Memanggil Pedang Suci

Pertempuran Sengit



Pertempuran Sengit

0

Wind Serpent tersebut hanya menggigit udara.

Kalau bukan karena Rhode yang tiba-tiba muncul dari belakang,entah apa yang akan terjadi pada Lize.

"Tuan Rhode?"

Lize, yang nyaris tidak bisa lolos dari serangan Wind Serpent tersebut, mengangkat kepalanya dan terkejut. Dia kaget saat mengetahui bahwa Rhode berdiri di belakangnya. Lize berpegangan pada lengannya. Tubuhnya terasa lemas dan tidak berdaya, mungkin karena dia ketakutan setengah mati. Dia mencoba berdiri, tapi kakinya terasa lemas, dan dia terduduk.

"Lize!"

Melihat Lize selamat, Carter merasa lega. Tapi tubuhnya kembali tegang. Karena saat itu, Wind Serpent menoleh. Makhluk itu mengepakkan sayapnya, berniat untuk menyerang lagi.

Sial!

Dia menggenggam pedangnya dan berlari ke arah Lize, berharap tiba di sana tepat pada waktunya. Tapi tidak peduli sekencang apa dia berlari, dia tetap tidak dapat mengejar Wind Serpent tersebut.

Gadis tersebut menahan napas melihat Wind Serpent itu. Dia harus melakukan sesuatu, tapi dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Sebagai Cleric, dia tidak dapat bertarung dengan menggunakan senjata. Lalu apa yang bisa dia lakukan saat ini?

"Serahkan padaku."

Di tengah kepanikannya, Lize mendengar suara Rhode dari belakang. Dia melihat pemuda tersebut mengambil setengah langkah ke depan, dengan posisi melindunginya dari bahaya.

Apakah dia berniat untuk menghadapi Wind Serpent itu?

Lize merasa bingung, dan dia melihat Rhode mengulurkan tangan kanannya. Lize tiba-tiba melihat sebuah tanda di tangan kanannya. Tanda tersebut berupa lingkaran magis yang terlihat indah sekaligus misterius. Garis-garis sihir muncul mengelilingi jari-jarinya. Kemudian benda emacam kartu transparan keluar dari telapak tangannya.

Rhode lalu mengepalkan tangannya erat-erat.

Sebuah cahaya putih bersinar menyilaukan tiba-tiba keluar.

Sebuah sihir transparan mengangkat segelnya, berubah menjadi udara yang menyebar ke sekitarnya. Wind Serpent yang tadinya menyerang sekarang memekik dan mengepak-ngepakkan sayapnya dengan panik. Monster itu mencoba menjaga keseimbangannya di tengah pergolakan udara tersebut. Tapi sebelum Wind Serpent itu berbuat lebih jauh, sebuah cahaya menyilaukan tiba-tiba menyembur ke arahnya. Cahaya tersebut membelah tubuh monster dan mengusirnya pergi.

"Hah…"

Rhode menghela napas. Saat itu, cahaya menyilaukan sebelumnya telah menghilang, digantikan oleh sebuah pedang putih transparan yang terlihat indah di tangan kanannya. Dia menggoyangkan pedang dengan Tanda Bintang tersebut, menaburkan titik-titik cahaya dari senjata tersebut. Pemandangan yang terlihat mempesona.

Rhode tidak menyadari bahwa, pada saat itu, semua orang sedang tercengang melihatnya. Lize, yang masih terduduk di lantai, melihatnya dengan tatapan tak percaya. Carter juga mmemperlambat larinya, memandang Rhode dengan ekspresi terkejut. Walaupun dia tahu bahwa Rhode bukanlah pemuda biasa, tidak terlintas dalam pikirannya bahwa Rhode lebih luar biasa dari dugaannya.

Lize hanya bisa memandang pedang putih di tangan Rhode dengan perasaan takjub. Pedang itu adalah pedang tipis yang diukir dengan pola-pola sederhana, yang memancarkan sedikit cahaya. Di sekitar pedang tersebut terlihat titik-titik cahaya kecil indah yang mengelilinginya. Selain itu, sayapnya yang terlipat juga membuatnya terlihat indah, dimana orang bisa melihat bulu-bulunya dengan jelas. Pedang tersebut jelas bukan pedang biasa. Tidak berlebihan juga jika pedang tersebut dianggap sebagai karya seni.

Di saat Lize mengagumi keindahannya, Carter justru berpikir tentang hal lain. Sebagai petualang yang berpengalaman, Carter yakin bahwa dia tidak pernah melihat pemandangan seaneh itu. Bahkan, saat Rhode memanggil senjatanya, Carter tertegun. Walaupun dia telah beberapa kali menyaksikan pemanggilan yang dilakukan oleh seorang Mage, mereka biasanya menggunakan kristal sebagai media pemanggilan. Mereka juga perlu merapal mantra-mantra dalam proses pemanggilannya dan setelah itu, baru monster-monster yang mereka panggil akan muncul. Tapi belum pernah sekalipun dia melihat seseorang yang memanggil senjata.

Walaupun dia tidak tahu senjata macam apa yang ada di tangan Rhode, dia cukup yakin bahwa tidak sembarangan orang bisa memakai senjata magis seperti itu. Orang-orang yang berhak menggunakan senjata jenis ini pastilah seorang bangsawan atau orang yang luar biasa. Melihat sayap di pedang tersebut, Carter mengernyitkan dahinya. Dia cukup tahu bahwa di benua ini, ras Malaikat adalah ras yang sangat mulia. Kebanyakan dari mereka cukup menonjol, dan beberapa dari mereka adalah pendukung kelompok-kelompok penting. Contohnya seperti penguasa Kerajaan Munn, Lydia Paphield Mila Frederica yang naik tahta tiga tahun lalu adalah seorang malaikat. Walaupun pemuda di hadapannya masih belum mengungkap identitasnya yang asli, tapi Carter bisa menebak dari senjata yang dipakainya bahwa Rhode pasti memiliki hubungan dengan bangsawan-bangsawan tersebut.

Saat berpikir demikian, Carter menghampiri kedua orang tersebut.

"Kalian berdua baik-baik saja?"

"A-aku baik-baik saja."

Wajah Lize terlihat pucat. Hal itu bukan karena dirinya pengecut. Wajar saja, gadis tersebut baru saja mengalami situasi antara hidup dan mati. Jika Rhode tidak menyelamatkannya sdi saat yang tepat, Lize pasti sudah tewas sekarang. Rasa takut dari pengalaman nyaris mati bukanlah hal yang bisa dipahami oleh orang – orang yang belum mengalaminya.

Setelah mendapati bahwa Lize baik-baik saja, Carter mengalihkan perhatiannya pada Rhode yang berdiri di sampingnya.

"Tuan Rhode, apa anda baik-baik saja?"

Rhode menganggukkan kepalanya, memberitahunya bahwa dia baik – baik saja. Walaupun bagian kiri tubuhnya masih terasa sakit karena lukanya, dia masih bisa bertarung. Sebaliknya, Rhode mengkhawatirkan hal lain.

"Apa yang akan kalian lakukan sekarang?"

Jumlah Wind Serpent di sekitar mereka meningkat. Walaupun kapal ini telah mengencangkan lajunya hingga batas maksimal, mereka masih belum aman dari sebagian besar serangan Wind Serpent. Situasi mereka masih belum membaik; sebaliknya, malah bertambah buruk.

"Kita akan bertarung hingga kita keluar dari wilayah mereka. Untuk saat ini, kita hanya bisa bertahan dan bertarung sebisa kita."

Jika mereka berada di darat, Carter mungkin bisa mencari jalan keluar dari masalah ini. Masalahnya sekarang dia ada di langit dan menaiki kapal terbang ini. Selain ide tersebut, dia tidak mempunyai solusi lain untuk menyelesaikan masalah ini.

Setelah dia berbicara, ekspresi pemuda di depannya berubah menjadi muram.

"Sepertinya kita terlambat untuk itu, Tuan Carter."

"Oh?"

"Monster-mosnter ini memiliki keunggulan di area ini. Meskipun kita mempercepat arah gerak kita, kita tidak punya cara untuk keluar dari sini sebelum kapal ini karam."

"Benarkah?"

Carter tidak bodoh. Alasannya membuat keputusan tersebut adalah karena dia masih belum paham betul dengan area ini. Setelah mendengar pendapat Rhode, barulah dia sadar betapa seriusnya situasi mereka.

"Jadi apa yang harusnya kita lakukan?"

"Kita harus segera mendarat."

Tanpa ragu, Rhode memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Kemudian dia merentangkan tangannya dan menunjuk ke arah sampingnya.

"Kemudian kita berlari ke arah sana."

Carter melihat ke arah yang ditunjuk oleh Rhode, dan matanya terbelalak terkejut.

"Maksudmu kita berlari ke arah Twilight Forest?"

"Hanya ini satu-satunya cara untuk membasmi kumpulan Wind Serpent tersebut, dan…"

Rhode melihat ke sekelilingnya.

"Waktu kita hampir habis."

Situasinya semakin memburuk.

Wind Serpent tidak hanya memiliki gigi yang tajam, tapi racun korosif mereka juga sangat berbahaya. Mereka juga terkenal licik. Ketika serangan langsung mereka gagal, mereka akan segera mengganti target mereka. Sekarang, banyak Wind Serpent yang telah memecahkan kaca dan masuk ke dalam kabin. Menghadapi situasi seperti ini,tidak semua orang bisa bertahan. Walaupun ruang sempit kabin bisa membatasi gerakan para Wind Serpent, mereka tetaplah berbahaya. Karena hal inilah situasi di kabin menjadi kacau balau. Bahkan kapal tersebut mulai mengeluarkan sayap.

Situasinya benar-benar buruk!

Carter langsung berbalik. Sementara itu, Rhode menggenggam pedangnya dan menghalangi bagian depan dari celah tersebut.

"Hiss!"

Seekor Wind Serpent melayang dari arah kanannya, membuka rahangnya lebar-lebar untuk menyerang Rhode. Rhode pun menghindar ke arah kiri. Dia menghantamkan pedangnya ke arah dagu monster tersebut. Benturan tersebut membuat monster itu terbang menjauh, sekaligus menghalangi Wind Serpent lain yang berniat memuntahkan racun ke arah Rhode. Rhode pun berbalik dengan cepat; tangannya yang keabu-abuan memancarkan cahaya terang yang menghalangi serangan Wind Serpent lain menyerang ke arah punggungnya. Saat Wind Serpent tersebut kehilangan keseimbangannya, Rhode menusukkan pedangnya ke arah monster itu dan membuat monster itu mati seketika.

Tapi serangan para Wind Serpent tidak berhenti di situ. Bau darah telah membuat mereka tambah semangat. Ketika Rhode mencoba melepaskan mayat Wind Serpent yang mati dari pedangnya, beberapa Wind Serpent menerjang ke arahnya. Mereka datang satu demi satu. Dari kejauhan, pemandangan tersebut terlihat seperti awan hijau, tapi juga terlihat seperti monster misterius yang bisa melahapnya setiap saat.

"Tuan Rhode!"

Setelah menghilangkan racun dari tubuh salah seorang prajurit, pandangan Lize tertuju pada Rhode dan secara tak sadar memanggilnya.

Cairan beracun tersemprot menuju arah Rhode seperti hujan. Jika dia terkena cairan itu, hidupnya akan berakhir.

Tapi tiba-tiba Rhode melangkah mundur.

Cairan tersebut tidak mengenainya, dan tumpah ke lantai dek kapal. Ada sedikit asap keluar dari cairan tersebut, yang membuat lubang kecil di lantai. Hampir bersamaan, sekelompok Wind Serpent melaju ke arahnya. Tidak ingin mengambil risiko, wind serpent harus membunuh pemuda berbahaya di depan mereka ini.

Jika yang diserang adalah orang biasa, mungkin orang itu akan merasa takut. Namun sebaliknya, Rhode merasa tenang. Dia memegang pedangnya di tangan kanan dan menusuk ke arah depan.

Blade of Destruction, aktif.

Sebuah cahaya putih tiba-tiba keluar menuju ke arah sekelompok Wind Serpent tersebut. Mereka terbelah menjadi dua, menjadi empat – sayatan- sayatan tersebut seperti pisau cukur yang bergerak cepat dan menusuk setiap Wind Serpent yang ditemukan. Udara yang menusuk bertiup di sepanjang dek seakan-akan ada tangan besar tak terlihat yang memotong mereka, dan mencabik-cabik tubuh Wind Serpent. Dalam beberapa detik, awan hijau tersebut menghilang ditelan cahaya putih, hanya menyisakan potongan daging dan darah yang berceceran.

Semua orang hanya bisa menahan napas melihat pemandangan tersebut.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.