Memanggil Pedang Suci

Takdir Kembar (2)



Takdir Kembar (2)

"Seseorang ingin bertemu denganku?"     

Rhode terkejut, tapi dia mengikuti Arthur dan mendatangi pintu ruangan. Kemudian, Arthur tertawa, mengulurkan tangannya dan menarik pegangan pintu. Lorong yang ada di belakang pintu tempat dimana Rhode berasal menghilang. Sebaliknya, lorong itu menjadi lorong batu yang terlihat sangat redup. Arthur mengulurkan tangannya dan mempersilakan Rhode.      

"Silakan."     

"…"     

Rhode merenung. Kemudian, dia melangkah untuk memasuki lorong di depannya. Saat dia memasuki lorong itu, sebaris obor langsung menyala dan area yang terkena sinar obor itu berubah lagi. Atap lorong itu perlahan-lahan berubah menjadi putih sedangkan dinding di kedua sisi lorong berubah menjadi dinding putih. Obor-obor yang bergantung di dinding berubah menjadi lampu dinding terang. Bau disinfektan di udara menusuk hidung Rhode. Rhode berjalan ke depan sambil mengepalkan tangannya dengan erat. Wajah Rhode yang biasanya terlihat datar sekarang terlihat tegang karena dia tahu jelas dimana tempat ini. Dia juga bisa menebak siapa orang yang ingin bertemu dengannya….     

Sebuah tanda putih muncul di depannya. Rhode melihat ke depan dan melihat plat pintu [309]. Sambil menarik napas dalam-dalam, Rhode mengulurkan tangannya dan mengetuk pintu. Sesaat kemudian, sebuah suara yang lembut dan pelan terdengar.      

"Silakan masuk."     

Suara itu terdengar mirip dengan suara Rhode, tapi suara itu terdengar lembut bagaikan angin di musim semi, memberikan sensasi nyaman dan damai. Saat mendengar suara itu, Rhode terpana. Dia menggertakkan giginya, mengulurkan tangan kanan dan membuka pintu itu.     

Yang pertama kali Rhode lihat adalah jendela bergaya Perancis yang memperlihatkan pepohonan hijau dan halaman rumput di luar. Sebuah sosok pendek dan ramping sedang berbaring di tempat tidur rumah sakit, mengagumi pemandangan di luar. Saat mendengar suara pintu terbuka, dia berbalik badan dan tersenyum.      

"Ah…Kakak…."     

"…."     

Napas Rhode tertahan seakan-akan dia kembali ke masa lalu. Dulu, dia mengunjungi rumah sakit setiap hari untuk menjenguk adiknya. Adiknya selalu melihat pemandangan di luar jendela dengan datar. Rhode mengira bahwa itu adalah raut wajah adiknya yang mendambakan kebebasan di dunia luar. Tapi sekarang, sepertinya ada rahasia di balik ekspresi itu. Tapi bagaimanapun juga, itu semua adalah masa lalu. Dan sekarang….     

"Apa yang terjadi?"     

Rhode menenangkan diri dan mengamati ruangan itu. Semuanya terlihat mirip dengan ingatannya. Tapi ini mustahil. Adiknya sudah meninggal dunia. Rasa sedih yang dia rasakan bukanlah ilusi. Rhode merasa yakin. Jadi siapakah sebenarnya orang ini?     

"Apakah para jiwa naga pencipta berusaha menggunakan ilusi untuk menjebakku di sini dan membuatku melakukan konspirasi?"     

"Fufufu…"     

Wanita muda itu tertawa sebelum menggeleng.      

"Aku tidak menyangka bahwa kau akan merasa curiga seperti itu pada orang lain, Kak. Ya..Dari sudut pandang tertentu bisa dibilang bahwa aku adalah sebuah bayangan, karena aku adalah pecahan jiwa yang tersisa dari adikmu. Hanya ini satu-satunya hal yang ditinggalkan oleh diriku yang asli. Dia menyerahkanku pada empat tuan dan nona itu serta mengingatkan mereka untuk membiarkanku bertemu denganmu di saat yang tepat. Tapi aku tidak menyangka bahwa kita akan bertemu kembali dalam keadaan seperti ini…"     

"Pecahan jiwa? Kenapa sekarang? Kenapa kau tidak muncul di depanku sebelumnya? Ada begitu banyak waktu, jadi kenapa harus sekarang?"     

"Mungkin tuan dan nona-nona itu berpikir bahwa inilah saat yang terbaik. Bagaimanapun juga kau telah merasakan hidup di dunia itu sendiri, Kak. Jadi tidak sulit bagimu untuk menerima kebenaran ini, kan? Jika kau yang dulu bertemu denganku di masa lalu, apakah kau akan memercayaiku?"     

"Itu…"     

Rhode merasa bingung saat mendengar pertanyaan adiknya. Dia yang dulu pasti akan mencurigai perusahaan B&M Company dan menduga bahwa mereka ingin memanfaatkannya. Sedangkan untuk kata-kata yang ingin dia katakan, seperti pecahan jiwa dan semacamnya, Rhode pasti tidak akan bisa menerimanya dengan sepenuh hati….     

"Kak, tuan dan nona-nona itu berharap bahwa kau akan menjadi dewasa dan hanya memberitahumu semuanya setelah kau menyadari kekuatanmu. Tapi mereka tidak menyangka bahwa hal ini akan terjadi. Tapi…Mungkin inilah yang terbaik bagi diriku."     

Wanita muda itu merapikan pakaiannya sebelum duduk di tempat tidur. Tanpa sadar, Rhode langsung mengulurkan tangannya untuk menopang tubuhnya yang lembut dan rapuh. Kehangatan dan kelembutan yang dia rasakan di tangannya benar-benar sama dengan ingatannya. Mereka berdua terdiam. Dia mengambil dua bantal dan meletakkan mereka di belakang punggung 'adiknya' dengan nyaman. Kemudian, dia menarik sebuah kursi dan duduk di sampingnya. Semuanya sama seperti ingatan Rhode. Meskipun dia telah meninggalkan dunia ini dan menjalani hidup fantasi baru yang melibatkan pertarungan berdarah dan petualangan, namun ingatan yang membekas di dalam kepalanya tidak menghilang sama sekali.      

"Soal situasi kita, aku rasa kau telah mendengarnya dari mereka, kan Kakak?"     

Setelah terdiam selama beberapa saat, 'adik Rhode' berbicara. Rhode mengangguk dengan galau. Faktanya, dia masih belum bisa menerima kebenaran ini sepenuhnya. Dulu, Rhode mengira bahwa dia sangat tidak beruntung. Dia memiliki wajah seperti perempuan dan sering diejek oleh teman-temannya. Selain itu, dia adalah seorang pemuda yang sehat. Tapi dia harus ikut menanggung sakit dari adiknya.      

Kenapa aku sial begini?     

Ini adalah pertanyaan yang terus terngiang-ngiang di kepala Rhode sebelum dia 'berdamai' dengan adiknya. Tapi sepertinya, dialah yang beruntung sekarang. Dia memiliki tubuh sehat yang tidak dimiliki oleh adiknya dan bahkan mengambil sebagian besar kekuatannya. Dari sudut pandang manapun, dialah yang seharusnya merasa bersalah.     

"Aku…"     

Sebelum dia bisa selesai berbicara, wanita muda itu mengulurkan jarinya yang lembut dan menekan bibir Rhode dengan pelan.      

"Tidak perlu meminta maaf, Kak. Kau sudah meminta maaf di masa lalu."     

"Tapi dulu, aku tidak mengetahui kebenarannya…"     

"Bukankah sama saja?"     

"…Baiklah kalau memang begitu."     

Rhode menutup mulutnya. Dia tahu benar betapa keras kepala adiknya. Ketika dia mengambil keputusan, dia tidak akan mendengarkan pendapat orang lain. Rhode menatap wajah yang sangat mirip dengan wajahnya. Tapi yang terpampang di wajah itu adalah senyuman yang berbeda dan meninggalkan kesan mendalam bagi orang lain.     

Hanya ketika melihat senyumannya, Rhode bisa merasa tenang. Sepertinya tidak ada yang berubah dari hal ini.     

"Jadi….Kau adalah Void Dragon?"     

"Dulu memang iya, Kak. Sekarang, kau yang Void Dragon…Bukankah begitu?"     

"Kenapa kau tidak memberitahuku?" Rhode terlihat tidak senang dengan jawabannya. Dia menatap 'adiknya' sambil mengerutkan alis. "Sejak awal, kau telah mengetahui semuanya, kan? Termasuk fakta bahwa aku memiliki kekuatanmu. Jadi kenapa kau diam saja? Apa kau pikir aku tidak akan memercayaimu?"     

"Ini bukanlah pertarunganmu, Kak…"     

Adik Rhode menunduk dan mengalihkan perhatiannya.      

"Ini adalah takdirku. Aku menciptakan, memutuskan dan memilih takdirku sendiri. Oleh karena itu, aku harus menanggung konsekuensi atas pilihanku. Tapi kau berbeda. Kau adalah manusia biasa. Kau tidak mengemban tanggung jawab ini, bahkan tidak untuk sekarang. Aku tidak ingin kau menanggung beban ini karena ini memang bukanlah tanggung jawabmu. Sekarang, kami justru menyerahkan tugas ini padamu….Ahh!"     

Tapi sebelum dia selesai bicara, Rhode menyentak dahi 'adiknya' dengan jari dan membuatnya menjerit kesakitan.      

"Baiklah, tidak ada gunanya mengungkit hal ini sekarang. Sesuai katamu, kau akan bertanggung jawab demi pilihan yang kau ambil. Dan aku…" Rhode tersenyum, menunjuk dirinya sendiri dengan jempol. "Aku berbicara padamu sebagai Void Dragon sekarang, yang juga hasil dari pilihanmu. Jadi seperti dulu, berhenti mengungkit masalah itu dan terimalah."     

"Benar…Kau benar, kak…"     

Adik Rhode tersenyum. Dia memegang dahinya dan menatap Rhode dengan tidak senang. Tapi beberapa saat kemudian, dia tersenyum seolah-olah beban terangkat dari pikirannya. Dia juga terlihat jauh lebih tenang sekarang.      

"Kita tidak akan bisa mengubah hal-hal yang telah terjadi. Yang harus kita lakukan sekarang adalah terus berjalan ke depan…."     

Adik Rhode tersenyum dan mengulurkan tangannya ke arah Rhode.      

"Baiklah. Aku akan memberikan hadiah untukmu karena kau telah datang ke sini dengan aman, kak."     

"Benar-benar…"     

Rhode tersenyum dengan paksa, menatap 'adiknya' yang merentangkan tangan dan wajahnya yang mirip dengan wajah Rhode sendiri. Kemudian, dia mengulurkan tangannya dan memeluk tubuh 'adiknya'. Bibir mereka bersentuhan secara alami.     

"Mmm…Mmm…"     

Rhode menutup mulutnya dan menenggelamkan diri dalam bibir manis dan tebal yang terasa lembut bagaikan pudding itu. Napasnya yang harum dan menyegarkan bertiup ke arah wajah Rhode dengan lembut. Seperti biasa dia menjilat gigi Rhode dengan lidahnya yang kecil, berputar-putar seakan-akan lidah itu hidup, yang menarik ludah Rhode dengan ganas. Di saat yang bersamaan, Rhode merasakan sensasi yang aneh dan tidak asing dalam tubuhnya. Kontak di antara mereka selalu sangat dekat. Setiap kali adiknya merasa tidak enak, Rhode juga akan merasa kesakitan. Tapi sebaliknya, setiap kali Rhode merasa nyaman maka adiknya juga akan merasa nyaman. Dan jika mereka berdua merasa senang, maka energi tak berbentuk yang menghubungkan mereka akan terstimulasi, mengirimkan mereka ke sebuah surga yang luar biasa dan menyenangkan. Sesaat kemudian, Rhode merasa tubuh adiknya yang dia peluk bergetar. Kemudian, mereka berpisah. Benang air liur berwarna perak tergantung dari sudut mulut mereka, terjatuh ke lantai.      

"Kau masih kasar seperti biasanya, Kak…"     

"Jujur saja, aku tidak tahu apa yang harus ku rasakan…"     

Rhode tersenyum paksa saat melihat 'adiknya' yang merona merah.     

"Terutama setelah mengetahui identitasmu. Aku berpikir kenapa kita bisa menjadi sedekat ini dulu. Dulu, aku hanyalah bocah yang baru saja memasuki masa puber, dan kau…telah menjadi seorang Tuhan yang bisa menciptakan sebuah dunia. Memikirkan hal ini saja sudah membuatku merasa sangat tertekan."     

"Bahkan sebagai Tuhan pun, aku bukanlah orang serba bisa, Kak."     

Adik Rhode menghela napas, sebelum melanjutkan ucapannya.      

"Kami adalah para pencipta. Kami tidak punya waktu untuk memikirkan situasi kami sendiri. Ancaman 'Kekacauan', penegakan 'Ketertiban', dan kelanjutan hidup…Semua itu adalah hal yang penting bagi kami. Kami tidak pernah memikirkan hal-hal selain itu secara mendalam. Untungnya, setelah tiba di dunia ini dan kehilangan kekuatanku, akhirnya aku bisa mengerti apa yang tidak pernah aku alami sebelumnya. Menurut istilah dunia ini, aku rasa ini adalah…berkah tersamar, kan?"     

"Mungkin ya, mungkin tidak. Tapi kalau kau menganggapnya begitu, maka aku tidak akan memprotesnya."     

Rhode mengangkat bahu dengan pasrah saat mendengar jawaban adiknya yang nakal. Di sisi lain, 'adik' Rhode tersenyum dan memasang wajah serius lagi.     

"Pada awalnya aku berniat mengganti diriku yang lain untuk menyampaikan pesannya padaku. Tapi sekarang, kau sepertinya tidak hidup membaur dalam masyarakat, mencari pekerjaan dan hidup normal sesuai 'dugaanku'. Kak, aku benar-benar mencemaskanmu. Jujur saja, meskipun yang lainnya telah menemukan berbagai cara untuk memperkuat 'Ketertiban', namun kekuatan 'Kekacauan' terlalu tinggi. Selain itu, saat 'Kekacauan' menyadari bahwa kita mulai memperkuat 'Ketertiban', mereka pasti akan mencari cara untuk menghentikan kita…"     

Wanita muda itu mendongak dan menatap Rhode. Rhode tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk membelai rambutnya yang lembut dan panjang.      

"Aku tahu bahwa situasi ini cukup gawat. Tapi…Aku memiliki solusi untuk masalah ini," ucap Rhode.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.