Memanggil Pedang Suci

Reruntuhan Kabut



Reruntuhan Kabut

0

Ketiga pria berjubah hitam tersebut berhenti mencari jejak karena mereka telah menemukan targetnya ketika memandang dua sosok di sisi bukit. Mereka melirik satu sama lain dan segera melesat menuju ke target mereka.

Mereka cepat sekali, tapi Rhode juga tidak kalah cepat.

Dia berlari sepanjang sisi bukit dan bersiul. Burung Roh yang melayang di langit beraksi seakan-akan dia telah menerima perintah Rhode; burung itu terbang turun dan melesat ke arah tiga pria berjubah hitam tersebut.

"--!!"

Menerima serangan mendadak dari burung itu, ketiga pria tersebut tidak terlihat panik. Mereka segera membentuk formasi untuk melancarkan serangan balasan; salah satu pria yang memegang belati di kedua tangannya melaju ke arah Burung Roh, dan dua pria lainnya tetap berlari ke arah Matt dan Lize. Jelas-jelas mereka adalah para profesional. Mereka tidak akan terganggu oleh serangan mendadak seperti itu.

Memang, jika yang menyerang mereka adalah burung biasa, mereka tidak akan kerepotan.

Sayangnya, Burung Roh tersebut bukanlah burung biasa.

Burung tersebut tidak berniat untuk menghindari serangan pria dengan belati ganda tersebut. Burung Roh justru menaikkan kecepatannya dan melesat tepat ke arah pria tersebut. Ekspresi pria berjubah hitam itu berubah ketakutan ketika dia melihat burung tersebut menembus senjata di tangannya.

Makhluk elemental!

Pria tersebut terkejut. Dia segera berbalik dan mencoba menghindari serangan burung itu. Walaupun begitu, Burung Roh milik Rhode berhasil melukai bahunya. Pria itu merasa tubuhnya beku dan hampir kehilangan kesadarannya. Dia mencoba menyeimbangkan tubuhnya kembali, tapi dia tetap terjatuh dengan keras di atas tanah. Kedua senjata yang digenggam di kedua tangannya pun terlepas.

Dua pria lainnya juga begitu. Ketika Burung Roh Rhode melewati mereka, mereka sama sekali tidak menggubrisnya. Namun, hawa dingin tiba-tiba menusuk mereka. Tubuh mereka menjadi mati rasa, dan mereka pun berhenti bergerak selama sesaat.

Walaupun tubuh mereka kembali menjadi normal, dalam jeda waktu yang sudah berlalu Lize dan Matt telah tiba di batu putih tujuan mereka. Melihat hal tersebut, salah satu pria berjubah hitam merengut dan berwajah masam. Dia membuat gerakan dan mengeluarkan busur dari pinggangnya.

"A-apa yang terjadi!"

Matt akhirnya mencapai batu putih tersebut dengan bantuan Lize. Dia benar-benar lelah dan tubuhnya terasa lumpuh sebagian. Dia meletakkan tangannya di sebelah dinding batu sambil mengambil nafas panjang dan menggerutu tidak jelas. Tiba-tiba, sebuah bayangan gelap tipis melesat kencang dan pada saat berikutnya,sebuah panah tertancap di dinding sebelahnya.

"Waaahhh!"

Matt segera menundukkan kepalanya. Lize juga menunduk tidak sadar, dan untungnya dia tidak lupa untuk menarik tubuh Matt dan mendorongnya untuk berlindung.

"Kita harus segera pergi dari sini."

Rhode berkata sambil melihat ketiga bayangan hitam yang berada di gunung tak jauh dari tempatnya. Pada saat ini Rhode sendiri telah berhasil menyusul Matt dan Lize.

"Mereka…siapa mereka? Apa yang terjadi? Kenapa mereka menyerang kita?"

"Mungkin beberapa Rogue."

Rhode sekilas menatap pakaian mereka, yang merupakan pakaian umum para Rogue. Kebanyakan Rogue memakai pakaian yang sama. Dan mengenai siapa yang mengirim mereka, hal itu hanya bisa diketahui setelah membunuh mereka.

Saat ini Rhode tidak memiliki tenaga untuk menghadapi ketiga musuh tersebut. Bahkan dengan mengandalkan Burung Roh miliknya, dia hanya dapat menahan mereka selama beberapa detik. Hal itu terjadi bukan karena status pertahanan mereka yang tinggi terhadap makhluk elemental, melainkan karena level Rhode yang terlalu rendah.

"Mungkin kau ingin menanyakan alasan mereka menyerang kita. Mungkin mereka akan berbaik hati untuk memberitahumu sebelum menghabisi nyawamu."

Walaupun Rhode jarang bercanda, Matt sama sekali tidak tertawa. Dia tahu bahwa lebih baik tidak berurusan dengan orang semacam itu. Jika dia jatuh ke tangan mereka, tidak diragukan lagi bahwa dirinya akan dibunuh.

Muka Matt pucat setelah terus berlari , namun tidak peduli seberapa lelah dirinya, Matt tetap memaksakan diri mengikuti Rhode memasuki jalan tersembunyi di balik batu putih tersebut.

Rute perdagangan dari Pegunungan Zenar dulunya sangat ramai dan cukup luas untuk dilewati dua kereta kuda berdampingan. Namun, seiring berjalannya waktu, batu-batu berjatuhan dari atas gunung sehingga menghalangi sebagian besar jalan rute perdagangan tersebut, membuat jalanan tersebut terlihat sempit dan kasar.

Meskipun demikian, ketiga orang tersebut tetap berjalan ke depan tanpa henti. Sesekali Rhode melihat ke arah belakang, dan sadar bahwa waktunya hampir habis. Kalau bukan karena kondisi medan yang mereka lewati, mungkin mereka sudah terkepung sekarang.

"Tuan Rhode, di depan ada jalan buntu!"

Suara Lize membuat Rhode segera mengarahkan kembali pandangannya ke depan . Jalan di depannya terblokir oleh sekumpulan batu besar.

Sudah kuduga.

Rhode menggelengkan kepalanya. Dia mengira bahwa dalam game para pemain akan dipaksa mengikuti rute yang telah disediakan, jadi para pengembang sengaja mengarahkan para pemain untuk berjalan ke arah sini. Tapi sepertinya bukan itu yang terjadi. Ya sudahlah, lagipula bukan itu niat awalnya.

"Belok kanan."

"Kanan?"

Mendengar perintah Rhode, kedua orang lainnya kaget. Kemudian mereka melihat ke arah sisi kanan jalan tersebut dan merasa ragu beberapa saat.

Walaupun jalan utama telah terblokir, masih ada jalan ke arah kiri. Anehnya, jalan di kiri terlihat cerah, namun jalan kanan yang dipilih oleh Rhode terlihat mengerikan dan berkabut. Melihatnya membuat mereka bergidik, dan Rhode ingin mereka melewati jalan tersebut?

"Bergegaslah, atau kita akan terlambat."

Mendengar desakan Rhode, Lize dan Matt segera melangkah ke arah jalan berkabut tersebut dan segera bayangan mereka sudah tidak terlihat lagi, tertutup oleh kabut tebal.

Melihat dua orang tersebut sudah berjalan masuk, Rhode merasa lega. Dia menoleh ke belakang kembali dan mengulurkan tangan kanannya.

"Cage!"

Sebuah kartu putih muncul di telapak tangannya. Kemudian, sebuah pedang putih indah muncul kembali. Sambil memegang pedang tersebut, Rhode berlari ke arah jurang.

Sebuah cahaya silau keluar dari pedang tersebut dan menghantam bebatuan yang berada di atas jurang. Bum! Potongan-potongan batu dan tanah berjatuhan, menutup total jalan tersebut. Ketika tiga pria berjubah hitam sampai di tempat itu, sosok Rhode telah menghilang dibalik batu-batu yang jatuh tersebut.

"Sialan!"

Salah satu pria berjubah hitam menggertakkan giginya dan mengumpat. Jalan di hadapan mereka benar-benar tertutup total dan mereka jelas tidak dapat melewatinya. Terlebih, efek dari jatuhnya batu-batu tersebut membuat tempat itu goyah sekarang. Jika mereka mencoba mengejar target mereka, keadaannya bakal berbahaya bagi mereka.

"Apa yang harus kita lakukan?"

"Tidak ada jalan lain."

Salah satu pria berjubah hitam menatap jalan yang tertutup itu.

"Saat ini kita hanya bisa kembali dan melaporkan kejadian ini pada kapten dan mengirim pengintai untuk memonitor semua desa di sekitar sini. Mereka berniat untuk kabur dari belakang. Tidak kusangka mereka sepintar ini."

"Makhluk elemental…apakah salah satu dari mereka adalah Mage?"

"Sepetinya begitu, tapi dari pengamatanku, kelihatannya tidak ada Mage di antara mereka."

Ketika dua dari mereka saling melirik, satu pria berjubah hitam lainnya yang selama ini melacak jejak-jejak dalam diam akhirnya membuka mulutnya,

"Tapi ada seorang Swordsman yang sangat tangguh di antara mereka."

Pria tersebut berpaling setelah mengatakan hal itu.

"Ayo pergi. Ketiga target tersebut bukanlah orang sembarangan, tapi bukan berarti sudah mustahil untuk menangkap mereka. Sampaikan perintahku! Segera pantau desa-desa dan kota-kota di sekitar sini. Aku yakin mereka tidak akan berlama-lama menetap di gunung ini."

Sedangkan bagi Rhode dan lainnya, bahaya masih membayangi mereka.

"Tempat…macam apa ini?"

Matt menatap pemandangan di depannya dengan tatapan hampa. Dia berpikir bahwa karena dirinya sering bepergian ke segala tempat, dia telah mengetahui banyak hal, namun pengalamannya selama beberapa hari terakhir ini menyadarkan Matt bahwa masih banyak hal yang tidak dia ketahui.

Setelah melalui jalan berkabut tersebut, mereka tiba di sebuah kota kosong yang terbengkalai. Seluruh penjuru kota dikelilingi oleh kabut yang tebal, dan segala sesuatu terlihat kabur. Bahkan ketika dia mendongak untuk menatap langit, langit terlihat abu-abu. Langit terlihat suram dan hampa, seakan-akan mereka telah berada di daerah yang benar-benar berbeda.

"Tempat ini disebut sebagai Reruntuhan Kabut."

Rhode menjawab pertanyaan Matt, berjalan dari arah belakangnya.

"Selama kita berjalan melalui tempat ini, kita akan mencapai pelabuhan Araga, dan kita bisa meninggalkan tempat ini."

"Tapi…tidakkah tempat ini berbahaya?"

Tidak akan ada orang yang menganggap tempat itu sebagai tempat yang damai selain orang buta.

"Tentu saja."

Rhode tidak menjelaskannya dengan rinci tetapi Reruntuhan Kabut adalah salah satu dari dungeon untuk lima pemain dalam game dan juga dungeon pertama yang bisa dikunjungi pemain. Tempat itu tidak terlalu menyulitkan, tapi juga tidak bisa disebut mudah. Untuk menjelajahinya dengan tiga orang saja akan sangat menantang. Lagipula, level Rhode masih 8, dan level Lize hanya 6. Rhode tidak mempertimbangkan Matt, yang kemampuan bertarungnya di bawah level 5. Jadi secara keseluruhan kesimpulannya adalah: satu Spirit Swordsman dan satu NPC dengan kelas pendukung akan menjelajahi dungeon yang diperuntukkan lima orang berlevel 10. Jika ini dalam game, orang-orang akan menganggapnya bodoh.

Tapi dia tidak bodoh. Faktanya, dia baru saja mendapat ide gila ini ketika memandang Lize. Jika tidak, dia tidak akan memilih opsi ini. Dan kelihatannya memang jalan ini merupakan jalan teraman bagi mereka setelah mempertimbangkan seluruh resiko.

"Semuanya akan baik-baik saja jika kalian menuruti kata-kataku. Jadi…"

Rhode berhenti bicara, berbalik dan menatap gadis pirang di hadapannya.

"Lize, aku mengandalkanmu."


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.