Memanggil Pedang Suci

Maju untuk Mundur



Maju untuk Mundur

0Setelah melihat ekspresi ragu Kudla dan Sereck, Rhode segera memberikan penjelasan.     

"Intinya, kekuatan kita tidak cukup kalau pulang lewat jalan sebelumnya."     

"Kekuatan mayat hidup bukanlah masalah besar kalau mereka sendirian. Yang menjadi masalah adalah ketika mereka menyerang secara berkelompok. Karena kelompok kita semakin besar, tentunya area yang harus kita lindungi juga bertambah luas. Itu juga berarti semakin banyak musuh yang harus kita hadapi. Sebaliknya, jika kita meneruskan perjalanan di dalam gua ini, kekuatan para mayat hidup yang akan kita hadapi memang tinggi. Tapi setidaknya kita tidak akan menjumpai gerombolan mayat hidup dalam jumlah yang sangat banyak. Selain itu, makhluk mayat hidup berlevel tinggi cenderung bergerak sendirian. Ini mempermudah kita saat menghadapinya.     

"Tapi bukankah beberapa mayat hidup berlevel tinggi memiliki kemampuan mengendalikan mayat hidup berlevel rendah?"     

Sepertinya Sereck punya pengetahuan yang cukup soal mayat hidup.     

"Jangan khawatirkan hal itu."     

Rhode memegang pedangnya dan membuat sebuah peta di tanah. Pertama-tama, dia menggambar sebuah lingkaran, yang diikuti dengan sebuah garis.     

"Saat ini posisi kita di sini. Untungnya, tempat ini termasuk daerah perbatasan sehingga kita bisa pergi dengan cepat selama kita bisa berjalan dengan cepat. Kemudian kita akan lewat sini…"Rhode menunjuk garis di dekat perbatasan dan melanjutkan ucapannya, "Maka kita akan tiba di daerah lain dari Silent Plateau. Ada lembah di sini. Ketika kita bisa melewati lembah tersebut, kita dapat meninggalkan Silent Plateau."     

"Bagaimana kau bisa tahu?"     

Kudla merasa sangat penasaran. Dia menatap Rhode dan berpikir bahwa Rhode mungkin hanya membual.     

"Karena aku pernah mengunjungi tempat ini."     

Seperti biasa, Rhode tidak menjelaskan perkataannya. Dia membalas pertanyaan Kudla dengan suara datar.     

"Ada dua jenis mayat hidup di lembah yang aku sebutkan. Yang pertama adalah Giant Skeleton…ku pikir kalian pasti bisa mengenalnya dari namanya. Monster ini adalah kerangka tulang raksasa yang memiliki kekuatan yang besar. Kekuatan tersebut mampu menutupi kelemahannya yaitu tidak bisa bergerak dengan cepat."     

"Para Giant Skeleton memiliki kemampuan meledakkan diri saat kondisi sedang kritis. Bahkan jika pertarungan seakan sudah berakhir, jangan langsung mengira kalian sudah menang. Banyak tulang di tubuhnya yang masih bisa menyerangmu meskipun terpisah dari tubuhnya. Meskipun begitu, mereka memiliki kelemahan – ada sebuah Soul Fire (Api Jiwa) yang tersembunyi di balik tengkoraknya. Jadi selama kita bisa menghancurkan tengkorak mereka, kita telah mengalahkan Giant Skeleton. Kepandaian monster-monster ini tidak terlalu tinggi jika kita saling bekerja sama. Sejauh kita bisa menghindari serangan-serangannya, kita dapat menaklukkan mereka."     

Rhode menjelaskan kelebihan dan kelemahan para Giant Skeleton secara rinci. Sereck dan Kudla mengangguk setelah memahami bagaimana cara menghadapi mereka.     

"Kemudian, daerah yang berada dekat dengan ujung lembah ini adalah daerah Death Knight."     

Rhode menggunakan pedangnya untuk menggambar lingkaran lain.     

"Death Knight sangat tangguh. Bisa dibilang kekuatannya setara dengan tuan Sereck. Dan, seperti yang dibilang oleh tuan Sereck tadi, dia memiliki kekuatan mengendalikan mayat-mayat hidup yang levelnya lebih rendah darinya. Bawahan yang bisa dia kendalikan tidak lain adalah para Giant Skeleton."     

Tangan Rhode berhenti bergerak.     

"Karena itulah, kita harus segera membereskan para Giant Skeleton secepat mungkin. Walaupun Giant Skeleton tidak memiliki kemampuan telepati, tapi jika kita tidak bisa menghabisi mereka dengan cepat, maka Death Knight akan menyadari ada sesuatu yang janggal. Orang bodoh bahkan tahu apa akibatnya."     

Kudla sedikit terkejut dan setuju dengan strategi Rhode. Awalnya, dia mengira bahwa Rhode terlalu muda menjadi seorang pemimpin. Tetapi setelah mendengar penjelasannya mengenai para monster dan bagaimana cara mengalahkan mereka, semua keraguannya terasa lenyap.     

Bisa dibilang bahwa Rhode telah mengajarkan kepada Kudla bagaimana cara memberi instruksi pada kelompoknya. Pertama , dia akan menjelaskan pola serangan musuh dan mengajari kelompoknya cara membalas serangan mereka. Penjelasannya begitu rinci sehingga dia menyebutkan skill-skil apa yang perlu mereka gunakan. Yang lebih mengagumkan, sepertinya Rhode memiliki pengetahuan mendalam tentang skill-skill tersebut.     

Di bidang ini, Kudla langsung paham bahwa dia bukanlah tandingan Rhode. Dia tahu tidak ada pemimpin kelompok prajurit bayaran lain yang menggunakan metode kepemimpinan seperti ini. Kebanyakan pemimpin kelompok hanya memberikan perintah untuk menyerang, bertahan atau mundur.Sebelumnya, Kudla sangat yakin itulah cara yang tepat memimpin sebuah kelompok prajurit bayaran. Kudla berpikir bahwa bagian tersulit dari kepemimpinan adalah kecepatan reaksi pemimpin kelompok dan pengertian di antara bawahan-bawahannya. Tetapi, Rhode telah memberikan pengetahuan baru untuknya.     

Kudla benar-benar terkejut. Dia tidak bisa membayangkan hal tersebut.     

Setiap prajurit bayaran memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Gaya bertarung mereka tidaklah sama. Oleh karena itu, mustahil bagi seorang pemimpin memberikan perintah spesifik kepada semua bawahannya.     

Tak diragukan lagi, jika Kudla adalah seorang pemain, dia tidak akan bisa melakukan banyak hal. Seperti yang dikatakan oleh Rhode sebelumnya. Sebelum menghadapi BOSS, setiap pemain harus membuat persiapan sendiri-sendiri.     

"Yah, kurasa itu saja."     

Rhode menepukkan tangannya.     

Di dalam game, setelah menjelaskan strategi sebelum misi, Rhode biasanya menambahkan sesuatu seperti ini: "Jika kau tidak memperhatikanku, aku akan langsung menendangmu nanti (Kick: Sebuah opsi untuk 'mengusir paksa' pemain tertentu yang menjengkelkan, aneh dan sebagainya)." Tapi berhubung sekarang dia tidak sedang bermain game, maka mereka tidak akan bisa mengubah keadaan jika mereka celaka.     

Rhode tidak tertarik berdebat dengan orang mati.     

Setelah menyelesaikan diskusinya dengan Sereck dan Kudla, Rhode mengumpulkan semua orang dan menjelaskan bahaya yang akan mereka hadapi. Kepada setiap individu dalam kelompoknya, Rhode juga memberikan penjelasan yang spesifik. Kali ini, formasi mereka akan sedikit berubah. Rhode, Celia dan Sereck akan menjadi ujung tombak serangan sementara Anne bertanggung jawab melindungi para Cleric. Sedangkan para prajurit bayaran Victorious Wine hanya diberi pekerjaan sederhana oleh Rhode karena dia tidak terlalu mengenal mereka. Pemuda itu meminta mereka untuk melindungi bagian belakang formasi bersama Kudla. Kudla sudah mengerti bagaimana menghadapi mayat hidup itu. Rhode paham bahwa Kudla bukanlah orang bodoh. Jadi seharusnya, tidak ada masalah bagi mereka.     

Meskipun demikian, ada dua perubahan drastis yang mereka rasakan.     

"Bagaimana denganku? Apakah aku tidak ikut menyerang?"     

Marlene merengut.     

"Sihir-sihirmu yang memiliki jangkauan luas kurang cocok digunakan di tempat itu. Tujuan kita adalah menyelesaikan pertarungan secepat mungkin tanpa menarik perhatian musuh lain."     

"Begitu…"     

Setelah mendengar penjelasan Rhode, Marlene mengangguk. Beberapa saat kemudian, dia melanjutkan perkataannya.     

"Kalau begitu, bukankah lebih baik kalau aku mengeluarkan sihir Silence? Dengan demikian, aku tidak akan menarik perhatian musuh-musuh kita."     

Rhode tertegun sejenak.     

"Apakah kau bisa menggunakan sihir Silence?"     

"Tentu saja!"     

Marlene mengangguk.     

"Bukannya kau seorang Mage Elemental?"     

"Aku mahir menggunakan sihir-sihir elemental. Tapi aku juga cukup berpengalaman dalam menggunakan sihir ilusi dan tipuan."     

"…"     

Rhode memandang Marlene yang terlihat bangga. Akhirnya pemuda itu paham kenapa orang-orang menganggapnya sebagai Mage jenius langka yang lahir sekali dalam jangka waktu ratusan tahun …Tidak heran banyak pemain yang mengeluh karena tidak bisa mengalahkannya. Nona muda ini benar-benar mirip dengan seorang BOSS asli dalam game…     

"Nak, aku mengerti perintahmu…"     

Walker membelai dagunnya. Ekspresi di wajahnya terlihat campur aduk. Sebelumnya, dia bertugas mengintai sekaligus mendeteksi musuh dari jarak jauh. Terus terang, dia sama sekali tidak ikut serta dalam pertarungan sebelumnya. Namun, Rhode merasa perlu berkontribusi dalam pertarungan kali ini.     

"Kau ingin aku menarik perhatian musuh, tapi bukankah mereka sangat sensitif dengan hal ini?"     

"Benar."     

Rhode mengangguk.     

"Jangan khawatir, aku akan menunjukkan apa saja hal yang harus kau lakukan."     

Sedangkan Anne dan Lize, tugas dan peran mereka tidak banyak berubah. Rhode bahkan tidak memberitahu apa yang harus Lize lakukan dan hanya mengingatkannya untuk menguasai ritme serangan mereka. Pertarungan selanjutnya bukan hanya menjadi ujian yang bagus, tapi juga kesempatan emas untuk mendapatkan lebih banyak pengalaman. Lize bertarung secara konsisten sejauh ini sehingga Rhode tidak perlu mengkhawatirkannya.     

Rhode juga tidak perlu memberikan banyak instruksi kepada Anne. Tapi pemuda itu akhirnya paham kenapa wakil pemimpin kelompok Mark White ingin mengusir gadis itu dari kelompoknya. Caranya menyampaikan pendapat terlalu blak blakan. Sebagian besar prajurit bayaran Victorious Wine sedang menatapnya dengan penuh amarah, terutama perempuan Thief setengah peri. Perempuan itu mungkin akan membunuhnya jika ada kesempatan.     

Meskipun demikian, dalam suasana yang tegang ini, Anne masih sempat bersenandung seakan-akan tidak ada masalah. Harus diakui…dia benar-benar berhak dipanggil dengan sebutan seorang 'tank'. Caranya menahan keagresifan musuh memang tidak bisa ditandingi.     

Setelah batu penghalang gua itu disingkirkan, angin dingin berhembus ke dalam dan membuat mereka semua menggigil.     

"Ayo."     

Rhode berkata sambil berjalan keluar gua. Semua orang mengikutinya di belakangnya.     

Ternyata mereka cukup beruntung karena tidak menemui serangan mendadak saat berjalan meninggalkan hutan tersebut. Ketika mereka benar-benar keluar dari hutan itu, semua orang menarik napas lega. Tapi sebelum mereka sempat menenangkan diri, mereka segera menemui musuh baru.     

Bum! Bum! Lize segera memadamkan sihir Holy Lightnya. Saat ini, mereka berada di tepi sebuah tebing. Diam-diam, mereka menatap sebuah bayangan besar yang bergerak bolak-balik di lembah. Semua orang merasa bulu kuduk mereka berdiri saat menatap monster itu.     

Giant Skeleton.     

Sesuai dengan namanya, mereka adalah tulang raksasa tanpa daging. Tinggi mereka lebih dari tiga meter dan kerangka mereka terlihat kuat serta keras. Tapi yang mereka lakukan hanyalah berkeliaran di sekitar lembah. Kepala mereka yang besar sesekali menoleh untuk memeriksa keadaan sekitar. Di dalam rongga matanya yang kosong terlihat Soul Fire yang memberikan nyawa kepadanya. Soul Fire tersebut bersinar seperti matahari kecil. Soul Fire tersebut memancarkan cahaya hijau yang menyinari lembah bagaikan sebuah mercusuar.     

Apakah mereka benar-benar bisa menaklukkan monster sekuat ini?     

Tidak ada yang percaya diri untuk menjawab pertanyaan itu.     

"Oke, dengarkan aku baik-baik."     

Rhode mengambil napas dalam-dalam dan merendahkan suaranya. Dia berbalik dan memberikan isyarat kepada Walker.     

Walker segera membungkuk dan berjalan maju. Dua bayangan melangkah menuju batu besar di dekat lembah.     

"Kau lihat itu?"     

Rhode menunjuk ke arah Giant Skeleton yang tidak terlalu jauh darinya. Monster itu memegang tongkat tulang besar sambil bergerak maju mundur. Walker menelusuri tempat yang ditunjuk Rhode dan mengangguk.     

"Tembakkan panahmu ke sana. Ingat, jangan sampai mengenai Giant Skeleton itu, tapi di dekatnya. Sekitar lima meter darinya."     

"Baiklah."     

Walker mengangguk. Dia menarik busur dan membidik targetnya dengan konsentrasi tinggi. Semua orang hanya bisa menahan napas ketika menyaksikan pria tua itu melakukan tugasnya.     

Ketika Giant Skeleton tersebut berbalik dan berjalan ke sisi lain lembah, Rhode berteriak.     

"Sekarang!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.