Memanggil Pedang Suci

Helen



Helen

0

Semua orang menoleh ke arah asal suara itu. Mereka melihat gadis pirang berusia sekitar tujuh belas tahun yang tidak jauh dari situ berjalan ke arah mereka. Gadis itu menggunakan gaun bangsawan lengkap dengan sarung tangan putih. Rambutnya yang berwarna coklat dan pendek tergerai di bahunya. Dari jauh, dia terlihat seperti tuan putri muda dari keluarga bangsawan.

Sayangnya, gaun tersebut terlihat tidak memperlihatkan lekuk tubuh gadis itu. Bisa dibilang bahwa gaun itu terlalu kecil untuknya. Gaun itu membungkus erat tubuhnya yang gembung dan membuatnya terlihat lucu. Bagian paling menarik adalah dagunya yang gemuk, yang bergoyang setiap kali gadis tersebut melangkah.

Di sampingnya ada seorang pengawal muda yang memohon pada mereka sebelumnya. Dahinya penuh dengan keringat saat dia berbisik dengan panik pada gadis itu. Kedua pengawal lainnya menundukkan kepala mereka dengan wajah muram sambil mengikuti gadis dan pengawal muda itu. Ada bekas tangan yang terlihat jelas di muka mereka.

"Jadi, orang brengsek mana yang berani merebut kereta kudaku?" Gadis itu berseru sambil berjalan ke arah mereka.

Dia terengah-engah saat berteriak, tapi dia tidak menunggu jawaban dan menatap langsung ke arah kusir.

"Kau tak boleh membawa orang-orang ini pergi dari sini! Kau dengar aku!? Ini adalah perintah!"

"Apa-apaan kau!"

Mendengar perintah ngawur dari gadis tersebut, Lize tidak dapat menahan diri.

"Kami sudah menyewa kereta kuda ini terlebih dahulu, jadi bagaimana bisa kau…"

"Diam. Kau pikir kau siapa! Kau berani berkata denganku dengan nada seperti itu!?"

Gadis gemuk itu marah dan memotong perkataan Lize. Kemudian, dia mengangkat jarinya dan menunjuk ke arah mereka bertiga.

"Tunggu saja! Kalian berani sekali memancing kemarahan keluargaku, lihat saja aku akan…"

Gadis itu belum menyelesaikan perkataannya saat Rhode tiba-tiba mengangkat lengannya dan menggertakkan jari.

"….!!"

Tiba-tiba suasana menjadi hening. Mulut gadis itu tidak lagi mengeluarkan suara. Matanya terbelalak dan dia memegang lehernya dengan erat. Ekspresinya berubah ngeri ketika menyadari bahwa dia tidak bisa berbicara.

Di bahu Rhode, Burung Roh milik Rhode menatap gadis itu sambil memancarkan sebuah cahaya sihir.

"Tuan Putri!! Anda baik-baik saja?!!! Tuan Putri!!"

"…!!!"

Pengawalnya yang panik bergegas mendekati gadis itu setelah menyadari bahwa tuan putrinya sedang tercekik. Namun, ketika dia mendekat, dirinya tertabrak oleh dinding transparan dan terjatuh ke atas tanah.

"…!!....!!"

Badan gadis tersebut mulai gemetar. Beberapa bagian tubuhnya kejang-kejang, mulutnya mulai membesar secara tidak wajar, dan matanya melotot seakan-akan bisa lepas kapan saja.

"…Tu-tuan Rhode?"

Lize merasa agak gelisah. Walaupun dia tidak begitu paham apa yang sedang terjadi, dia bisa menebak ada hubungannya dengan Rhode.

Nyatanya, Rhode tidak melakukan apa-apa. Karena Burung Roh adalah roh elemen angin, burung tersebut dapat memanipulasi udara di sekitarnya entah bagaimana caranya. Satu-satunya hal yang Rhode lakukan adalah menyegel udara di sekitar gadis tersebut. Kalau musuhnya adalah seorang petualang, maka trik ini mungkin lebih susah untuk dilakukan, tapi mudah saja menggunakannya terhadap orang biasa.

"…!!!"

Rhode akhirnya memberi isyarat pada Burung Roh untuk berhenti saat gadis tersebut hampir pingsan.

"Puf!"

Sesaat kemudian, gadis itu terjatuh ke tanah. Dia terjatuh bagaikan boneka yang rusak, wajahnya sangat pucat, dan dia terengah-engah tanpa henti. Wajahnya terlihat takut dan bingung.

"Ah, tuan putri! Tuan putri! Apa kau baik-baik saja?!!"

Pengawalnya berdiri dengan cepat dan bergegas ke sampingnya. Dalam hati, dia merasa lega karena pilihannya untuk tidak berdebat dengan Rhode adalah pilihan yang tepat. Kalau saja dia melakukan kesalahan seperti ini terhadap Rhode, pemuda itu bisa membunuhnya dengan mudah dan dirinya tidak akan pernah tahu bagaimana caranya dia akan mati!

"Uhuk…uhuk…" Gadis itu terbatuk cukup keras.

Ketika dia kembali pulih, dia susah payah mengangkat kepalanya dan menunjuk Rhode.

"Kau, apa yang kau lakukan! Ben, bunuh dia! Bunuh dia, cepat! Cep…"

Sayangnya, kata-katanya kembali terpotong. Karena saat itu, Burung Roh yang bertengger di bahu Rhode mengunci tatapannya pada gadis itu. Muka gadis tersebut pun memucat, dan di saat yang bersamaan, dia mulai berguling-guling di tanah, tanpa bisa berkata-kata.

"K-Kumohon! Kumohon lepaskan dia, Tuan! Putri Helen masih muda dan labil, kumohon maafkan dia…"

"Aku lebih suka dengan kedamaian dan ketenangan."

Rhode hanya membalas permohonannya dengan satu kalimat sederhana sebelum berbalik ke arah kereta kuda itu. Lize kasihan dengan gadis muda tersebut. Setelah ragu sesaat, dia mengikuti Rhode ke arah kereta. Hanya Matt yang menunjukkan ekspresi lega dan dia berjalan dengan santai ke arah kereta sambil bersenandung.

Dengan ekspresi cemas, Lize kembali melirik ke arah gadis yang tersiksa itu dan bertanya pada Rhode. "Tuan Rhode, apakah tidak apa-apa kalau kita meninggalkannya dalam kondisi seperti itu?"

Lize sama sekali tidak tersinggung dengan gadis tersebut. Bagaimanapun juga, dia sudah lama hidup sebagai prajurit bayaran. Sepanjang perjalanannya, dia telah bertemu dengan macam-macam orang. Beberapa orang senang meremehkan orang lain, dan beberapa lainnya juga hobi melecehkan orang lain. Awalnya, Lize mudah terpancing emosi ketika menghadapi orang-orang seperti itu, tapi setelah menjadi veteran selama beberapa tahun, dia belajar mengontrol emosinya.

"Kudengar mereka berasal dari kota Deep Stone. Bukannya akan merepotkan jika kita memprovokasi bangsawan-bangsawan tersebut?"

"Kau salah, nona Lize."

Matt mendengus tidak setuju.

"Kau tahu siapa tuan Rhode, kan? Bangsawan kelas tiga seperti mereka bahkan tidak berharga di matanya. Terlebih, gadis kasar itu benar-benar tidak sopan. Lebih baik kita abaikan saja mereka."

"Tunggu dulu."

Rhode menatap langit di luar jendela.

"Kita akan berangkat sesuai dengan waktu yang dijanjikan. Kalau mereka tidak datang tepat waktu, maka itu sudah bukan urusanku lagi. Karena aku sudah terlanjur berjanji, aku akan menepatinya."

Matt tidak membantah ketika mendengar keputusan Rhode. Dia hanya duduk di samping dan menggerutu sendirian. Sepertinya Matt sangat tidak suka pada mereka.

Beberapa menit kemudian, seseorang membuka pintu kereta. Orang itu adalah gadis muda tadi. Mukanya masih terlihat sepucat salju. Dia terus melirik ke arah Rhode yang duduk di kursi dengan ekspresi takut sambil terus menggigit bibirnya. Jelas saja, dia tidak ingin duduk di ruangan tertutup bersama orang yang menyiksanya, khusunya setelah kapten pengawalnya, Ben, memperingatkannya dengan tegas untuk tidak menyinggung perasaan pemuda itu. Ben menekankan bahwa Rhode bisa saja membunuh mereka dengan mudah. Ketika mendengar hal tersebut, jantungnya hampir copot. Di matanya, Rhode adalah iblis, dan dia ingin berlari jauh, jauh darinya secepat mungkin…

Namun ketika gadis itu ingat bahwa ayahnya akan pulang ke kota dalam tiga hari, dia hanya bisa mengalah. Karena di kota kecil ini tidak ada kereta kuda lain, butuh waktu sekitar dua hari untuk mencapai kota Deep Stone dengan berjalan kaki. Jika dia tidak menumpang kereta kuda ini, keluarganya akan tahu bahwa dia telah keluar untuk bermain-main dan dia akan dimarahi oleh ayahnya. Ketika Helen memikirkan hal ini, dia tidak sengaja teringat dengan kata-kata ayahnya, yang meninggalkan rasa takut dalam hatinya. Karena itulah, dia hanya bisa pasrah pada nasibnya dan menaiki kereta tersebut.

Tuan putri itu terlalu manja. Dia tidak pernah mengalami kesusahan seperti ini. Setiap kali dia ingin menyuarakan pikirannya, mulutnya akan sedikit terbuka, tapi dia segera menutupnya karena merasa takut pada Rhode. Pada akhirnya, dia hanya diam dan duduk muram di dalam kereta itu. Baginya hal tersebut memalukan, tapi dia tidak punya pilihan lain. Bahkan ekspresi yang terpasang di mukanya saat ini mungkin dapat membuat orang-orang merasa kasihan padanya jika mereka tidak tahu apa yang terjadi.

Namun, Matt mencuri pandang ke arahnya dan tergelak dalam hati. Pedagang dan bangsawan selalu hidup di jalan yang berbeda. Walaupun kedua pihak saling bekerja sama, namun diam-diam mereka saling meremehkan pihak lainnya. Para bangsawan menganggap para pedagang hanyalah orang-orang mata duitan, sedangkan para pedagang menganggap bangsawan sebagai orang-orang sok. Sekarang saat seorang bangsawan bodoh muncul di hadapannya, akhirnya dia bisa melampiaskan rasa frustrasinya pada gadis itu. Tentu saja, dia ingin mengejek gadis itu keras-keras dan mengusirnya dari kereta ini, namun karena Rhode duduk di sampingnya, Matt mengurungkan niat itu.

"Halo, namaku Lize Noir. Bolehkan aku tahu siapa namamu?"

Lize berpikir bahwa suasana di kereta ini menjadi kaku, jadi dia berusaha untuk mencairkan suasana tersebut. Di matanya, dibandingkan dengan bangsawan lain yang pernah ia temui, gadis itu tidak seburuk mereka.

"…Na-namaku adalah Helen Keller." Suaranya terdengar seperti cicitan yang nyaring.

Matt melirik Rhode diam-diam, merasa takut dengan 'sihir hitam'nya. Tidak pernah sekalipun dalam hidupnya dia menjadi objek siksaan seperti itu. Terus terang dia berpikir bahwa hidupnya sudah tamat, tidak hanya sekali, tapi dua kali…

Apa aku salah dengar?

"Helen Keller?"

Lize terkejut sejenak saat mendengar nama itu. Dia berhenti bicara sebentar, kemudian mengingat sesuatu yang penting.

"…Keller? Apakah kau berasal dari keluarga Keller yang merupakan pemilik pertambangan Nalander?"

"Ya, ya! Benar! Kau tahu tentang keluargaku?"

Helen mendadak merasa senang karena seseorang di sini mengenali keluarganya. Dia ingin mengobrol lebih jauh, tapi begitu dia mengingat keberadaan Rhode, dia segera memelankan suaranya.

"Ya. Markas kelompok prajurit bayaran kami terletak di kota Deep Stone. Kami sudah pernah mendengar keluarga Keller yang terkenal sebelumnya. Saya ingat bahwa keluarga anda memulai bisnisnya dengan penambangan bijih, dan akhirnya berkembang menjadi salah satu keluarga besar yang mahsyur dalam kota Deep Stone hanya dalam beberapa dekade saja.

"Tentu saja! Ayahku memang hebat."

Suasana hati seorang perempuan dapat berubah secepat cuaca. Setelah topik pembicaraan saat ini menyinggung tentang ayahnya, Helen tiba-tiba mengobrol tanpa henti dengan Lize. Tekanan dan rasa tegang yang ia rasakan sebelumnya telah menghilang. Walaupun dia merasa sedikit khawatir dengan Rhode, keadaannya saat ini jauh lebih baik baginya. Sebelumnya dia merasa seolah-olah terlibat dalam perdagangan ilegal.

Rhode dan Matt tidak tertarik mengobrol bersama mereka. Namun mereka berdua tetap merasa sedikit kaget.

Bukan karena topik pembicaraan mereka; mereka lebih terkejut karena Lize bisa mengobrol dengan Helen.

Walaupun mengobrol itu mudah dan dapat dilakukan siapa saja, tapi kenyataannya tidak segampang itu karena mengobrol pun membutuhkan teknik-teknik tertentu. Pertama-tama, topik yang dibicarakan harus bisa menarik orang lain. Kedua, pihak lainnya harus berbicara atas kemauan mereka sendiri. Ketiga, pembicaraan harus terus mengalir. Tiga hal tersebut tidak semudah kedengarannya. Rhode telah bertemu dengan banyak wanita, dan walaupun wajah mereka secantik dewi-dewi dalam legenda, namun kalau saat mereka berbicara tidak dapat membuat orang lainnya merasa nyaman, maka percuma memiliki wajah secantik itu. Kalau kedua pihak bicara memiliki minat yang berbeda, tidak akan ada yang bisa mereka bicarakan.

Di dunia ini, banyak prajurit bayaran yang dapat mengobrol dengan para bangsawan. Tapi tidak peduli apa, kapan, dan dimanapun, para bangsawan akan selalu menunjukkan keangkuhan. Hal ini karena para prajurit bayaran telah mengalami banyak hal yang belum pernah dialami para bangsawan. Sebagai contoh, bos sebuah perusahaan sedang berbicara dengan pekerjanya tentang barang-barang yang sedang didiskon untuk pelanggan mereka. Sebenarnya, para pekerja tidak peduli akan hal-hal tersebut! Lagipula mereka tidak akan mendapat diskon dari barang-barang itu.

Jurang di antara mereka berdua terlalu besar. Sebuah topik pembicaraan yang menarik bagi prajurit bayaran belum tentu menarik bagi para bangsawan.

Tapi sekarang, Lize ternyata dapat mengobrol santai dengan Helen mengenai kehidupan sehari-hari para bangsawan. Sebagai prajurit bayaran, ini merupakan hal baru yang menyenangkan bagi Lize. Dalam hidupnya, dia tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan para wanita bangsawan seperti berdansa, minum teh di siang hari, dan hal-hal lain yang beretika.

Mereka bahkan bisa berdiskusi mengenai 'Teh Mawar'…

Rhode mengerutkan alis. Apakah identitas Lize bukan hanya sekadar setengah malaikat?

Kebanyakan bangsa malaikat di Dragon Soul Continent termasuk dalam kelas atas, dan setengah malaikat berada tak jauh dari mereka.

Tapi jika Lize adalah seseorang dari kelas atas, bagaimana bisa dia menjadi seorang prajurit bayaran? Aneh…

Sambil merenung, dia mengamati Lize yang duduk di sampingnya. Pada saat ini, tiba-tiba sebuah dorongan untuk mencari kebenaran muncul dari dalam dirinya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.