Memanggil Pedang Suci

Pembantaian



Pembantaian

0

"AAAAHHHHHH!!!"

Ruangan itu berguncang keras ketika jeritan yang mengerikan bergema di udara. Kedengarannya seolah-olah ratusan orang menjerit bersamaan. Ubin putih di lantai mulai pecah-pecah karena ledakan bunuh diri dari Pembunuh Api. Saat itulah Lize menyadari alasan ruangan ini terlihat sangat putih –'ubin-ubin' itu terbuat dari tulang-tulang manusia yang tertindih dengan rapat antara satu sama lain sehingga tidak ada celah yang terlihat!

Bulu kuduk Lize berdiri. Kalau saja Rhode tadi tidak menyadarkan dirinya tepat waktu, entah apa yang akan terjadi padanya ketika memasuki ruangan yang mengerikan ini.

Tanpa sadar Lize menoleh ke arah Rhode yang berdiri di sampingnya, tangannya terlipat dan mukanya terlihat datar seperti biasanya

Bagaimana caranya dia bisa tahu?

Rhode merasakan tatapan penasaran Lize, tetapi Rhode memilih untuk tetap menutup mulutnya. Tapi rasanya kurang bijak kalau memberi tahu gadis bahwa dirinya pernah mati sekali di sini dan hidup kembali setelahnya.

Sekarang bukan waktunya berpikir begitu.

"Lize, bersiaplah menyerang."

Begitu tulang-tulang putih itu menghilang, lantai batu hitam dan kotor terlihat. Keadaan di ruangan itu berubah drastis dan suasana indah bagaikan mimpi tiba-tiba menghilang. Meskipun demikian, patung yang berdiri di tengah ruangan itu masih terlihat cantik, kesucian dan kebersihannya tidak terpengaruh sama sekali oleh hal yang baru saja terjadi.

Tapi tidak ada waktu untuk mengagumi patung tersebut. Rhode memberikan instruksi-instruksi tertentu pada Lize dan bergegas maju ke dalam ruangan. Saat dia berlari menuju bagian tengah ruangan, dia mengulurkan tangannya ke depan dan sebuah kartu merah muncul di telapak tangannya sekali lagi, yang berubah menjadi kobaran api yang menyelimuti tubuhnya.

"---!!!"

Lengan-lengan tulang yang tak terhitung jumlahnya melesat ke arah Rhode, tetapi sebelum mereka bisa meraihnya, api yang menyelimuti tubuh Rhode mengibas dan menangkis lengan-lengan itu. Kemarahan dari Pembunuh Api jelas terasa dari api itu. Meskipun roh-roh milik seorang Spirit Swordsman seperti Rhode tidak mengalami kematian yang sesungguhnya, tapi mereka masih bisa merasakan sakit.

Meskipun setiap lengan tulang itu tidak memiliki kekuatan serangan yang tinggi, mereka menutupi kelemahan tersebut dengan mengandalkan jumlah. Rhode tidak memiliki sihir dengan efek menyebar, dan sihir Lize tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk memberikan luka yang signifikan. Meskipun akhirnya mereka mungkin masih bisa menaklukkan musuh ini dengan strategi menyerang secukupnya dan mundur dengan hati-hati, tetapi mereka akan kehabisan kekuatan jiwa sebelum bisa menaklukkannya.

Dengan demikian, Rhode tidak memiliki pilihan lain selain menggunakan strategi yang cukup aneh dan tidak lazim – yaitu melemparkan Pembunuh Api ke arah musuh seperti granat dan menghidupkan kembali roh itu setelah meledak! Rhode akan mengulang-ulang proses ini hingga dia berhasil menaklukkannya.

Anjing hitam yang malang. Dia hanya bisa menuruti perkataan majikannya sambil merengek sedih.

Klang!

Rhode menangkis serangan yang mengarah ke Pembunuh Api. Bukan karena dia kasihan terhadap anjing tersebut, tapi karena dia ingin menjaganya hingga mereka cukup dekat agar Rhode bisa melemparkannya dalam – dalam ke arah musuh.

Benar saja, saat ia mendekat, serangan sejumlah lengan tulang memaksa Rhode bertahan. Menghadapi lengan-lengan tersebut secara langsung bukanlah tindakan yang bijaksana, jadi Rhode bergegas mundur dan 'sengaja' meninggalkan Pembunuh api di depan.

Tidak perlu pintar untuk menyadari bahwa itu adalah perangkap. Untungnya, lengan-lengan tulang tersebut tidak sepandai itu. Dengan ceroboh mereka mencengkram tubuh Pembunuh Api dan menariknya ke arah mereka.

Buum!!

Tanpa ragu, lengan-lengan itu merobek tubuh Pembunuh Api dan tubuh anjing itu meledak sekali lagi. Kali ini, lautan tulang itu jatuh ke lantai karena efek ledakan tersebut. Tulang-tulang putih itu sekarang terlihat menghitam karena hangus, dan bahkan ada beberapa tulang yang hancur menjadi serpihan-serpihan kecil.

Rhode membalikkan telapak tangannya dan memanggil kartu merah kembali.

Untungnya tidak ada cara bagi roh tersebut melawan perintah Rhode. Ketika anjing hitam itu kembali muncul, dia menatap Rhode dengan pandangan kosong. Kebencian yang mendalam memenuhi hatinya, dan sifat buasnya menghilang. Kalau bukan karena kontrak yang mengikat jiwa mereka berdua, anjing malang tersebut pastinya sudah kabur dari tempat itu tanpa ragu.

Sayangnya Rhode yang 'dingin' tidak menggubris perasaan anjing itu padanya, dan dia hanya bersiul, memberikan tanda pada Pembunuh Api untuk terus melangkah maju.

Dan kemudian, pertarungan itu dimulai kembali.

Sepertinya memang otak monster itu sudah membusuk. Karena itulah, kumpulan tulang itu tidak bertanya mengapa anjing hitam itu bisa hidup kembali. Menghadapi Pembunuh Api yang melaju ke arah mereka, mereka hanya merobek anjing tersebut tanpa ragu dan kembali terkena ledakannya. Ledakan bunuh diri Pembunuh Api bukanlah sesuatu yang bisa ditahan semudah itu. Setelah beberapa ledakan, lautan tulang tersebut mengecil sekitar 30%. Sampai pada titik ini ketika mereka memutuskan untuk memperbaiki tubuhnya, tapi mereka tidak mengira bahwa Rhode telah menyelinap diam-diam di dekat mereka.

Karena Rhode telah menyelesaikan misi ini sebelumnya, tentunya dia tahu cara menghadapi monster itu. Lautan tulang tersebut hanya berperan sebagai pengalih perhatian dan musuh sebenarnya adalah patung suci yang ada di tengah ruangan.

"Lize, berikan aku perisai sihirmu!" Rhode berseru pada Lize yang berdiri jauh di belakang.

Tak lama kemudian sebuah cahaya emas membungkus tubuh Rhode. Hla itu membuat lautan tulang menyerangnya, tapi Rhode sudah siap menyambut mereka dengan pedang di tangannya.

Wushh!!

Dengan sabetan pedangnya, Rhode merobek tulang-tulang itu. kemudian dia mengaktifkan skill Shadow Flash dan melompat ke arah langit.

Meskipun kecepatan Rhode naik beberapa kali lipat saat dia mengaktifkan skill Shadow Flash, dia masih belum aman dari bahaya di depannya. Karena jumlah mereka yang banyak, kecepatan Rhode yang tinggi bukan menjadi masalah bagi mereka. Lengan tulang yang berjumlah banyak segera membuntuti Rhode. Kebanyakan serangan mereka meleset, tapi ada beberapa tulang yang berhasil mengenai sihir pelindung Lize yang mengakibatkan ujung jari mereka terluka.

Kemudian kali ini Lize yang bergerak.

Mengangkat kedua tangannya, sihir berupa pilar-pilar cahaya suci jatuh dari atas dan menghancurkan tulang-tulang yang mencoba menghalangi jalan Rhode. Potongan-potongan tulang terjatuh ke lantai.

Meksipun sihir itu tidak terlihat sempurna, gadis itu bisa mengeluarkannya karena darah malaikat yang ada dalam tubuhnya. Seakan-akan terbakar oleh api, lautan tulang itu mulai bergetar dan menjerit dengan marah. Tulang-tulang itu pun berubah bentuk menjadi seperti aliran tulang yang melaju ke arah pintu masuk ruangan tempat Lize berdiri.

Sementara itu, Rhode kehilangan kecepatannya. Walaupun skill Shadow Flash bisa meningkatkan kecepatannya, skill tersebut memiliki batas waktu. Selain itu, gravitasi adalah sesuatu yang terus menerus menariknya secara konstan ke arah bawah dan membatasi pergerakannya. Kelihatannya Newton tidak senang melihat Rhode dan mencoba menggunakannya sebagai contoh untuk membuktikan kebenaran teorinya.

Lautan tulang berada di bawahnya, dan Rhode yang kesulitan menyebrangi lautan tulang tersebut dan menghampiri patung itu berada dalam kesulitan besar. Jika dia terjatuh dalam lautan tulang itu, tamatlah riwayatnya.

Tetap Rhode memiliki rencana lain.

Dia mengulurkan tangan dan menggenggam kartu hijau yang muncul di telapak tangannya.

Burung Roh.

Setelah muncul, burung itu segera terbang mengelilingi Rhode, menimbulkan arus angin yang menahan Rhode agar tidak jatuh ke bawah. Kemudian dia menggertakkan gigi dan melanjutkan langkahnya ke depan.

Satu gerakan itu mengunci kemenangannya. Ketika dia lompat lagi, Rhode akhirnya mencapai puncak patung tersebut. Melihat patung putih dan halus yang ada di depannya, Rhode merasa sayang kalau harus menghancurkan patung seindah itu. Kemudian dia menggelengkan kepala dan mencoba membelah patung itu dari tengah.

Tapi segalanya tidak berjalan semulus yang dia harapkan.

Wuushh!!

Ketika pedang itu akan mendarat di patung, lengan-lengan tulang yang tak terhitung jumlahnya tiba-tiba melesat ke arah Rhode dari bawah. Tetapi, dalam sekejap muncul sepasang sayap di depannya yang menahan serangan tersebut.

Trang Trang Trang!!

Sayap itu mulai bersinar, dan bulu-bulu putih terang perlahan jatuh satu per satu saat mereka melayang di udara. Sekarang, jarak antara pedang Rhode dan patung itu kurang dari satu meter.

Wuushhh!!!

Hrmbusan angin tiba-tiba menyapu dirinya.

Rhode hanya bisa menangkap sekilas bayangan hitam yang melewatinya, kemudian dia merasa sesuatu membenturnya dari arah samping. Dia tidak bisa menjaga keseimbangannya lagi saat terlempar ke arah dinding. Lize tertegun sesaat, dia mencoba bergerak maju untuk membantu Rhode tetapi rasa sakit yang tajam menyerang bahunya, memaksa gadis itu untuk melangkah mundur.

"Tuan Rhode!"

"Hmph.."

Rhode mendengus dan menekan tubuhnya ke arah dinding untuk berdiri. Sekujur tubuhnya terasa sakit. Tapi saat itu, hembusan angin misterius kembali menyapu dirinya.

Bergantung pada pengalaman bermainnya selama tujuh tahun, Rhode berbalik dan melihat apa yang membenturnya tadi.

Sebuah tulang ekor yang panjang dan terangkat tinggi, melingkari patung tersebut seperti seekor ular. Setelah diserang dua kali, tulang-tulang itu menjadi lebih waspada dan bergabung menjadi ekor yang tajam.

Lima meter…

Rhode mengukur panjangnya dalam hati dan tiba-tiba sebuah ide melintas di benaknya.

Pada saat ini, monster itu seperti kehilangan kesabaran. Sekali lagi, tulang-tulang itu berkumpul dan menyerang Rhode yang masih bersandar ke dinding. Dalam sekejap, tempat Rhode berdiri penuh dengan tulang-tulang dan pemuda itu tidak lagi terlihat di tengah lautan warna putih tulang-tulang tersebut.

"Tuan Rhode!"

Lize hampir pingsan dan pikirannya terasa kosong. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Kepercayaan diri Rhode telah membawanya sejauh ini, dan meskipun dia tahu tempat ini sangat berbahaya, tampaknya Rhode bisa menentang akal sehat. Tetapi ketika posisi Rhode dalam bahaya, Lize menyadari bahwa perbedaan kemampuan mereka terlalu jauh. Bahkan sekarang, saat gadis itu sedang sibuk berpikir, dia tidak menyadari keberadaan tulang-tulang yang melaju ke arahnya dengan cepat.

Lautan tulang itu bergegas ke arah Lize dan akan mencapainya dalam hitungan detik. Tetapi, di tengah lautan tulang tersebut, cahaya yang semula redup kembali bersinar.

Dikelilingi oleh lautan tulang, Rhode panik sehingga mengayunkan pedangnya ke segala arah, menyebabkan lautan tulang itu bergetar dan retak di sana-sini. Lautan tulang tersebut berkumpul dan bergerak maju kembali untuk menghabisi musuhnya.

Tapi kali ini, mereka gagal.

Lautan tulang itu terbelah menjadi dua. Gelombang angin yang timbul dari serangan Rhode melemparkan tulang-tulang itu ke segala arah. Walaupun begitu, monster itu menolak menyerah dan terus meraung. Saat ini, Rhode mengangkat pedangnya dan sebuah cahaya terang bersinar di ujung pedang tersebut.

Pemuda itu mengambil setengah langkah ke depan, dengan tangan kanan yang menjulur ke depan.

Seakan-akan menyadari bahaya tersebut, lautan tulang itu membentuk dinding dan menerjang ke arah Rhode. Ekor tulang panjang yang melingkari patung juga ikut maju, menusuk ke arah kepala Rhode.

Dia menurunkan pedangnya dan menghindar.

Wuusshh.

Tulang-tulang yang dingin dan tajam sekali lagi melewatinya. Tapi, tidak ada benturan kali ini.

Karena di saat yang bersamaan, lautan tulang itu terjatuh ke lantai. Dinding tulang itu tergelincir sejauh dua meter sebelum akhirnya berhenti di kaki Rhode.

Rhode memandang patung di tengah ruangan. Sebuah pedang menonjol dari kepala patung yang dulunya terlihat indah itu.

Tidak lama kemudian, retakan-retakan muncul di sekujur tubuh patung tersebut. Di saat yang bersamaan, sebuah pemberitahuan sistem muncul di hadapan Rhode.

[Markas Terbuka]

Krak.

Diikuti dengan suara retakan yang nyaring, lautan tulang itu terkoyak.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.