Datangnya Sang Penyihir

Kutukan Pertama Fragmen Dewa



Kutukan Pertama Fragmen Dewa

0"Ayo, kita lihat," kata Dylosen sambil tersenyum.     

Karena kontrak jiwa yang telah mereka tandatangani sebelumnya, ia tidak perlu khawatir Link dan Eliard akan mengkhianatinya. Dengan kematian Morpheus, ia akhirnya bisa menyelesaikan misi yang telah dipercayakan oleh Penyihir Agung Gunung Salju kepadanya.     

Begitu ia kembali ke alam Aragu, ia pasti akan diberikan kompensasi oleh Penyihir Agung sendiri atas usahanya.     

Link dan Eliard tidak pernah berniat untuk melarikan diri membawa Fragmen Dewa Bayangan sedari awal. Meskipun kontrak jiwa mereka dengan Dylosen adalah faktor utama mengapa mereka tidak tertarik terhadap benda itu, mereka juga tahu bahwa kekuatan fragmen itu bukanlah sesuatu yang dapat dianggap remeh. Siapa pun yang mampu menggunakan benda itu akan dapat bangkit sebagai dewa. Mereka yang tidak mampu menguasainya akan dikendalikan olehnya dan ia akan binasa seperti yang dialami oleh Morpheus.     

Namun, tidak mungkin Link dan Eliard melewatkan kesempatan untuk mempelajari sesuatu yang sangat langka dan misterius itu dari dekat. Link dan Eliard mulai mengikuti Dylosen hanya untuk memastikan tidak ada yang terjadi padanya.     

Mereka bertiga pun lalu tiba di Benteng Bayangan. Ada patung manusia yang rusak di aula besar. Dari apa yang tersisa di sana, mereka dapat menyimpulkan bahwa patung itu telah dibentuk dalam rupa Morpheus sendiri. Jejak-jejak kerusakan patung itu tampak baru. Seluruh bangunan juga tampak seperti reruntuhan. Sebagian besar dindingnya telah hancur. Ini pasti efek dari pertarungan mereka dengan Morpheus barusan.     

Begitu masuk ke dalam aula, semua orang berpencar untuk mencari fragmen. Sebenarnya, Link sudah tahu di mana benda itu. Namun, ia tidak punya niat untuk menemukan benda terkutuk itu terlebih dahulu, jadi ia hanya membuat berpura-pura untuk mencarinya di sudut-sudut.     

Tiba-tiba Dylosen pun kembali ke aula dengan terburu-buru. "Aku menemukannya. Benda itu ada di sini!"     

Link dan Eliard berbalik dan melihat Dylosen berdiri di samping patung Morpheus yang jatuh seraya memegang tengkorak kristal hitam di tangannya.     

Tengkorak itu berwarna hitam legam dan agak menyerupai tengkorak kristal di bumi. Namun, rahang bawahnya hilang dan ada lubang besar di belakangnya. Benda itu juga tampak memiliki banyak bekas luka di permukaannya. Anehnya, sepasang cahaya spektral hitam berkedip di soket matanya.     

"Tengkorak itu sepertinya terbuat dari sesuatu yang berasal dari dunia lain. Aku belum pernah melihat benda seperti itu sebelumnya," desah Eliard. Ini tentu saja merupakan penemuan yang sangat membuka matanya.     

Link sudah melihatnya sebelumnya di game. Namun, hal yang nyata tampak lebih mengesankan daripada yang ia perkirakan. Dua cahaya hitam yang berkelap-kelip di rongga matanya tampak seperti pintu masuk ke dalam jurang yang sangat gelap. Setelah melakukan kontak mata dengan tengkorak itu, ia dapat mendengar suara berbisik rendah di dalam pikiran seseorang. Ia sendiri juga tiba-tiba mulai menginginkannya, ingin menjadikan tengkorak itu menjadi miliknya.     

Link segera mengalihkan matanya dan menekan keinginannya yang tiba-tiba untuk merebutnya dari tangan Dylosen. Ia kemudian memandang Eliard. Ada ekspresi aneh di wajahnya. Eliard juga tampak terpengaruh olehnya.     

Karena Dylosen memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang tengkorak itu daripada kedua temannya, ia tentu saja tahu untuk tidak menatap langsung ke mata tengkorak. "Hati-hati, jangan biarkan benda ini memengaruhimu."     

Link mengangguk. "Baiklah, Dylosen. Kami telah menyelesaikan misimu. Aku pikir sudah saatnya kau memberi kami apa yang seharusnya kami peroleh."     

"Tentu saja, senang bekerja dengan kalian berdua. Tuanku, kau tentu telah sangat membantu kami. Penyihir Agung Gunung Salju dan aku berutang banyak padamu," kata Dylosen sambil tersenyum. Ia mengeluarkan sebuah kotak yang dibuat khusus dan menempatkan tengkorak kristal hitam di dalamnya. Ia kemudian menggunakan seutas tali untuk mengikatnya dan menggantung kotak itu di pinggangnya. Anehnya, kotak itu sepertinya telah menghapus keberadaan tengkorak dari dunia ini.     

Dylosen lalu menyerahkan Bulan Kekacauan ke Link. "Alat ini hanya bisa digunakan sebulan sekali. Kita baru saja menggunakannya, jadi kau baru dapat menggunakannya lagi satu bulan ke depan. Kau sudah melihat apa yang dapat dilakukannya. Aku yakin alat ini akan melayanimu dengan baik."     

"Ini tentu saja barang yang luar biasa," kata Link dengan anggukan, siap menerimanya di tangannya.     

Ini merupakan kerja sama yang indah di antara mereka. Namun, semuanya tidak pernah semudah ini bagi mereka.     

"Awas!"     

Tiba-tiba Link mengeluarkan pedang dan menusukkannya ke dalam Bola Keputusasaan yang muncul di depannya. Ujung pedangnya kemudian menonjol dari belakang Dylosen.     

Terlihat sosok dalam jubah pertempuran berwarna merah-emas melompat keluar dari belakang patung Morpheus seraya mengayunkan pedangnya ke arah Dylosen.     

Jika dilihat dari pakaiannya, sosok itu pastilah seorang Prajurit Api... Tidak, jubah pertempurannya bahkan tampak lebih norak daripada yang dikenakan oleh dua Prajurit Api yang dibawa Link ke Ferde belum lama ini. Fluktuasi kekuatan di tubuhnya juga terasa lebih kuat. Ini pasti salah satu Kesatria Lava berpangkat tinggi yang diceritakan Dyleson pada mereka.     

Link mengira bahwa keributan di lembah tadi telah menarik perhatian Kesatria Lava dan dia lantas menunggu kesempatan dalam bayang-bayang untuk menyerang.     

Kesatria Lava menangkis pedang Link dengan suara dentang nyaring. Bentrokan tersebut mengirimkan gelombang kejut yang kuat ke lengan Link hingga melumpuhkannya dalam sekejap dan untuk sementara waktu telah menetralkan kemampuan Link untuk menggunakan pedangnya dengan normal. Kesatria Lava ternyata jauh lebih kuat darinya.     

Namun, Link bukan hanya seorang Prajurit. Ia juga seorang Penyihir.     

Meskipun pedang Syair Bulan Purnama telah dikalahkan, ia dapat menunda waktu lebih banyak untuk membaca mantra. Dengan suara dengung yang bergema, Penghalang Ruang tebal terbentuk di antara Dylosen dan Kesatria Lava.     

"Hmmph!" Kesatria Lava mengayunkan pedangnya sekali lagi. Tiba-tiba pedang kesatria tersebut, yang tampaknya meneteskan aliran lava, kini meledak. Benda itu lalu berubah menjadi pedang sepanjang 50 kaki yang seluruhnya terbuat dari api dan lava.     

Pedang itu lalu dengan mudah memotong Penghalang Ruang Link seperti mentega.     

Kemudian, api pedang melonjak ke arah Dylosen dengan kecepatan luar biasa.     

Ini semua terjadi dalam beberapa detik. Selain dari Link, baik Eliard dan Dyleson bahkan tidak punya waktu untuk bereaksi terhadap serangan Kesatria.     

Dylosen segera diselimuti oleh api. Suara ledakan kemudian datang dari tubuhnya saat perlengkapan sihir pertahanan yang ia miliki gagal melindungi dirinya.     

Rupanya, kobaran api itu merupakan semacam serangan tipe-wilayah. Dylosen tidak punya cara untuk mempertahankan diri melawan kekuatan seperti itu.     

Itu adalah jenis jurus penyergapan yang dilakukan oleh kelas tipe Prajurit pada Penyihir. Kesatria Lava jelas lebih kuat dari Penyihir lainnya. Tidak mungkin perlengkapan sihir Dylosen mampu bertahan dari serangan itu.     

Tepat ketika api hendak memanggang Dyleson hidup-hidup, seberkas cahaya putih mulai bersinar dari tubuhnya. Bzzzz. Bzzzz. Bzzzz. Itu adalah mantra teleportasi Link.     

Ketika cahaya putih memudar, mereka bertiga telah menghilang dari Benteng Bayangan. Kesatria Lava tidak mengejar mereka. Kesatria itu hanya pergi ke tempat mereka berdiri tadi dan mengambil kotak kayu yang tergeletak di sana. Ia kemudian membukanya dan menemukan fragmen dewa di dalamnya.     

Dylosen bukan targetnya. Dari awal sasaran dia hanyalah fragmen dewa. Dengan benda itu di tangannya sekarang, maka Penyihir Agung Gunung Salju tidak lagi menjadi ancaman bagi tuannya, Penyihir Agung Api.     

"Penguasa Ferde memang benar-benar sesuatu," Kesatria Lava itu lalu menutup kotak itu. Ia tidak punya niat untuk mengejar Link. Sebaliknya, rencananya sekarang adalah kembali ke Pulau Dawn.     

Misi utamanya adalah untuk mengambil fragmen dewa dan menyabotase rencana Penyihir Agung Gunung Salju. Membunuh Dylosen dan Penguasa Ferde hanyalah tindakan untuk membuat misinya berhasil. Kematian mereka tidak terlalu berarti baginya.     

Namun, trik kecil Penguasa Ferde itu telah membuatnya sangat terkejut. Meskipun Kesatria Lava sama sekali tidak takut padanya, ia tidak ingin menyusahkan dirinya sendiri untuk mengejar Link, kalau tidak, ia tersandung dalam pengejarannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.