Dunia Penyihir

Sekolah (Bagian 1)



Sekolah (Bagian 1)

0

Perasaan Angele menjadi tenang ketika mereka melewati perbatasan, dan tidak membutuhkan waktu lama bagi karavan mereka untuk sampai ke Pelabuhan Marua. Di luar gerbang kota, banyak sekali pedagang-pedagang yang berkumpul. Sepertinya, kelompok pedagang ini telah mendirikan pasar-pasar kecil yang tersebar di sekitar perbatasan Marua. Melihat banyaknya orang yang berjalan masuk dan keluar dari pasar-pasar itu, sangat jelas bahwa pasar itu sangat ramai.

Sekitar jam 3 sore, karavan Angele tiba di Marua, dan kereta-kereta kuda mereka berjalan perlahan-lahan di bawah naungan awan melewati pasar yang penuh sesak bersama-sama dengan karavan milik para pedagang garam laut. Sekitar dua hari yang lalu, Baron Karl menawarkan bayaran 50 koin emas kepada pemimpin karavan pedagang tersebut agar bisa masuk ke Pelabuhan Marua dengan mudah, dan mereka menyetujui tawaran itu.

Sang baron duduk di kereta kuda terdepan, pandangannya mengarah ke kota besar di luar jendela dan bertemu dengan dinding abu-abu yang menjulang tinggi. Sudut pandang dari jendela kereta menciptakan ilusi seakan-akan dinding abu-abu itu tak ada ujungnya. Di depan, pintu terbuka lebar, sehingga terlihat jelas para penduduk yang tenggelam dalam kesibukan mereka masing-masing. Beberapa kereta kuda, yang penuh dengan barang di gerobak belakangnya, berjalan keluar dari kota, sementara beberapa kereta lainnya berbincang-bincang dengan para penjaga untuk mendapatkan akses masuk. Para penjaga itu bersenjata lengkap, masing-masing mengenakan baju zirah hitam dan membawa tombak.

"Ini Kota Marua?" Angele keluar dari kereta, dan duduk di samping ayahnya.

"Iya, kita akan tiba di pinggir kota setelah melewati daerah ini. Dengan bantuan para pedagang itu, kita tidak perlu diperiksa satu per satu dan bisa masuk dengan mudah." kata sang baron sambil tersenyum.

"Jika kita tidak meminta bantuan para pedagang itu, akan membutuhkan waktu lama untuk masuk karena mereka harus memeriksa izin masuk kita satu per satu." lanjutnya.

Angele mengangguk dan melihat-lihat sekelilingnya. Di sana, ada banyak kereta kuda yang sangat mirip dengan kereta mereka. Dalam perjalanan ke pintu masuk, para pengawal karavan Angele melepaskan perlengkapan mereka dan meletakkan semuanya ke dalam kereta perbekalan. Tidak lama kemudian, mereka tiba di pintu masuk, dan melihat seorang pria tambun bermantel hitam turun dari kereta kuda merahnya. Pria itu terlihat lebih mirip seorang koki ketimbang seorang pedagang.

Pria itu berbincang-bincang dengan para penjaga pintu masuk selama beberapa saat. Wajahnya terus tersenyum sembari meletakkan sebuah kantong kecil ke tangan salah satu penjaga. Penjaga itu tertawa, dan melambaikan tangannya sebagai sinyal untuk membuka pintu. Namun, Angele melihat para penjaga menatap kereta kuda pria tambun itu selama beberapa saat - seakan mereka menyadari siapa pria itu sebenarnya, namun mereka tidak punya waktu untuk mengurusnya.

Tidak membutuhkan waktu lama bagi karavan Angele untuk masuk ke kota, dan mata semua penumpang langsung tertuju kepada kota yang bersih dan nyaris tanpa sampah berceceran. Di kedua tepi jalan, berjejer toko-toko yang menjajakan barang-barang seperti garam, makanan laut, barang bekas, mutiara, hingga hewan eksotis yang tidak pernah Angele lihat sebelumnya. Ada juga beberapa orang yang saling tawar menawar dengan pemilik toko.

Karavan Angele bergerak perlahan-lahan melewati jalanan, dan beberapa orang melihat ke arah karavan mereka dengan rasa ingin tahu. Sementara itu, beberapa petugas pelabuhan berjalan mengelilingi pasar dan menagih iuran pengelolaan. Beberapa kali, kereta kuda Angele berpapasan dengan gerobak yang membawa berton-ton garam.

Mereka terus berjalan selama sekitar setengah jam, melewati jalan demi jalan hingga akhirnya mencapai sebuah perempatan. Di sebelah gedung berdinding abu-abu, berdiri seorang wanita paruh baya berbadan tambun yang mengenakan pakaian khas bangsawan.

"Adikku Maria yang tercinta, sudah lama tidak bertemu. Aku senang melihatmu baik-baik saja." sapa sang baron.

"Kakak tercinta, aku juga senang bisa bertemu denganmu." Wanita itu tersenyum, dan keduanya saling berpelukan. Kemudian, Baron Karl memanggil Angele untuk keluar dari kereta.

"Ini Angele, anak keduaku. Dia lahir setelah kau menikah, jadi mungkin kalian tidak pernah bertemu." sang baron menepuk pundak Angele, dan Maria memandang Angele selama beberapa saat, seakan-akan sedang memeriksanya.

"Anak baik, semoga kau bisa akur dengan anakku. Ia adalah sepupumu, Buster." Maria tersenyum.

"Terima kasih, Bibi Maria." Angele mengangguk hormat, dan menjawab dengan sopan.

"Nah, aku sudah menyiapkan perjamuan untuk menyambut kedatangan kalian di rumah. Bangunan Taman Mawar telah dikosongkan, jadi kalian bisa tinggal di sana. Tetapi, kukira kakak akan membawa lebih banyak orang. Di mana Old Wade?" tanya Maria.

"Kita akan bicarakan itu nanti, mari kita kembali ke rumah terlebih dahulu." jawab sang baron dengan sedikit sedih.

"Baiklah, mari kita pulang. Anger, tunjukkan jalan pada kakakku." Maria memandang Baron Karl selama beberapa saat, kemudian mengangguk.

"Baik, Nyonya." Salah satu pekerja menjawab perintah itu. Sang baron berjalan ke kereta terdepan, sementara Angele masuk ke dalam kereta kedua. Dia mengerti, ayahnya sudah lama tidak bertemu dengan Maria, jadi mereka pasti memiliki banyak hal untuk dibicarakan. Di dalam kereta kedua, Maggie, Celia, saudara-saudara mereka, dokter, dan Kapten Mark terlihat khawatir, namun kekhawatiran itu hilang saat Angele masuk ke kereta mereka.

"Tuan Muda Angele, pekerjaan apa yang bisa kita lakukan di pelabuhan? Aku tidak punya keahlian selain membunuh..." kata Mark.

"Jangan khawatir, kau sudah bekerja di bawah ayahku sejak lama. Pasti ayahku akan memberikanmu pekerjaan yang sesuai." Angele tersenyum.

Maggie dan Celia duduk di samping Angele. Kegelisahan terlihat jelas pada ekspresi keduanya. Setelah pengkhianatan itu, sang baron harus membangun kembali kedudukannya di sini, dan yang lain, khususnya mereka yang tidak memiliki bakat, tidak akan dipedulikan setelah sang baron mencapai tujuan itu. Ditambah lagi, sekarang sang baron tidak memiliki teritori dan sumber penghasilan, sehingga mereka tidak bisa lagi hidup seperti biasanya. Mereka khawatir akan apa yang mungkin terjadi di masa depan nanti.

Angele duduk di dalam kereta, berusaha memikirkan cara untuk meredakan kekhawatiran mereka. Tiba-tiba, kereta kuda yang ditungganginya mengurangi kecepatan.

"Angele, turunlah dari kereta." panggil sang baron. Angele menjadi bingung, namun ia segera turun, dan melihat ayahnya berdiri di samping Bibi Maria. Kebahagiaan terlihat jelas di wajah keduanya.

"Ayah, Bibi Maria, ada apa?" tanya Angele sembari berjalan mendekati keduanya. Semua kereta berhenti di tepi jalan, dan para penumpang kereta mulai menurunkan perbekalan yang dibawa.

"Ayahmu mengatakan bahwa kau ingin mendaftar ke sekolah. Bibi dan ayahmu setuju. Kau beruntung, karena sekarang Sekolah Pelabuhan Marua sedang menerima pendaftaran siswa baru. Jika kau memenuhi syarat-syaratnya, kau bisa mendaftar ke sana." kata Maria sambil tersenyum.

"Sekolah Pelabuhan Marua?" Angele memandang ayahnya. Dia tidak pernah mendengar tentang sekolah itu.

"Sekolah itu memiliki sejarah panjang, dan mengajari hampir semua hal seperti teknik bertarung, karyawisata, musik, sastra, seni tari, dan seni lukis. Selain itu, mereka berhak untuk merekomendasikan beberapa murid untuk masuk ke Sekolah Aliansi Andes setiap tahunnya." Sang baron menyunggingkan senyum dan mendekati anaknya.

"Kalau kau mau mencari tahu tentang Sekolah Aliansi Andes dan mendaftar ke sana, ini sangat penting!" Baron Karl berbisik kepada anaknya.

"Biayanya mahal, kan?" tanya Angele.

"Biaya pendaftarannya 100 koin, dan ada biaya tambahan untuk semua kelas yang ingin kau ambil. Namun, harga itu tidak ada apa-apanya dibandingkan ilmu yang akan kau dapatkan." kata sang baron.

Angele merasa sedikit lega. Mereka telah menjarah uang para penjahat yang menyerang mereka dan barang-barang milik Count Philip, sehingga sekarang mereka memiliki total 1200 koin emas. 200 koin adalah hasil jarahan dari para penjahat, sementara 1000 lainnya adalah jarahan dari kereta Count Philip, sehingga sekarang mereka cukup kaya.

"Ini adalah hari terakhir pendaftaran. Kau pasti akan diterima jika kau mendaftar sekarang." kata Maria.

"Ayahmu mengatakan jika kau ingin masuk ke Sekolah Aliansi Andes. Kalau kau mendapatkan nilai bagus di Sekolah Pelabuhan Marua, pasti kau akan direkomendasikan masuk ke Sekolah Aliansi Andes." lanjutnya.

"Bibi, aku mau mendaftar sekarang. Tolong minta seseorang untuk mengantarku ke sana!" kata Angele.

"Tuan Siva bekerja sebagai staf pendaftaran di sana. Beberapa waktu lalu, anaknya meminta Bowater untuk membantunya. Akan kuberitahu Pak Siva aku mengirimmu ke sana." Maria mengangguk. Bowater adalah suami Maria, paman Angele. Ia bekerja sebagai staf di departemen pemeriksaan pelabuhan.

"Terima kasih, Bi!" Angele berkata dengan tulusnya. Ia merasa sangat gembira setelah mendengar hal itu.

"Tetapi, kau harus tinggal di asrama setelah masuk ke sekolah itu, jadi kau harus membawa pakaian dan barang-barang lainnya." Maria melanjutkan.

"Aku mengerti, akan langsung kuambil barang-barangku." jawab Angele. Kemudian, Maria memerintahkan pria bernama Anderson untuk mengantar Angele. Sebelum Angele pergi, ayahnya menepuk pundaknya. Dia tidak mengatakan apa-apa, namun terlihat jelas harapan di matanya. Maggie dan Celia turun untuk mendoakannya, dan Angele mencium keduanya di depan semua orang sebelum pergi bersama Anderson.

Kesempatan itu datang tiba-tiba, namun Angele sadar bahwa ia harus mengambil kesempatan itu. Sudah beberapa waktu berlalu setelah kekuatannya mencapai batas, dan ia hanya akan memiliki kesempatan untuk meningkatkan kekuatannya di sekolah ini


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.