Dunia Penyihir

Petunjuk (Bagian 2)



Petunjuk (Bagian 2)

0

Baron Karl melompat turun dari kereta kuda dan memandang Philip selama beberapa saat, lalu ia melemparkan kedua pengawalnya ke tanah. Tindakan Angele membuatnya marah. Penumpang karavan lainnya kaget, dan berhenti melakukan aktivitas masing-masing untuk melihat apa yang sedang terjadi.

"Tuan Muda, Baron... Apa yang terjadi?" tanya Kapten Mark dengan ekspresi terkejut.

"Semuanya! Kemari!" Angele tidak menjawab pertanyaan itu, dan berteriak memanggil semua anggota karavan. Ia menarik lengan Philip, dan melemparkannya ke arah dua pengawal yang telah dilumpuhkan itu.

"Kalian! Kalian cari mati?! Ayahku adalah Marquis Syrias. Dia akan mencari dan membunuh kalian satu persatu jika kau membunuhku!" Philip berteriak histeris, dan rasa takut menghiasi wajahnya. Angele tidak menjawab. Ia hanya tertawa, mengambil cincin miliknya kembali dan menyembunyikannya di dalam kantongnya agar tidak ada yang melihat benda itu.

Angele melihat ke ayahnya, dan melihat kekecewaan di wajah sang baron. Keduanya saling memandang selama beberapa saat, kemudian mereka tertawa..

"Aku harap kau punya rencana." kata sang baron dengan suara berat.

"Iya, Ayah." Angele mengangguk dan tersenyum.

Semua orang berjalan mendekat mengelilingi ketiga orang tersebut, namun semua diam. Membunuh seorang count mungkin merupakan beban yang sangat berat bagi mereka.

Angele melihat sekelilingnya dan bertepuk tangan sekali.

"Kita di sini menderita bersama-sama. Walaupun perjalanan ini panjang dan sulit, kita telah menjadi kuat. Nah, sekarang aku akan menunjukkan sebuah cara agar kita semakin akrab." Angele memandang orang-orang di sekelilingnya sambil bertepuk tangan. Sang baron, dengan wajah santai, melemparkan sebilah pisau besi kepada anaknya.

"Mark!" Angele menangkap pisau itu dan memanggil kapten pengawal.

"Siap!" Sembari menelan ludah, Kapten Mark mengambil pisau yang diberikan Angele.

"Kalian masing-masing akan melukai mereka satu kali dengan pisau ini. Jangan melukai organ vital mereka." kata Angele sambil tersenyum. Senyumannya dingin sekali sampai Kapten Mark merinding ketakutan. Kemudian, Mark terus mengangguk, berjongkok, dan menggoreskan luka yang dalam ke tubuh Philip.

"Ah! Kau! Kau! Bajingan!" Philip berteriak-teriak seperti orang gila.

"Ayahku akan membalaskan dendam ini!" lanjutnya.

"Selanjutnya," Angele berteriak dengan sangat tenang. Pengawal lain mengambil pisau itu dan... Ketiga orang tersebut terus berteriak-teriak dan mengumpat di atas tanah. Setelah 5 menit berjalan, semua orang, termasuk para wanita dan remaja, telah melukai mereka satu kali.

"Bagus, sekarang kita adalah tim yang sangat kompak." Angele bertepuk tangan dan tersenyum. Philip, bersama dengan kedua pengawalnya, telah mendapatkan luka di seluruh tubuhnya. Semua luka itu terus mengucurkan darah. Mereka tidak lagi mengumpat, bahkan mereka memohon-mohon agar dibiarkan hidup dengan suara lirih.

"Bakar mereka. Perjalanan kita masih panjang." Angele melihat ke arah penumpang karavan lain, namun mereka terlalu takut untuk melihat dirinya.

"Ayah tidak tahu mengapa kau memutuskan untuk membunuh mereka, tetapi tidak apa-apa. Mari kita lupakan saja apa yang terjadi hari ini." Sang baron menghela nafas, dan berdiri di samping Angele.

"Maafkan aku, Ayah. Aku telah merusak rencanamu." Angele menunduk dan meminta maaf.

"Ayah mengerti, kau pasti memiliki alasan. Namun, sekarang keluarga kita lemah, dan kota besar seperti Marua memiliki banyak bangsawan kelas atas. Ayah sudah bilang, berpikirlah dua kali sebelum melakukan sesuatu." Baron Karl menepuk pundak Angele.

"Aku mengerti, Ayah." Angele mengangguk sembari menyalakan api dan melempar ketiga orang itu ke dalamnya. Mereka berteriak-teriak karena kepanasan selama beberapa saat, dan dengan cepat mereka mati terbakar. Baju zirah kedua pengawal itu bersinar merah karena bara panas api.

"Ayo kita pergi." Sang baron memandang api itu selama beberapa saat, dan meninggalkan ketiga mayat itu. Suasana hening, semua memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan, dan tidak ada yang bertanya apapun tentang kejadian yang sangat mengerikan itu. Semua orang membutuhkan waktu untuk menghapus ingatan mereka tentang kejadian mengerikan itu, terutama para remaja seperti Maggie dan Celia. Wajah mereka masih pucat ketakutan setelah menggunakan pisau itu.

Terdengar lolongan serigala dari tempat yang baru saja mereka tinggalkan.

"Serigala. Hewan itu tidak takut api, dan mereka akan memakan mayat-mayat itu." kata sang baron sembari membuka jendela. Angele mengangguk. Dari informasi yang telah dipelajarinya di ruang belajar kastil, Angele mengetahui bahwa serigala di dunia ini sangat berbeda dari serigala di bumi. Di dunia ini, serigala adalah hewan berbulu hitam seukuran banteng. Mereka tidak takut api, dan biasanya hidup sendiri.

"Kita meninggalkan kereta kuda mereka di sana. Apa kita akan aman?" tanya Angele.

"Jangan khawatir, banyak bangsawan Rudin yang mati terbunuh di Dataran Anser karena serangan penjahat. Semua akan mengira jika mereka mati dibunuh penjahat, lagipula ayah sudah meninggalkan sejumlah uang di dalam kereta itu. Penjahat yang lewat dan mengambil uang itu akan menjadi sasaran utama ketika ada yang mencari Philip." Sang baron menjelaskan, seakan-akan sudah sering mengalami situasi yang sama.

"Kita akan aman setelah melewati perbatasan dalam setengah bulan." lanjut sang baron. Sementara itu, Angele memandang keluar dari jendela. Hari sudah gelap, dan yang terlihat di luar hanya bulan yang bersinar di langit dan rerumputan yang tumbuh di dekat kereta.

"Ayah, apakah Ayah pernah mendengar tentang Sekolah Aliansi Andes?" Tiba-tiba, Angele bertanya kepada sang baron.

"Dari mana kau mendengar tentang tempat itu? Hampir tidak ada yang tahu tentang Sekolah Aliansi Andes." tanya Baron Karl dengan terkejut.

"Aku mendengarnya dari Count Philip." jawab Angele.

"Yah, ada kemungkinan count itu akan diterima disana." jawab sang baron sembari meminum air dari botol minumnya.

"Sekolah Aliansi Andes adalah sekolah terbaik di seluruh Dataran Andes, dan mereka bertugas untuk melatih murid berbakat di negara itu. Setiap tahunnya, hanya sedikit orang yang akan diterima disana, dan semua lulusan sekolah itu akan menjadi orang terkenal, bahkan menjadi bangsawan kelas tinggi. Sekolah itu juga sangat berbeda dari sekolah bangsawan biasa, karena standar penerimaannya yang tinggi. Mereka menerima semua murid berbakat baik dari keturunan rakyat biasa maupun keturunan bangsawan. Ayah sempat berpikir untuk memasukkanmu ke sekolah itu, tetapi tubuhmu tidak bisa menerima Life Energy Seed..." kata sang baron. Kekecewaan terlihat jelas di wajahnya.

"Beberapa waktu lalu, aku menemukan sebuah cincin, dan menurut Count Philip aku bisa masuk sekolah itu tanpa tes dengan cincin ini." Angele tertawa dan mengeluarkan cincin itu. Sang baron pun kaget. Ia mengambil cincin itu dengan terburu-buru dan memeriksanya.

"Jika itu benar, cincin ini adalah satu-satunya harapan keluarga kita." Baron Karl berkata. Sedikit kegembiraan terdengar dari suaranya.

"Sepertinya itu benar, tetapi kita harus mencari lokasi sekolah itu dan cara sekolah itu menyeleksi murid baru." kata Angele.

"Philip melihat cincin itu dan mencoba merampasnya dariku. Kupikir ia akan membunuh kita semua setelah kita sampai di Pelabuhan Marua, untuk memastikan aku tidak mengganggu rencananya." Angele menduga-duga.

"Benar, kemungkinan besar bangsawan kelas atas itu akan melakukan hal picik seperti itu. Namun di sisi lain, kau sengaja menunjukkan cincin itu kepada Philip, kan? Apakah kau ingin mencari tahu seberapa berharganya cincin itu? Apakah kau membunuh Philip untuk membalaskan dendam kedua gadis itu? Angele, Ayah sama sekali tidak bisa menebak apa isi pikiranmu." kata sang baron.

"Semua itu benar. Lain kali, aku akan berpikir dua kali sebelum melakukan apapun." Angele menjawab sambil menundukkan kepalanya.

"Ayah sudah memutuskan. Saat kita tiba di Marua, Ayah akan meminta bibimu untuk mencari tahu tentang Aliansi Andes. Jika kau diterima menjadi murid di sana..." Sang baron berhenti berbicara, dan tersenyum.

***************************

Sepuluh hari kemudian, karavan mereka memasuki perbatasan Andes.

Di perbatasan Dataran Anser, terdapat banyak sekali tebing-tebing dan pepohonan, dimana berbagai spesies hewan dan tumbuhan hidup. Terkadang, Angele juga melihat tambang besi yang telah ditinggalkan. Di sana, mulai terlihat karavan-karavan lain, sebagian besar milik pedagang keliling, dan beberapa di antaranya milik bangsawan Kerajaan Rudin yang ingin tinggal bersama saudaranya di Marua.

Angele terus mencoba dan menganalisa berbagai spesies hewan dan tumbuhan, dan menyimpan informasi itu ke dalam chip-nya. Walaupun kekuatannya tidak akan bertambah lagi, informasi yang telah dikumpulkan mungkin akan berguna jika ia diterima masuk ke sekolah itu. Ditambah lagi, dengan bantuan chip-nya, Angele bisa belajar dengan jauh lebih cepat dan tidak akan melupakan apapun yang pernah dilihatnya. Mungkin, orang lain harus terjatuh dan melakukan kesalahan berkali-kali sebelum menemukan informasi yang benar, namun yang Angele butuhkan hanya sumber informasi. Chip-nya akan menyaring semua informasi yang salah dan memberikan cara termudah baginya untuk memahami materi yang diajarkan.

"Jika aku bisa masuk ke sekolah itu, mungkin aku akan bisa menemukan Perguruan Ramsoda yang tertulis di cincin itu. Perguruan itu pasti memiliki hubungan dengan dunia penyihir." Angele menjadi semakin gembira, hingga ia terus mengambil dan menatap cincin itu beberapa kali dalam waktu singkat. Namun, Philip tidak membawa benda seperti cincin itu, sehingga dia merasa sedikit kecewa. Sepertinya, benda berkekuatan sihir sangat sulit didapatkan, sehingga ia menjadi ingin tahu siapa Dice sebenarnya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.