Raja Bucinnya Kanaya

Efek Kehilangan Papa, Ray menjadi Bodoh



Efek Kehilangan Papa, Ray menjadi Bodoh

0Saat ini Ray masih merasa sangat sedih dengan kepergian ayahnya yang mendadak, bahkan Ray tidak pernah menyangka jika hari pernikahannya dengan Rabia adalah hari Papa meninggalkan mereka untuk selama-lamanya.     

"Mas Ray..., saya tau mas sangat kehilangan Papa saat ini... tapi jika mas terus menangis Papa pasti juga akan ikut sedih." ucap Rabia.     

Setidaknya saat ini Ray masih memiliki Mama, kedua adik perempuannya dan juga istri Rabia yang sangat pengertian dan membuat Ray memiliki semangat dalam menjalani kehidupannya kembali.     

"Mas merasa menjadi seorang putra yang baik untuk Papa dek, selama Papa hidup mas belum pernah membuat Papa bahagia." ucap sambil mengeratkan tangan mereka yang saling menggenggam seakan saat ini Ray benar rapuh.     

"Mas masih bisa mewujudkan keinginan Papa dengan selalu mendoakan Papa dan berusaha untuk mewujudkan keinginan Papa yang pernah Papa bicarakan dengan Mas." ucap Rabia.     

Tentunya setidaknya Ray tentu saja sewaktu Papanya masih hidup memang memiliki beberapa keinginan pada Ray, baik tentang perusahaan dan juga dalam menjaga adik-adiknya.     

Tapi kali ini kedua adik perempuannya telah bersuami dan Ray tidak perlu terlalu mengkhawatirkan adik-adiknya, Karena mereka tentunya akan dijaga dengan baik oleh laki-laki baik yang merupakan pilihan Papa mereka.     

Saat ini Ray hanya perlu fokus pada membahagiakan Mama dan menjadi seorang suami yang tentunya bertanggung jawab pada Istrinya, setidaknya walaupun Ray tidak mengetahui pasti perasaan Rabia padanya tapi Ray sangat mencintai Rabia dari sejak mengucap ijabkabul dadak bebepa jam yang lalu.     

Walaupun saat ini Rabia belum mencintainya tapi setidaknya Ray sangat bersyukur karena Rabia begitu pengertian dan sangat memahami perasaannya sementara cinta Rabia padanya pasti akan tumbuh dengan sendirinya nanti atas izin Allah.     

"Ayo kita pulang." ucap Ray dengan dingin.     

Sebenarnya Rabia sedikit bingung dengan sikap dari suaminya yang tiba-tiba bersikap dingin padanya dan bahkan melepaskan ngenggam tangannya.     

Rabia merasa telah melakukan sebuah kesalahan besar sehingga membuat Ray bersikap begitu dingin padanya. Rabia berusaha untuk mengerti mengkin saat ini Ray memang terlalu sedikit karena kehilangan Papannya.     

"Maaf Dek Rubi, aku akan kembali ke sifat asliku yang menyebalkan dan dingin sampai kamu mengakui perasaan mu pada ku." batin Ray.     

Sebenarnya Ray bisa melihat wajah bingung dari Rabia yang terlihat sangat menggemaskan, tapi Ray ingat jika saat ini harus menunjukkan sikap aslinya pada Rubi agar mengetahui seberapa kuat Rubi bertahan disisinya dengan sikap Ray yang dingin dan menyebalkan.     

"Mas tunggu..., Mas kok ninggalin aku....?" ucap Rabia yang menarik tangan suaminya dan menggandengnya dengan erat.     

Rania tidak perduli jika semua orang memperhatikan mereka, Rabia hanya tidak ingin jika Ray marah padanya. Tentu saat ini Rabia berhak untuk memengang tangan Ray dengan erat karena mereka telah menikah dan Ray adalah suaminya.     

Walaupun Rabia sebenarnya tidak tau mengapa perasaannya saat ini tidak suka saat Ray iba-tiba berubah menjadi dingin padanya. Selama ini yang Rabia tau Ray akan selalu bersikap hangat padanya.     

"Mungkin sikap mu berubah menjadi dingin karena kamu sedang terluka atas kepergian Papa mas, Aku adalah seorang dokter dan atas izin Allah Aku akan mengobati luka mu." batin Rabia.     

Rania saat ini tidak mementingkan soal cinta, yang terpenting baginya saat ini harus menjadi seorang istri yang berbakti pada suaminya dan membahagiakan suaminya.     

"Jalankan dengan benar kamu hampir jatuh." ucap Ray dengan dingin bahkan wajahnya sangat ini terlihat sangat datar.     

Rabia tidak sengaja tersandung yang menyebabkan hampir terjatuh untuk saja tangannya menggenggam erat tangan Ray sehingga membuat Ray dengan sangat memeluk pinggang Rabia agar tidak terjatuh.     

"Ya Allah Mas... kamu biasanya memangil ku Rubi dan aku mulai terbiasa dengan panggilan itu tapi kali ini mengapa kamu berubah pangilan mu pada ku....?" Batin Rabia.     

"Maaf Mas.....," ucap Rabia yang kemudian berusaha membenarkan posisi.     

"Ray aku turut berduka cita atas meninggalnya Papa mu...." ucap seorang pria yang merupakan Abang sepupu Al.     

"Dokter datang kesini juga?" ucap Rabia yang terlihat penasaran.     

Ray yang sebelumnya bertindak tidak dingin pada Rabia dan seakan terkerkesan terpaksa saat Rabia mengenggam tangannya dan bersikap dingin saat Rabia hampir terjatuh, kali ini Ray langsung memeluk pinggang Rabia sehingga membuat Rabia lebih dekat padanya.     

Ray tidak suka sejak awal melihat kedekatan Rabia dengan laki-laki lainnya yang sebelumnya dianggap Ray sebagai pesaing saat dekat dengan Rabia.     

"Terimakasih telah datang." ucap Ray yang kemudian pergi bersama Rabia meninggalkan laki-laki itu yang mematung ditempatnya.     

"Mengapa bisa Rabia Daim saja saat Ray memeluknya, bahkan saat aku duduk di dekatnya saat dilantik rumah sakit dia selalu menjaga jarak?" ucap Adam.     

Laki-laki yang baru saja mengucap turut berdukacita pada Al tadi adalah dokter Adam, Tentu dokter Adam datang bersama dengan orang tuanya Al, karena memang Dokter Adam dan Al adalah sepupu dari sebelah Ayahnya.     

Adam yang tidak sengaja mendengar berita duka cita tersebut saat ini langsung saja juga ikut pergi dengan paman dan bibinya Karena kebetulan Saat itu orang tuanya Al sendang berkunjung kerumahnya orang tuanya dan tiba-tiba mendapat kabar duka tentang Papa mertua Ray yang meninggal.     

"Mas Baik-baik aja?," ucap Rabia yang heran dengan siap suaminya tersebut yang tiba-tiba posesif.     

"Iya." ucap Ray Dengan singkat.     

Sebenarnya Ray hanya tidak ingin jika Adam dekat dengan Rabia, Karena tentu saja sebagai seorang laki-laki normal Ray merasa sangat cemburuan melihat kedekatan istrikanya itu dengan laki-laki lain.     

Saat Ray dan Rabia sudah ada didalam mobil mereka, dan Ray hanya berusaha untuk menenangkan diri untuk terlihat baik-baik saja dan tidak terlihat seperti seorang suami yang sedang cemburu pada Istrinya.     

"Mas itu seperti ada dua orang tuanya Al sepertianya menuju ke sini....," ucap Rabia yang tentunya mengetahui jika kedua orang paru baya tersebut adalah orang tua Al Karena Rabia hadir di acara pernikahan Al dan Kanaya beberapa Minggu yang lalu.     

Al yang sebelumnya Ingin menutup pintu mobil untuk segera pulang tapi tidak jadi karena melihat Orang tua dari Al yang dapat menuju kearahnya.     

"Nak kamu turun berduka cita atas meninggalnya Papa mu...., maaf kami baru datang." ucap Khalid.     

"Terimakasih Om dan Tante telah datang." ucap Ray dengan tulus.     

Ray juga cukup paham jika Papa nya dan Papa Al adalah sahabat lama dan juga teman bisnis. Ray menjadi ingat dengan Papanya saat ini uang buat Ray kembali sedikit.     

"Kamu yang tegar dan kuat ya nak....," ucap Ayana.     

Mama Al memang selalu bersikap lelah lebut dan penyayang, walaupun seorang mualaf sebelumnya tapi Ayana sangat memiliki prinsip hidup yang kuat semenjak memutuskan untuk masuk Islam dan memakai hijab serta menikah dengan suamiya yang merupakan Papa Al.     

"Terimakasih Tante Insya saya kuat." ucap Ray dengan ramah.     

"Kalau begitu kami akan pergi sebentar untuk membaca mengirimkan Dao dan menaburkan bunga untuk Papa mu...., aku tidak menyangka dia akan pergi secepat ini." ucap Khalid yang tamapak menetes air mata.     

Didalam mobil Ranai menunggu suaminya tersebut selesai bicara, sepertinya Ray melupakan jika saat ini telah beristri. Ray bahkan tidak memperkenankan Rabia sebegai istrinya dihadapan orang tua Ray.     

"Ray siapa wanita yang cantik yang bersama mu....," tanya Ayana penasaran.     

"Dia.....," ucap Al yang a terpotong Karena ucap dari ayah Al.     

Ray sepertianya menjadi bodoh dan sulit untuk menjelaskan pada Mama Al jika wanita yang bersamanya saat ini adalah istrinya, Rabia juga tampannya sedang melamun.     

"Mama ayo kita ke makam Jalal." ucap Khalid yang sebelumnya telah berjalan terlebih dahulu.     

Ayana yang melihat jika jarak suamiya dengannya cukup jauh langsung mengejar Khalid dan melupakan rasa penasarannya pada wanita yang bersama Ray. Lagi pula nanti mereka pasti akan tahu.     

"Sepertinya aku memang belum ada artinya bagi mu.... mas, Astagfirullah halazimmm.... mengapa saat ini aku malah berburuk sangka...., ya Allah ampuni aku..," batin Rabia.     

Rabia memilih diam dan tidak banyak bicara, Rabia paham saat ini Ray masih dalam keadaan berkabung. Mungkin Ray membutuhkan ketenangan saat ini, Rabia hanya berusaha untuk menjadi seorang istri yang baik.     

Walaupun Ray mengabaikannya Rabia akan tetap bertahan sampai batas kesabaran dan lelahnya sudah habis. Kali ini Ray lun hanya fokus mengemudi untuk segera pulang karena mengkhawatirkan Mamanya yang sebelumnya kembali pingsan saat jenazah Papanya dimakamkan.     

Saat Ray sebenarnya sedikit bingung dengan Rabia yang juga terlihat diam saja tanpa memulai percakapan apapun dengannya. Seingat Ray memang sebelum Ray tidak melakukan kesahan apapun.     

Ray beranggapan jika mungkin Rabia terlalu lelah karena sebelumnya memang tidak pulang untuk istirahat dan tidur. Senyum dari Rabia juga menghilang tidak seperti sebelumnya saat ini yang terlihat di wajah Rabia hanyalah wajah lelah dan bingung.     

Ray bisa melihat wajah cantik alami istri itu melalui kaca mobil. Rabia terlihat sangat pendiam kali ini sehingga membuat Ray sangat ingin bertanya hal apa yang sedang mengusik ganti itu.     

"Ya Allah selama ini aku terlalu banyak diam tidak bicara banyak hal yang membuat Papa bahagia dan aku tidak ingin kehilangan Rabia kembali karena rasa gengsi ku yang besar ini." batin Ray.     

Sebelum Ray memulai untuk bicara, Rabia telah membuka pembicaraan terlebih dahulu tapi tidak seperti tadi Rabia kali ini tidak menatap wajah Al dan bahkan Rabia terlihat menunduk.     

"Mas nanti bisa langsung bersih-bersih dan istirahat aku akan pulang kerumah Ayah.....," ucap Rabia terputus.     

Ray berfikir jika Rabia ingin meninggalkannya karena memungkinkan sikap Ray, saat ini Ray sengaja menunjukkan siap dinginnya untuk menyembunyikan hanya hatinya yang sedang terluka Ray memang selalu bersikap dingin.     

"Mengapa kamu ingin pulang ke rumah orang tua mu, saat ini kamu telah bersuami dan ku suami mu, kamu akan tinggal dimana pun suamimu tinggal." ucap Ray dengan tegas.     

Rabia cukup senang dengan ucap Ray padanya tapi Ray salah paham keinginan Rabia pulang adalah untuk mengambil pakaiannya yang masih dirumah orang tuannya. Sepertinya Ray berfikir jika Rabia akan meninggalkannya, padahal dalam hati Rabia telah berjanji tidak akan pergi sebelum Ray sendirilah yang memintanya untuk pergi.     

"Kenapa kamu diam saja!" ucap Ray yang saat ini bertanya dengan tegas wajah dingin sehingga seperti sebuah bentakan, Ray tidak menerima jika sampai Rabia meninggalkannya.     

Walaupun saat ini Ray sangat terlihat tampan saat emosi dan marah tapi Rabia lebih menyukai seorang Ray yang lembut seperti sebelumnya. Rabia terlahir dengan limpahan kasih sayang dari orangtuanya yang cukup dan tidak pernah dibentak apa lagi disalahkan, Ayahnya pun walau saat ini adalah ayah sambung tapi sangat menyayanginya sama seperti putri kandungnya sendiri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.