Dunia Penyihir

Masa Lalu (Bagian 1)



Masa Lalu (Bagian 1)

0Di dalam hutan pohon kelapa di tepi pantai, dua kelompok ksatria dengan seragam yang berbeda sedang bertarung.     

Klang!     

Senjata-senjata logam dan panah-panah mereka terus berdenting. Para ksatria berseragam putih sedang mendominasi pertarungan, sementara para ksatria berseragam hitam berada di ambang kekalahan.     

Anehnya, ksatria-ksatria berseragam hitam itu tidak menyerah juga, dan mereka terus berusaha untuk melindungi pria berambut merah yang berdiri di belakang mereka. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka kehilangan semakin banyak anggota.     

Salah satu ksatria berseragam hitam memiliki jenggot panjang, dan tubuhnya dikelilingi dengan cahaya putih. Pria itu menggenggam scimitar dan perisai di kedua tangannya erat-erat sambil berteriak.     

"Mike! Pergilah!" Pria itu gagal menangkis sebuah serangan, dan punggungnya terkena serangan. Luka yang ditinggalkan serangan itu diselimuti lapisan cahaya tipis berwarna biru. Sepertinya, senjata para ksatria berseragam putih adalah senjata beracun.     

"Ada orang yang akan menolongmu di depan! Pergilah sekarang!" Pria itu kembali berteriak     

Pria berambut merah itu memandang si pria berjenggot panjang itu untuk terakhir kalinya, kemudian ia berbalik dan berlari. Mereka sudah melakukan hal yang sama berkali-kali semenjak awal perjalanan dari Perguruan Labirin. Pria berambut merah itu hanya ingin memastikan benda di tangannya sampai ke tempatnya dengan aman. Benda itu adalah satu-satunya benda berharga yang ia miliki, dan ia harus menukarkan benda itu dengan obat yang bisa membantu keluarganya.     

Lima ksatria keluarganya telah mengorbankan diri mereka untuk melindungi pria itu. Sosok berjenggot panjang itu adalah teman baik pria berambut merah.     

Sambil menggenggam kantong hitam di tangannya erat-erat, pria berambut merah itu berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis. Akhirnya, ia berbalik dan berlari lebih jauh ke dalam hutan.     

"Kejar dia!"     

Para ksatria berseragam putih menyadari apa yang akan dilakukan pria itu.     

Pria berambut merah itu terus berlari, namun efek sihir penambah kecepatan yang ia gunakan pada kakinya akan segera habis.     

'Keluarga kami telah mengumpulkan semua ksatria dan calon-calon penyihir demi misi ini. Apa pun caranya, kami harus berhasil membawa benda ini kembali!' Kalimat itu terus bergema dalam pikirannya.     

Di pandangannya, semua pepohonan di kedua sisinya bergerak mundur. Di depan, seorang wanita berkulit bersih dan mengenakan pakaian ketat sudah menunggunya. Wanita itu memegang dua bilah scimitar di tangannya. Rambut peraknya yang panjang tergerai di atas bahunya. Mata birunya bercahaya redup. Sepertinya matanya telah dimodifikasi dengan menggunakan sihir.     

Pria berambut merah itu menghela nafas lega. Ia melemparkan kantong hitam itu pada wanita tersebut. Akhirnya, pria itu jatuh di atas tanah.     

"Kerja bagus." Wanita itu menangkap kantong tersebut dan hendak berjalan pergi. Namun, tiba-tiba ia berbalik, dan memandang ke salah satu semak belukar, sebelum akhirnya kembali berjalan.     

Seorang pria berjubah panjang berwarna ungu berdiri diam di samping pohon kelapa, tepat di balik sebuah semak belukar. Wajah pria itu tertutup topeng. Ia hanya berjarak sekitar 10 meter dari kedua sosok tersebut. Sebuah aura aneh terpancar dari tubuh pria tersebut.     

Wanita itu benar-benar tidak tahu kapan pria tersebut mendekati mereka. Sebagai seorang calon penyihir tingkat 3 dan seorang ksatria resmi, wanita itu mengira bahwa ia mampu mendeteksi ancaman di sekitarnya. Namun, ia tidak merasakan keberadaan pria itu sama sekali.     

"Siapa kau?" Wanita itu bertanya dengan lirih.     

"Aku hanya punya satu pertanyaan sederhana." Walaupun sebagian besar wajah pria itu tertutup, suaranya terdengar jelas. "Apakah kau tahu jalan menuju Kerajaan Ramsoda?"     

"Ramsoda? Ini adalah teritori Menara Enam Cincin. Jika kau ingin pergi ke Ramsoda, kau harus pergi ke tenggara." Wanita itu menjawab dengan tenang. Sepertinya, ia tidak khawatir akan sosok-sosok ksatria berseragam putih yang tengah mengejar mereka.     

"Terima kasih banyak." Pria itu mengangguk dan berbalik.     

Tiba-tiba, ia berhenti dan memandang wanita berbaju hitam itu.     

"Gelombang-gelombang energi ini…"     

Ekspresi wanita itu berubah. Ia segera berbalik dan melihat ke samping. Sekelompok ksatria berseragam putih muncul dan telah menyadari keberadaannya.     

"Cepatlah! Kita sudah menemukan mereka!"     

"Beri tahu Master Fin sekarang juga!"     

Para ksatria berseragam putih itu berlari menerjang mereka dan mengepung area tersebut. Mereka juga menutupi jalan sosok berjubah ungu itu.     

"Perguruan Labirin… Mereka yang berusaha mencariku sebagai penjahat…" Tiba-tiba, pria berjubah ungu itu menggumam dengan nada dingin. "Kau sudah memberitahuku jalan menuju Ramsoda, maka aku akan membayarmu sekarang."     

Pria itu mengangkat tangan kanannya dan menekan turun.     

Brak!     

Tanah yang dipijak para sosok berseragam putih itu runtuh dan berubah menjadi tentakel-tentakel hitam. Tentakel-tentakel itu mengikat kaki para ksatria, sehingga mereka berteriak-teriak.     

Terkejut, wanita itu segera melihat keadaan sekitar dan menyadari bahwa semua ksatria berseragam putih telah ditarik masuk ke dalam tanah, hingga hanya menyisakan wanita itu dan si pria berambut merah.     

Sosok berjubah ungu itu telah menghilang masuk ke dalam hutan.     

Setelah mengetahui jalan yang benar, Angele berhenti dan berpikir selama beberapa saat. Ia memutuskan untuk mengunjungi Menara Enam Cincin dan melihat keadaan Isabel.     

Ia sedikit berganti arah dan berteleportasi ke tempat tujuannya.     

**     

Beberapa minggu kemudian…     

Hujan turun dengan derasnya. Secercah cahaya merah muncul di atas hutan yang amat luas dan danau dengan berbagai ukuran, kemudian berputar dan perlahan mendarat di dekat salah satu danau. Setelah cahaya merah itu menghilang, seorang pria berjubah ungu panjang muncul. Pria itu adalah Angele, yang telah berjalan lama tanpa beristirahat sama sekali.     

Angele mendongak dan memandang menara-menara tinggi berwarna putih. Beberapa penyihir terbang berlalu-lalang di langit.     

'Bertahun-tahun telah berlalu, namun sistem pertahanan mereka sama sekali tidak berubah…'     

Angele menggeleng dan berhenti memandang menara-menara tersebut. Ia mulai berjalan memasuki hutan di depannya.     

Akhirnya, pagar-pagar logam mulai bermunculan di depannya. Setelah beberapa saat, ia melihat sebuah gerbang besi di depan. Sebuah tanda berdiri di samping gerbang itu, dengan ukiran bertuliskan 'Isabel'.     

Angele menarik nafas dalam-dalam. Udara sejuk tempat itu terasa menyegarkan. Akhirnya, ia berjalan mendekati gerbang tersebut dan mengetuknya beberapa kali.     

Dok! Dok!     

Gerbang besi itu mengeluarkan suara-suara aneh, dan cahaya biru bersinar di permukaannya. Dari dalam gerbang, Angele mendengar suara seorang wanita.     

"Ini adalah teritori Keluarga Isabel. Siapa kau, dan untuk apa kau datang kemari?"     

"Aku datang kemari untuk mengunjungi Nona Golan Isabel. Aku adalah murid ibunya, dan aku datang kemari untuk berbicara dengan guruku." Angele menjawab. Sebelum pergi berkunjung ke tempat ini, ia telah mencari informasi.     

Setelah Isabel meninggalkan keluarganya, perang melawan bangsa duyung pun dimulai. Dalam perang itu, banyak organisasi yang kehilangan sebagian besar penyihir mereka. Nenek Isabel, Flan Jones, mati dalam pertarungan itu. Keluarga Jones nyaris saja hancur sebelum Isabel memutuskan untuk kembali dan membangun ulang segalanya. Beberapa ratus tahun kemudian, Isabel mengubah nama keluarga menjadi Keluarga Isabel karena ialah yang paling banyak berperan dalam membangun kembali keluarga tersebut.     

Selama hidupnya, Isabel telah mengambil banyak calon penyihir dan kembali membangun keluarganya seorang diri. Setelah pacarnya dari Kastil Taring Putih meninggal, Isabel pun meninggal. Namun, sebelumnya Isabel telah memilih salah satu sepupunya untuk menjadi kepala keluarga yang baru.     

Angele mengunjungi Keluarga Isabel karena ia ingin melihat hal terakhir yang ditinggalkan Isabel di dunia ini.     

"Murid Nona Isabel, kau pasti adalah seorang penyihir resmi. Mohon tunggu di sini. Aku akan mengirim pesan pada Nona Lina."     

Cahaya biru itu menghilang setelah wanita tersebut selesai berbicara.     

Angele tidak terburu-buru. Ia hanya berdiri di depan gerbang dan menunggu.     

Beberapa menit kemudian, sebuah gelombang energi cahaya menganalisa tubuhnya, dan gerbang itu terbuka. Seorang wanita tua dengan rambut putih yang berantakan berdiri di balik gerbang seraya menggenggam tongkat di tangannya. Wanita itu mengamati Angele dengan teliti.     

"Maaf, aku mengenal sebagian besar muridku, namun entah mengapa…" Wanita tua itu terlihat bingung.     

"Aku terlihat tidak asing, tapi kau tidak tahu namaku?" Angele tersenyum. Gelombang-gelombang energi tak kasat mata yang dilepaskannya mengganggu makhluk di sekitar tempat itu.     

"Iya, maafkan aku. Ibuku memiliki sangat banyak murid, dan… aku semakin tua dan mulai melupakan banyak hal. Ikutlah aku. Aku hidup sendirian di sini." Wanita tua itu melangkah ke samping dan menunggu.     

"Kau tahu, mungkin saja aku ini adalah penjahat." Angele tertawa.     

"Tidak ada benda berharga di sini. Berdasarkan gelombang mental yang kau lepaskan, aku yakin bahwa kau bukanlah seorang anak muda. Kekuatan mental-mu menunjukkan bahwa kau adalah seorang penyihir resmi yang kuat. Jika kau memang ingin masuk secara paksa, aku tidak akan bisa melakukan apa-apa." Wanita tua itu berjalan dengan dibantu oleh seorang pelayan wanita berbaju putih. Perlahan-lahan, mereka berjalan menyusuri jalanan berbatu dan masuk ke kelompok gedung-gedung putih di depan.     

Saat ini sedang turun hujan, namun pakaian wanita tua itu tidak basah sama sekali.     

Angele berjalan mengikuti wanita itu, dan gerbang besi di belakangnya tertutup perlahan-lahan.     

"Bolehkah aku melakukan penghormatan untuk Nona Isabel?" Angele berbisik tanpa berbasa-basi. "Aku sudah berpetualang selama bertahun-tahun. Aku sedih karena aku tidak bisa berbicara dengannya sebelum dia mati. Aku kembali ke sini untuk menyampaikan bahwa aku turut berduka cita."     

"Tentu saja, banyak sekali muridnya yang berkunjung kemari. Jika aku tidak salah, kau sudah berumur ratusan tahun. Jika kau mau, panggil saja aku Golan." Wanita tua itu tersenyum.     

"Baiklah. Golan, apakah guruku mengatakan sesuatu sebelum ia berpulang? Apakah ia punya permintaan terakhir?" Angele bertanya sambil berjalan.     

"Semasa hidupnya, ia tidak punya banyak teman. Saat ia meninggal, sahabatnya sedang pergi berpetualang menjelajahi dunia. Permintaan terakhirnya adalah bertemu dengan teman baiknya lagi, namun kita tidak bisa menemukan temannya itu saat Isabel masih hidup." Golan menggeleng.     

Angele merasa sedikit sedih. Sepertinya, Isabel ingin berbicara dengannya sebelum ia berpulang.     

Ia terdiam dan menghela nafas dengan perasaan yang bercampur aduk. Tanpa mengatakan apa-apa, ia berjalan mengikuti Golan dan pelayan wanita itu. Ia masuk ke dalam sebuah teras kecil di balik gedung-gedung.     

Teras itu dilindungi oleh pagar berwarna gelap. Di depannya, terdapat sebuah rumah kecil berdinding kelabu. Di sisi kanan teras, terdapat sebuah taman yang penuh dengan bunga-bunga putih yang harum.     

Di sisi kiri, hanya ada beberapa tanaman anggur, dengan sulur-sulur yang cukup kuat. Di antara sulur-sulur itu, Angele melihat beberapa buah anggur kecil berwarna hijau.     

"Inilah adalah rumah terakhir Nona Isabel. Kau boleh masuk dan melihat-lihat." Golan membuka kunci pintu dan melangkah ke sisi pintu tersebut.     

Angele memandang Golan, kemudian ia mengangguk dan berjalan masuk ke dalam teras tersebut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.