Memanggil Pedang Suci

Arus Bawah



Arus Bawah

0

Situasinya kacau balau dalam sesaat.

Seperti kata orang-orang, teman yang bodoh akan lebih menyulitkan daripada lawan yang kuat.

Dari sudut pandang Rhode, para penyergap itu hanyalah samsak baginya. Walaupun dia melawan mereka berempat sendirian, dia yakin dia masih bisa menang. Lain halnya dengan Ben dan pengawal yang lainnya, yang tidak memiliki pengalaman ataupun kemampuan yang mumpuni untuk menangani penyergapan tersebut. Dua pengawal lainnya berseru ketika mengayunkan pedang mereka ke arah para pria berjubah hitam yang merupakan musuh mereka, terlibat dalam pertarungan jarak dekat dengan mereka. Jujur saja, keberadaan para pengawal ini membuat situasi lebih menantang bagi Rhode.

Tapi pada akhirnya, itu tetap tidak masalah baginya.

*Wuuushhh!*

Pedang putihnya bersinar di bawah langit malam. Rhode mengaktifkan skill Shadow Flash dan menyayat pria berjubah hitam di dekatnya. Dia membalikkan pedangnya dan memotong ke arah bawah. Darah segar menyembur dari leher pria itu, dan tubuhnya terjatuh pelan ke arah tanah.

Saat mayat itu telah menyentuh tanah, Rhode sudah bergerak. Dia merentangkan tangan kirinya dan sebuah kartu hijau muncul di telapak tangannya. Kemudian Rhode mengepalkan tangannya dan meremas kartu itu.

"---!!!"

Suara kicauan burung bergema di dalam hutan itu, diikuti dengan garis-garis cahaya hijau yang berkerlip di langit malam. Garis-garis itu berubah menjadi sorotan cahaya dan melesat ke depan.

Musuh-musuhnya tidak menduga bahwa Rhode bisa membunuh mereka tanpa ragu. Ketika sorotan cahaya itu melesat melewati mereka, tanpa sadar mereka tertegun, tapi sebelum mereka dapat bereaksi, sebuah badai yang dahsyat menelan mereka, diikuti oleh suara siulan.

"Woaahh!"

"Aaaahhh!"

Keempat pria berjubah hitam yang tertangkap oleh badai itu menjerit. Mereka terhuyung-huyung dan terpisah pada dua sisi. Rhode tidak perlu menghabiskan waktu. Dia berubah menjadi bayangan dan dia menukik ke arah empat pria tersebut untuk menghabisi mereka.

Dibandingkan dengan kelas Thief, Ranger ataupun Spy yang professional, kemampuan bersembunyi Rhode tidak bisa dianggap setara, namun itu sudah lebih dari cukup untuk menangani musuh selevel ini. Nyatanya, musuh-musuhnya tidak terlalu beruntung. Ketika badai angin itu mulai reda, tiga pria berjubah hitam itu sudah terjatuh ke tanah, ketiganya tewas. Tanpa memeriksa mayat-mayat tersebut, bayangan Rhode tiba-tiba melesat dan muncul di dekat para pengawal.

Dia melambaikan tangan.

"Jangan bengong saja. Pergi lindungi kereta kuda itu."

"Ah, baik!!"

Mendengar perkataan Rhode, Ben tiba-tiba mengingat kembali apa tujuannya berada di sini dan segera memberikan isyarat pada anak buahnya untuk bergegas kembali ke arah kereta.

Begitu pengawal-pengawal tersebut pergi, Rhode akhirnya merasakan pergerakan bayangan yang ada di belakang.

-

Ini adalah kesempatan terbaik Orlando.

Setelah memerintahkan anak buahnya untuk bergerak, Orlando telah bersiap-siap untuk menyerang, namun dia sama sekali tidak menyangka kalau kekuatan Rhode melampaui dugaannya. Bahkan empat prajurit berpedang level 10 tidak mampu menahan serangannya. Untungnya, mereka masih berhasil memainkan peranan mereka dan sekarang giliran Orlando mengerjakan bagiannya!

Ketika Rhode membunuh ketiga orang tersebut, Orlando sudah meninggalkan semak-semak tempatnya bersembunyi dan berlari melewati kereta tersebut. Setelah menyaksikan pertarungan sebelumnya, dia akhirnya bisa menilai kekuatan musuhnya. Selain Rhode, tiga pengawal lainnya ternyata memang selemah dugaannya. Gadis Cleric itu cukup ahli, tapi tetap saja dia tidak bisa bertarung. Selama dia bisa bergerak secepat mungkin, dia dapat menculik nona Helen dan menggunakan gadis itu sebagai tawanan untuk membalikkan keadaan.

"Siapa di sana!"

Sebagai seseorang dengan kelas Thief yang hampir mencapai tingkat lanjut, kecepatan Orlando sangat tinggi. Selain Rhode dengan panca indranya yang tajam, orang lain yang bisa mendeteksi Orlando hanyalah Lize. Lize segera mengeluarkan perisai untuk dirinya secara reflex, tapi target Orlando bukanlah dirinya, jadi dia berlari melewati gadis tersebut dan mendekat ke arah kereta kuda.

"Tolong!!!"

Dalam sekejap, teriakan Helen bergema dari dalam kereta.

Helen sudah terbangun sejak saat pertarungan itu dimulai, tapi dia tidak mengetahui dengan jelas situasi yang ada di luar. Lize hanya memperingatkannya untuk mengunci pintu dan bersembunyi di dalam dengan tenang. Karena itulah Helen meringkuk di sudut kereta dan menutup telinganya. Selama pertarungan berlangsung, suara-suara benturan senjata, seruan-seruan penuh kemurkaan, dan suara konflik mematikan lainnya membuatnya merasa ketakutan setengah mati. Tidak heran, mengingat ini adalah pertama kalinya bagi Helen mengalami situasi seperti itu, dan dirinya yang terkunci di dalam kereta tanpa bisa memeriksa keadaan yang ada di luar membuatnya semakin cemas, yang pada akhirnya menambah rasa takutnya.

Tiba-tiba, tanpa peringatan, sebuah bayangan muncul di dalam kereta, dan dia hanya bisa menjerit ngeri. Namun, sebelum dia bisa bereaksi, pria itu menutup mulutnya dan membawanya keluar dari kereta.

Pada saat ini, Rhode telah memerintahkan para pengawal untuk mengepung Orlando.

"Jangan dekat-dekat denganku!" Orlando berbicara dengan pelan sebelum mencabut pisaunya dan menempelkan benda itu ke leher Helen.

Lengan kirinya mencengkeram pinggang Helen dengan erat dan matanya menatap Rhode dengan waspada. Setelah menyadari bahwa dirinya menjadi tawanan pria itu, rasa takut Helen perlahan-lahan membuatnya kaget, jadi dia hanya bisa berdiri kaku seperti patung.

"Lepaskan tuan putri!!"

Melihat Helen yang ditawan pria itu, Ben dan dua pengawal lainnya sadar bahwa mereka telah membuat kesalahan yang fatal. Bagaimana bisa tuan putri mereka jatuh dengan segampang ini ke tangan musuh mereka? Kalau saja tadi mereka tidak terpancing untuk maju bertarung dengan musuh lainnya…sekarang setelah nyawa tuan putri terletak di tangan musuh, apa yang harus mereka lakukan?

"Hmpfh."

Ketika dia menyadari bahwa kerumunan itu berhenti mendekat, Orlando sedikit tenang. Setelah ini, Orlando akan bergerak ke langkah berikutnya dari susunan rencananya. Selama dia menawan Helen, dia bisa kabur dengan mudah ke arah hutan dan menghilangkan jejaknya dari orang-orang ini. Tapi…

Ada satu masalah.

Dasar gemuk sialan. Dia sangat berat. Berapa pon beratnya? Bukankah seharusnya wanita bangsawan kaya bertubuh ramping dan ringan?

Mereka seharusnya terlihat seperti gadis Cleric di sana. Bagaimana bisa Helen ini terlihat seperti seekor babi! Benar-benar sulit untuk membawanya pergi. Apakah dia benar-benar putri keluarga Keller?

Setelah menyeret Helen agak jauh, Orlando mulai berpikir untuk menyerah saja. Dia tidak mengira bahwa Helen segemuk ini. Ketika dia menerima misi untuk menculik putri dari keluarga Keller, dia tidak memikirkan kondisi fisiknya. Dia beranggapan bahwa Helen hanyalah putri bangsawan lemah lain yang berasal dari keluarga kaya-raya.

Namun, akhirnya, semuanya tidak selalu berjalan sesuai rencana. Bahkan sebenarnya saat dia mengangkat Helen keluar dari dalam kereta, dia sudah merasa ada yang tidak beres. Sesuatu yang dia cengkram dengan lengannya…bukanlah seorang manusia!

Itu adalah batu bata sialan!

"To-tolong aku!! Ben!! Brengsek, kenapa kau bengong saja di sana! Cepat selamatkan aku!"

Pada saat itu, Helen tiba-tiba tersadar dari kekagetannya dan mulai berteriak minta tolong. Tapi sebelum dia melanjutkan ucapannya, dia bisa merasakan pisau dingin yang menempel di lehernya.

"Diam kau, gendut! Kalau tidak, kubunuh kau!!" Orlando membentaknya dengan penuh rasa marah.

Helen segera menutup mulutnya dengan panik saat mendengar ancaman pria itu. Semua tekanan dan rasa frustrasinya terlihat pada wajahnya yang bulat dan matanya mulai berair. Entah bagaimana pemandangan itu terlihat menarik.

"T-t-tuan!"

Ben merasa sangat tegang dan panik. Dia buru-buru berjalan ke arah Rhode dan memohon bantuannya.

"Tolong bantu saya…tolong selamatkan tuan putri dari pria itu! Nona Helen adalah keturunan terakhir keluarga Keller, kalau beliau tewas…"

Rhode melambaikan tangannya dan memberi isyarat diam pada Ben. Dia sudah bisa menebak kata-kata selanjutnya dari Ben.

Ben menganggap bahwa Rhode menolak permohonannya dan dia menguras otaknya saat memohon kepada Rhode.

Orlando tidak paham makna isyarat dari Rhode, tapi sesaat kemudian, sebuah cahaya hijau melesat melewatinya.

Ini gawat!

Awalnya Orlando ingin menghindar, tetapi pada detik selanjutnya, dia merasakan adanya kekuatan transparan menabrak Helen yang berdiri di sampingnya. Helen dengan refleks membungkukkan badannya ke bawah karena kesakitan.

"Ahh!!"

Mengikuti perintah Rhode, Burung Roh menabrak Helen. Meskipun tabrakannya tidak begitu keras, tetapi tabrakan tersebut jelas bukan tabrakan ringan. Saat ini, Helen merasa kesakitan hingga membungkuk sehingga dia mengabaikan pisau yang menempel lehernya.

Mata Orlando melacak gerakannya dengan cepat dan melihat Helen yang kesakitan membuatnya tertegun sejenak. Bagaimanapun juga, kontrak yang mengikat Orlando bukanlah untuk membunuh gadis tersebut. Perintahnya adalah untuk membawa Helen hidup-hidup. Yang membuatnya paling terkejut adalah sikap Rhode yang tidak terlihat ragu sedikitpun, seakan-akan dia tidak peduli apakah Helen mati atau tidak.

Dia bereaksi pada Helen yang merasa kesakitan dengan menggeser pisaunya dari leher gadis tersebut, agar benda itu tidak membunuhnya. Setelah itu, dia membuat gerakan lain untuk kembali menempatkan pisaunya ke leher Helen.

Tapi dia gagal melakukan hal itu.

Sebuah perisai emas yang terlihat samar-samar tiba-tiba muncul dan menghalau gerakannya.

Perisai Pelindung?!

Orlando meringis ketika mengangkat kepalanya dan melirik ke arah Lize. Dahinya berkeringat karena dia tahu bahwa dirinya sedang berada dalam situasi yang gawat.

Dan pada saat inilah, Rhode akhirnya bergerak.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.