Dunia Penyihir

Adolf (Bagian 2)



Adolf (Bagian 2)

0

'Medan magnetik tidak dikenal?' Rasa kaget dan gembira bercampur menjadi satu. Adolf terus menginterogasinya, sementara Angele terus berusaha untuk tetap tenang dalam kegembiraannya.

"Master Adolf, saya tertarik kepada kekuatan para Penyihir yang legendaris, jadi aku ingin masuk ke sekolah yang lebih baik agar aku bisa mencari lebih banyak informasi tentang mereka." jawab Angele dengan cepat dan jujur.

"Penyihir?" Adolf terdiam sejenak. Pikirannya tertuju kembali ke masa lalu.

"Itu… Mengingatkanku…" Kesedihan terlihat jelas di wajah Adolf, dan ia menghela nafas. Adolf menatap Angele selama beberapa saat dengan ekspresi yang campur aduk, Angele hampir ketakutan melihat tatapan gurunya itu.

"Sepertinya kau adalah sosok yang jujur karena kau tidak berbohong padaku. Kemarilah." Adolf memecah keheningan itu, dan perlahan ia berjalan keluar dari kelas itu. Angele mengikuti di belakangnya. Di luar, anak Adolf, Sophie, juga menatap Angele dengan tatapan bercampur aduk. Ia berbalutkan terusan ketat berwarna merah. Wanita itu diam, tak berkata-kata, menunjukkan bahwa ia tidak mendengar pembicaraan ayahnya.

Mereka bertiga berjalan turun dari bangunan itu dan masuk ke kereta kuda besar berwarna merah dan berukiran lencana keluarga Scales. Kereta kuda itu cukup untuk menampung lebih dari tiga orang.

"Masuklah ke dalam kereta." perintah Adolf sambil menunjuk kereta kuda itu.

"Baik, Master." Dengan sopan, Angele menjawab dan segera masuk ke kereta itu.

Angele duduk di seberang Adolf dan Sophia, sementara kereta mulai berjalan maju dengan cepatnya. Di dalam kereta, suasana sangat hening dan tidak ada yang mengatakan apapun, namun Angele menyadari bahwa Adolf sedang memikirkan sesuatu. Kereta itu terus berjalan melewati kawasan pusat kota Marua, hingga akhirnya mencapai gang penuh rumah. Mereka berhenti di depan rumah bercat merah dan putih. Hari sudah siang saat mereka sampai di rumah itu.

Adolf masih berdiam diri, sembari mengajak Angele dan Sophie untuk masuk ke rumahnya. Mereka menaiki tangga ke ruang belajar di lantai dua, diiringi sapaan beberapa pekerja.

"Duduklah." Adolf duduk di sofa di belakang meja, sementara Angele melihat sekelilingnya. Di sana, terdapat dua rak penuh buku bersampul kulit berwarna merah. Kemungkinan besar, semua buku itu ditulis oleh Master Adolf sendiri, karena sampul semua buku itu tertulis dengan huruf-huruf yang sulit dibaca. Di meja, terdapat sebuah lampu minyak berwarna keemasan, pulpen bulu putih, sebotol tinta hitam, dan sepucuk surat berstempel perak yang sudah dibuka.

"Ony, bawakan tamu muda kita ini segelas Marconi. Kau pasti tahu apa yang aku dan Sophia mau." perintah Adolf dengan lantang. Sophia duduk di samping ayahnya dengan ekspresi wajah seakan tidak peduli apa yang akan ayahnya lakukan. Tidak lama kemudian, seorang wanita paruh baya berbadan tambun menyuguhkan minuman pada mereka dan menutup pintu ruang belajar tanpa suara.

Minuman di depan Angele terlihat seperti cokelat hitam yang dilelehkan, namun berbau seperti lemon yang dicampur dengan jeruk. Rasanya hangat dan enak.

"Beritahu aku alasan keputusanmu itu. Mengapa kau memutuskan untuk mencari para Penyihir?" Adolf memulai.

"Kau tahu kan, dunia para Penyihir itu sangat sulit untuk dicari, dan kau harus terus bekerja keras jika ingin tetap ada di dunia itu. Kau tidak akan bisa membayangkan betapa kerasnya kau harus bekerja." lanjutnya.

"Master Adolf, jujur saja, tubuh saya tidak bisa menerima Life Energy Seed, jadi tidak mungkin bagi saya untuk menjadi seorang Grand Knight. Namun, saya telah menyaksikan kekuatan seorang penyihir dengan mata kepala saya sendiri, dan kekuatannya sangat dahsyat. Saya ingin tahu apakah saya bisa menjadi kuat dengan cara yang berbeda ini." Angele menjawab pertanyaan itu tanpa ragu dan membeberkan semua yang ia tahu pada Adolf. Lagipula, itu bukanlah sebuah rahasia besar.

"Kau pernah menyaksikan kekuatan seorang penyihir? Masih ada penyihir di sekitar sini?" Adolf sangat terkejut, bahkan Sophia pun sekarang menatap Angele dengan rasa ingin tahu.

"Tidak, saya tidak benar-benar melihat seorang penyihir. Saya melihat seseorang menggunakan kekuatan dari benda sihir yang telah retak." jawab Angele.

"Dia pasti seorang penyihir! Hanya para penyihir yang bisa menggunakan benda seperti itu." Adolf mengangguk.

"Kau adalah sosok yang sangat jujur, namun membutuhkan talenta lebih banyak untuk menjadi seorang penyihir dibandingkan untuk menjadi seorang Grand Knight. Apakah kau yakin memiliki talenta seperti itu?" lanjutnya.

"Saya tidak akan tahu jika tidak pernah mencoba." Angele tersenyum.

"Setidaknya, saya harus mencoba. Jika tidak, sampai kapanpun saya tidak akan tahu apakah saya berbakat atau tidak." kata Angele. Kesuksesannya menyerap kekuatan dari cincin Dice membuatnya percaya diri.

"Bagus, bagus!" Adolf tertawa.

"Kau mirip denganku. Saat aku seumuranmu dulu, aku tidak pernah menyerah." lanjutnya.

"Tunggu, Anda…" Rasa gembira mulai muncul di hati Angele.

"Tidak, aku bukan seorang penyihir. Aku hanya seseorang yang mengagumi mereka." Adolf menghela nafas, dan terdiam.

"Maaf, aku lelah sekali. Aku harus beristirahat sebentar. Datanglah lagi lain kali." kata Adolf.

"Terima kasih telah mengundang saya. Saya pamit dulu." Sebetulnya, Angele masih ingin berbincang-bincang, namun akhirnya ia memutuskan untuk pulang.

"Sophia, antarkan dia keluar." Adolf berdiri, dan mengambil sebuah buku dari raknya.

"Ini adalah buku bahasa Erathia. Bacalah terlebih dahulu, dan besok datanglah ke sini untuk kelas privat. Jika potensimu bagus, mungkin aku akan merekomendasikanmu untuk masuk Sekolah Aliansi Andes." kata Adolf.

"Terima kasih, Master Adolf!" Seru Angele dengan gembira sembari menerima buku yang diberikan oleh gurunya,

"Iya." Adolf melambaikan tangannya, dan berhenti berbicara. Angele berjalan keluar dari ruang belajar dengan ditemani Sophia. Sesampainya di luar, Angele langsung menaiki kereta kuda.

"Ayahku berharap padamu, dan dia akan tahu jika kau berbohong. Aku menghargai pilihan Ayah, tapi kuharap kau tidak mengecewakannya." kata Sophia dengan serius.

"Aku mengerti." Angele mengangguk sopan.

Enam bulan kemudian…

Di rumah Adolf.

"Walaupun kita bisa mengganti kata 'Kafka' dengan 'roda satu', kalimat ini akan masih terlihat kurang baik dalam bahasa Anmag." Adolf menjelaskan sambil memandang secarik kertas. Alisnya mengernyit. Jarinya menunjuk kata itu, dan jarinya berputar seolah melingkari kata tersebut.

"Pemilihan kata di kalimat ini sangat buruk. Seharusnya, kau menggunakan kata 'Ignite' dalam bahasa Rudin." Adolf melanjutkan, sementara Angele mendengarkan penjelasan gurunya tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dalam setengah tahun, mereka menjadi semakin dekat. Dengan bantuan chip-nya, Angele mampu menguasai berbagai bahasa dengan sangat cepat dan berhasil baik. Sebenarnya, ia telah menguasai kedua bahasa itu dalam seminggu, namun ia berpura-pura mempelajari bahasa itu selama setengah tahun untuk menghindari kecurigaan murid lain. Kemampuannya menguasai tiga bahasa dalam setengah tahun membuat Adolf percaya bahwa Angele adalah anak jenius.

Sekarang, Adolf sedang menguji kemampuan Angele untuk mengenal berbagai macam bahasa jika dicampurkan dalam satu kalimat. Ia ingin memastikan jika Angele bisa memahami semua bahasa tersebut.

"Anda benar. Saya tidak menyadari kesalahan itu. " Angele menunduk malu. Sebenarnya, kesalahan itu dibuatnya dengan sengaja.

"Kau masih harus banyak belajar, tetapi kau telah lulus ujian ketiga bahasa ini." Adolf meletakkan kertas itu dan tersenyum. Angele tersenyum lega, namun dalam hati ia sudah tahu hasil akhirnya. Adolf menatap Angele dengan rasa bangga.

"Angele, kau telah belajar padaku selama lebih dari setengah tahun, bukan?" tanya Adolf.

"Iya, Master." jawab Angele.

"Apakah kau tahu siapa aku sebenarnya?" Adolf tersenyum.

"Sebagai asisten direktur dewan keamanan, aku telah mencari tahu siapa kau sebenarnya." lanjutnya. Angele mengangguk tanpa menjawab. Dia sadar bahwa gurunya adalah sosok yang berpengaruh, namun ia tidak bermaksud apa-apa walaupun ia tahu itu. Adolf menatap wajah Angele. Ia berusaha mencari perubahan ekspresi di wajah Angele, namun ia tidak melihat perubahan sama sekali. Adolf merasa senang karena posisinya tidak mempengaruhi kelakuan muridnya itu.

"Yah, itu tidak penting kan? Kita berdua memiliki sasaran yang jauh lebih besar."

Angele mengerti bahwa Adolf hendak menunjukkan sesuatu, dan menyadari bahwa kesempatan yang ditunggu-tunggunya telah datang. Adolf berdiri dan memberikan Angele sebuah buku berjudul "Perjalanan Hati oleh Buckwill Henry"

"Master, apa ini?" tanya Angele.

"Itu adalah buku biografi pemikir jenius, Master Buckwill Henry." jawab Adolf. Ia sangat menyukai Angele karena ia sangat rajin dan berbakat. Angele mampu menguasai tiga bahasa dalam 6 bulan, jadi pastilah ia berusaha keras untuk mempelajari ketiga bahasa tersebut,

"Namun, jarang ada yang tahu bahwa Buckwill Henry adalah sosok yang misterius." lanjutnya.

"Dia adalah seorang penyihir?" tebak Angele. Rasa gembira mulai muncul dari hatinya.

"Benar. Bawa buku ini dan bacalah. Kemarilah jika kau ada pertanyaan." Adolf mengangguk dan tersenyum puas.

"Terima kasih, Master!" kata Angele. Ia menyadari jika ia pasti akan mempelajari sesuatu yang sangat penting dari buku itu.

"Bersiaplah, staf Sekolah Aliansi Andes akan datang dalam 15 hari." kata Adolf.

"Baiklah, saya permisi dulu, Master." Angele berdiri. Tangannya menggenggam erat buku yang diberikan gurunya. Tidak mungkin Adolf memberikannya buku yang tidak berguna, namun ia kaget karena Adolf memberikannya buku yang ditulis oleh seorang penyihir.

"Aku sudah terlalu tua, dan terlambat bagiku untuk belajar. Ambilah kesempatan ini." Adolf mengangguk sambil tertawa.

"Baik, Master!" Angele balas mengangguk.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.