi dengan cahaya merah gelap.     

Shing!     

Ia menghantam dinding itu dengan telapak tangannya.     

Tap!     

Ujung jari tangannya menyentuh dinding itu, namun tidak ada apa pun yang terjadi.     

Ekspresinya berubah serius.     

"Walau aku sudah menggunakan kekuatan wujud asliku, tidak ada apa pun yang terjadi…"     

Tiba-tiba, ia menemukan bayangan yang bergerak-gerak di dinding ruangan.     

Ia segera menoleh, dan menemukan pakaian-pakaian yang berjalan sendiri tengah ruangan itu. Semua pakaian itu seolah dipakai oleh manusia tak kasat mata. Pakaian-pakaian tersebut sedang menari-nari dan bergerak ke sana kemari.     

Pakaian itu memiliki model dan warna yang bervariasi. Ada pakaian mewah, dan ada juga pakaian yang memiliki renda pada pinggirannya.     

Semua pakaian itu mengeluarkan suara yang berbeda-beda.     

Angele mulai berjalan mundur dengan hati-hati, kemudian ia mencapai pintu dan hendak keluar dari area tersebut.     

Tiba-tiba, ia menemukan sesuatu yang tampak tidak asing.     

Sebuah gaun putih.     

Gaun itu terlihat sama seperti gaun yang dikenakan oleh wanita misterius di dalam lukisan aneh yang dibawa Angele.     

Ia langsung mengenali gaun itu.     

Gaun itu berdiri diam di depan cermin. Pakaian-pakaian yang berdiri di sampingnya juga tampak tidak asing.     

Kaos putih dan celana jeans.     

"Pakaian Xinrui…" Titik-titik cahaya biru bersinar di depan mata Angele.     

'Zero, analisa tempat ini sekarang juga!'     

'Menganalisa… Melakukan visualisasi perubahan…'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.