Memanggil Pedang Suci

Cincin Kehendak



Cincin Kehendak

0

Bayangan-bayangan terlihat melintasi hutan. Dari waktu ke waktu mereka terpisah, sebelum berkumpul kembali.

"Apakah kau menyadarinya?"

"Ada jejak-jejak yang terlihat dari sisi timur. Sepertinya jejak tersebut berasal dari para target. Dari kondisinya, sepertinya jejak tersebut sudah satu hari lamanya."

"Mereka cepat juga…"

"Lanjutkan pekerjaan kita dan perhatikan musuh-musuh kita. Mengingat mereka telah mengalahkan seekor Wind Serpent Lord,mereka tidak bisa diremehkan."

"Baik!"

Setelah selesai berbicara, ketiga orang tersebut kembali menjadi bayangan hitam dan melanjutkan perjalanan mereka. Gerakan mereka begitu sunyi; tak terdengar, bahkan para burung tidak menyadarinya.

Setelah bayangan-bayangan tersebut pergi, burung hijau yang diam-diam duduk di suatu cabang pohon mengepakkan sayapnya dan terbang menjauh.

"Ada orang yang mengikuti kita?"

Mendengar laporan dari Burung Rohnya, muka Rhode berubah muram. Saat itu, burung hijau transparan tersebut sedang duduk dengan tenang di bahunya, menggelengkan kepalanya dan merentangkan sayapnya sesekali seperti burung pada umumnya. Hanya tubuhnya yang transparan dan auranya yang lebih mulia dibandingkan dengan burung-burung lainnya yang membuatnya terlihat mencolok.

Memanggil sang Burung Roh untuk memantau situasi mereka adalah sesuatu yang direncanakannya sejak perjalanan tadi. Ketika sejumlah pemain yang berkumpul berniat untuk membentuk sebuah kelompok petualangan, mereka biasanya membentuk tim dengan seorang Thief, Ranger atau kelas lain yang dapat memantau situasi kelompok dengan jeli.

Rhode tidak memiliki pilihan seperti itu, jadi dia menggunakan Burung Roh untuk mengintai daerah sekitar. Untungnya, burung tersebut tidak hanya memiliki penglihatan yang tajam, namun juga merasakan kehadiran orang lain karena jiwanya yang menyatu dengan alam.

Pada awalnya, dia melakukan hal ini untuk memastikan bahwa mereka bertiga tetap aman setelah membunuh Silver Wolf besar tadi. Tidak disangka, ternyata masalahnya lebih berbahaya dari yang ia kira.

Walaupun Burung Roh tidak dapat menunjukkan fisik musuh-musuhnya, dilihat dari pergerakan titik cahaya itu, Rhode merasa khawatir melihat kecepatan musuhnya. Dengan kecepatan seperti ini, kemungkinan musuhnya termasuk dalam kelas Ranger, Rogue, atau kelas lain yang mirip. Bagaimanapun, kelas mereka pastinya mengandalkan kecepatan.

Selain itu, mereka juga bergerak dengan teratur. Sepertinya mereka bukan petualang biasa.

Apakah mereka hanya akan berpapasan dengan Rhode dan kawan-kawan? Ataukah mereka memang berniat mendatangi mereka bertiga?

Rhode tidak berani mengambil resiko. Akan lebih baik jika mereka datang secara langsung, tapi tipe-tipe kelas yang suka bersembunyi di kegelapan seperti ini sangat susah ditangani. Terlebih, apa yang dikatakan Lize padanya membuatnya sibuk berpikir bahwa masalah ini memang aneh. Jika kawanan ini ingin melukai mereka, maka situasinya bakal sulit diprediksi.

Walaupun begitu, melihat Lize di sampingnya, matanya berubah menjadi cerah.

Dia punya ide.

"Tuan Rhode, ke mana tujuan kita selanjutnya?"

Lize bertanya sambil menyerahkan ketel pada pedagang gemuk yang berkeringat di sampingnya. Walaupun Rhode tidak memintanya, Lize lah yang merawat Matt. Menurut gadis itu, kelompok prajurit bayarannya mendapat misi untuk melindungi pedagang gemuk itu. Walaupun hanya dia sendirian yang bertahan hidup, dia akan tetap melanjutkan misi tersebut hingga selesai.

Matt benar-benar berterima kasih kepadanya, tapi melihat Matt yang terengah-engah, pemuda itu khawatir dia akan pingsan jika mereka melanjutkan perjalanan.

"Tuan…Rhode, a…aku…sangat lelah, tolong…istirahat sebentar!"

Saat Rhode berhenti berjalan, Matt sudah terduduk, memegang tasnya, dan mengeluarkan saputangan untuk menyeka keringat di wajahnya. Dia mengusap wajahnya hingga mukanya berkilau seperti bola lampu besar di bawah sinar matahari.

"Ampuni diriku, Tuhan…aku…aku sudah…lama…tidak berjalan jauh…*uhuk*"

Pedagang tersebut kehabisan napas; beberapa kali dia terbatuk hingga lemak di wajahnya terguncang-guncang. Setelah beberapa menit, napasnya mulai stabil kembali.

"Kita telah berjalan…berjalan jauh sekali, kupikir…kupikir aku akan mati!"

"Mari kita istirahat selama lima menit."

Rhode melihat ke langit di atasnya sembari menghitung jarak tujuan mereka dan waktu perjalanan. Setelah itu, dia memberikan perintah pada kedua kawannya. Mendengar perintah pemuda itu, Matt yang sedang terduduk di tanah tiba-tiba berteriak dan berbaring di tanah. Lize duduk di atas sebuah batu dengan anggun.

Setelah bertarung dengan Silver Wolf besar sebelumnya, tidak ada bahaya lain yang menghampiri mereka. Dengan bantuan Burung Rohnya, Rhode dapat menghindari daerah-daerah yang berbahaya. Walaupun karenanya dia tidak memperoleh kesempatan untuk menemukanperlengkapan baru, dia tidak terlalu menyayangkan hal itu. Karena, di dunia ini, tidak ada pemain lain, dan petualang biasa tidak langsung bisa menjelajah hutan ataupun pegunungan. Jadi tidak terlambat bagi mereka untuk mendapatkannya setelah membawanya kembali dengan selamat. Namun…

Rhode melihat ke arah tempat yang terletak tidak jauh dari pegunungan, kemudian dia berdiri.

"Lize."

"Ya, tuan Rhode. Ada yang bisa kubantu?"

"Aku akan mengecek jalanan di depan. Setelah kau beristirahat selama lima menit, bawa Matt dan pergilah ke atas bukit. Kau lihat batu putih di atas itu? Pergilah ke sana, dan melangkahlah ke arah bayangannya. Di sana, kau akan menemukan pegunungan yang terbengkalai Kalian tunggu di sana; aku akan menyusul kalian sesaat kemudian."

Lize mengangkat kepalanya, melihat ke arah yang ditunjukkan Rhode dan menemukan batu putih yang terletak di sisi bukit. Dia menoleh kembali pada Rhode, berpikir bagaimana caranya pemuda itu mengetahui hal tersebut. Tapi ketika dia membuka mulutnya untuk bertanya, dia mengurungkan niatnya. Setelah bersama dengannya selama beberapa hari, dia tahu bahwa Rhode bisa dipercaya. Walaupun dia tidak tahu apa tujuannya, dia tetap setuju dengan perintahnya, dan melihat Rhode pergi menjauh.

Tentunya Rhode memiliki rencana tersendiri. Batu putih tersebut merupakan jalan masuk menuju Pegunungan Zenar. Tempat tersebut dulunya merupakan rute perdagangan yang ramai. Para leluhur yang berasal dari daerah utara benar-benar miskin, jadi mereka mati-matian menggali terowongan di semua area gunung demi menghubungkan dataran tersebut dengan area lain. Ada saat-saat dimana terowongan tersebut sangat bermanfaat, namun seiring dengan kemajuan dan pengembangan sihir angin, perjalanan melalui udara dianggap lebih aman. Itulah alasan mengapa rute ini sekarang terbengkalai, dan orang-orang yang dulunya hidup dan bekerja di sini pun meninggalkan tempat ini demi menemukan hidup yang lebih baik. Tempat ini pun berubah menjadi tanah kosong yang tandus sekarang.

Proses peradaban selalu merubah apa yang dulu dianggap ajaib menjadi hal-hal yang biasa saja, tidak peduli di belahan dunia manapun dia berada.

Tapi Rhode tidak bepergian ke dunia ini untuk memahami filosofi hidup.

Dia berhenti berjalan. Di depannya, hanya terlihat lahan kosong tandus sejauh mata memandang.

Begitu juga mayat-mayat yang tergeletak.

Tulang-tulang hampir terkubur sepenuhnya oleh debu. Beberapa baju pelindung yang rusak dan senjata-senjata yang berkarat tersebar di tempat tersebut. Mayat-mayat tersebut merupakan mayat-mayat dari kelompok prajurit bayaran bernama 'Tiger Fangs'. Saat berpetualang, mereka diserang oleh bandit dan tewas di sini. Di dalam game, Rhode perlu mendapat misi dari kelompok prajurit bayaran ini, dan menyelidiki misi terakhir mereka berdasarkan petunjuk yang tertinggal. Setelahnya, Rhode hanya perlu mengikuti tanda di peta menuju tempat ini dan menyelesaikan misi tersebut dengan memberikan sebuah surat dan harta karun. Bagaimanapun juga, itu adalah game, dan langkah-langkah tersebut harus diikuti. Meski demikian, banyak pemain veteran yang membelot dari peraturan ketat tersebut. Mereka lebih memilih untuk mengambil surat dan harta karunnya terlebih dahulu, baru mengantarkannya pada kelompok prajurit bayaran tersebut. Bukankah sama saja? Selain lebih hemat waktu, cara tersebut juga lebih nyaman dilakukan. Mereka dapat menghemat beberapa langkah, jadi kenapa tidak?

Tapi, alasan Rhode berada di sini bukanlah karena dia ingin menghemat waktu perjalanannya…

Dia melangkah masuk ke area bekas peperangan dan melihat sebuah kerangka manusia yang tergeletak di ujung sisi bukit. Kerangka tersebut mengenakan baju baja besi yang sudah berkarat, dan terdapat pedang besi gelap berkarat di sampingnya. Kerangka tersebutlah yang dicari oleh Rhode. Kerangka itu merupakan kerangka dari pemimpin kelompok prajurit bayaran tersebut.

Berjalan ke arahnya, dia membungkukkan badan dan menjulurkan tangannya. Terlihat olehnya sebuah lencana prajurit bayaran. Lencana tersebut merupakan benda kenang-kenangan dari kelompok 'Tiger Fangs' dan merupakan salah satu barang yang dibutuhkan untuk menyelesaikan misi tersebut. Rhode mengantongi lencana tersebut dengan hati-hati dan melihat ke arah bawah. Dia segera menemukan apa yang dia cari.

Barang tersebut adalah sesuatu yang dikenakan kerangka tersebut, sebuah cincin kotor.

Rhode melepas cincin tersebut dengan hati-hati. Dari luar, kelihatannya cincin tersebut tidak berguna tak ubahnya sebuah potongan logam di tengah tumpukan sampah. Tetapi pemberitahuan sistem yang muncul di depan Rhode menunjukkan hal lain.

[Cincin Besi Hitam. Tidak teridentifikasi. Mengandung fluktuasi sihir]

"Resonansi."

Rhode menutup matanya, memegang cincin tersebut di tangan kanannya. Fluktuasi sihir yang sebelumnya terasa lemah semakin menguat. Ketika dia membuka matanya kembali, benda yang ada di tangan kanannya bukanlah potongan logam biasa lagi. Sebaliknya, sebuah cincin gelap dengan pola ukiran sederhana sekarang terletak di telapak tangan Rhode.

[Cincin Kehendak telah diidentifikasi. Cincin ini dapat mengaktifkan pelindung selama 5 menit. Kebal terhadap serangan mental. Jeda pemakaian: 3 hari]

Bagus.

Rhode yang mengenakan cincin itu di tangan kanannya, merasa lega. Setelah melihat keadaaan sekelilingnya selama beberapa saat, dia tidak menemukan barang berharga lainnya, jadi dia berbalik dan kembali ke arah sisi bukit.

Rhode dapat melihat Lize dan Matt yang berjalan susah payah ke arah batu putih tersebut. Pedagang tersebut tidak memiliki pengalaman mendaki dan gemetar di belakang Lize. Melihat mukanya, jika saja Lize bukanlah seorang peremouan, dia akan merengek dan memohon pada Lize untuk menggendong dirinya.

Dasar tidak berguna…

Rhode menggelengkan kepalanya dengan putus asa. Ketika dia berniat untuk kembali berkumpul dengan dua orang tersebut, hatinya kacau saat mendengar laporan Burung Rohnya.

"---!"

Rhode terkejut. Dia berlari dengan cepat ke arah hutan dan dia tiba-tiba melihat tiga bayangan yang melesat.

Gawat!


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.