Tante Seksi Itu Istriku

Niat Farisha Terungkap



Niat Farisha Terungkap

0"Hei, kamu mau pergi ke mana? Arah ke mobilnya ke arah sini!" seru Farisha melihat Usman berjalan ke arah yang salah.     

Dengan dongkolnya, Usman berbalik arah. Ia mengikuti Farisha berjalan ke arah yang benar. Karena Usman yang tadinya jalan ke tempat yang salah, membuat lelaki itu menahan rasa malu. Tak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk menutup rasa malunya itu.     

'Kenapa aku harus malu? Kan aku nggak kenal sama mereka? Ah, cuek sajalah,' tandas Usman dalam pikirannya. Kini ia sudah bisa percaya diri setelah mendapat pikirannya kembali.     

Dari dulu Usman sudah bertemu dengan berbagai orang yang memiliki berbagai karakter. Ada yang pemarah, ada yang suka bercanda, ada yang pendiam dan ada pula yang tidak tahu malu atau bahkan bertemu dengan orang yang tidak tahu diri.     

Seperti pamannya yang di desa yang tidak tahu diri dan tidak tahu malu kalau selama ini hanya memanfaatkannya untuk mencari uang untuk digunakannya berjudi atau untuk memberi makan istri sang paman yang juga kejam.     

"Maaf, Tante. Aku sebenarnya nggak suka jadi bahan tontonan orang lain. Tapi ya sudahlah, yang penting mereka tidak memukuliku atau gimana. Meskipun mereka menertawakanku yang tidak tahu apa-apa. Aku memang orang bodoh yang sampai saat ini masih tidak tahu apa-apa."     

"Kamu ngomong apaan, sih? Kalau kamu ngomong gitu, ngeri jadinya. Ah, sudahlah, ayo ke jalan yang benar!" ajak wanita itu pada pemuda yang menjadi karyawannya.     

Sebagai seorang karyawan yang harus patuh pada semua perintah atasan, Usman mengikuti Farisha sampai ke mobilnya. Memang jalan yang mereka tempuh berbeda jauh. Membuat mereka harus berjalan selama sepuluh menit baru sampai di mobil Farisha.     

"Oh, ini kenapa bisa seperti ini? Ini apa mobilnya sudah pindah atau gimana?" Karena tidak tahu jalan, Usman tidak tahu kalau sampai tersesat kalau sendirian.     

Farisha tidak menanggapi pertanyaan Usman. Ia masuk ke dalam mobilnya dan membiarkan pemuda itu mengikutinya. Setelah masuk semua, tibalah saatnya untuk mengeluarkan mobil terlebih dahulu. Ia mengeluarkan mobilnya dari dalam mall itu.     

Bram dari tadi sudah keluar dari mall itu tapi ia tidak juga menemukan taksi. Ia menunggu keluarnya mobil milik Farisha. Walaupun pria itu memiliki mobilnya sendiri, ia lebih suka ikut mobil Farisha karena ingin lebih dekat dengan orang tuanya.     

Dalam kesendiriannya, ia bersender pada tembok di dekat pintu keluar mobil. Karena saat melihat mobil yang nomor platnya ia kenal, ia tersenyum dan melambaikan tangannya.     

"Hai, aku di sini! Tolong berhenti!" teriak Bram sambil melambaikan tangan. "Heiy, kenapa nggak berhenti?" Karena mobil yang ditunggu-tunggu tidak berhenti, ia mengejarnya namun yang di dalam mobil tidak peduli.     

"Tante, itu om Bram nggak diajak masuk sekalian? Kan kita berangkat barengan. Tapi kenapa dia nggak diajak?" Dengan polosnya, Usman bertanya pada wanita di sebelahnya. Namun hanya tatapan tidak suka didapat pemuda itu.     

"Nggak perlu kita tunggu dia. Lagian nggak mungkin kita tunggu orang yang nggak ada hubungannya dengan kita. Aku hanya membutuhkan kamu, bukan orang itu. Jadi lebih baik kamu diam! Nanti di rumah, kamu bilang, 'Aku calon suami Farisha, Tante. Aku mau menikahi Farisha,' gitu!" perintahnya dengan tegas.     

"Ah yah! Bagaimana mungkin? Kenapa Tante malah bercanda padaku, nih! Kalau beneran sih aku mau, tapi masa sih, aku bilang gitu sama ibunya Tante ini?" ungkap Usman tidak percaya.     

Bagaimana mungkin pemuda seperti dirinya menikahi wanita kaya dan cantik. Tidak mungkin jika itu terjadi, dunia ini seakan-akan akan runtuh dengan diterpa angin kencang yang mengguncang sampai puing-puingnya.     

"Aku serius, Usman! Kamu sudah berjanji akan membantuku tanpa protes sedikitpun. Dan sebagai balasannya, aku akan berikan banyak uang untuk kamu. Kamu harus berpura-pura menikah denganku di hadapan semua orang!" tegasnya pada pemuda yang terbengong mendengar ucapannya.     

"Berpura-pura? Bagaimana mungkin kita berpura-pura?" Karena kaget mendengar perintah Farisha yang tidak masuk akal itu membuat Usman tidak percaya begitu saja. "Kenapa harus denganku? Dan mengapa hanya berpura-pura?"     

Kalau itu bukan kepura-puraan, mungkin Usman akan langsung setuju. Tapi kalaupun iya, bagaimana mungkin bisa wanita yang berbeda kelas dengan pemuda miskin dan burik, mau menikahinya? Jika itu kenyataan dalam hidupnya, maka itu adalah sebuah anugerah yang terindah.     

Sebuah keajaiban yang hanya ada di cerita-cerita dongeng fantasi atau sebuah drama percintaan yang menjadi cerita halu bagi penontonnya.     

"Kamu sudah janji nggak akan membantah! Kamu harus membantuku, Usman! Aku nggak perduli kamu mau atau tidak! Aku tak mau berhubungan dengan lelaki lain. Karena semua lelaki itu brengsek! Kalau kamu brengsek juga, aku pun akan membunuhmu!" ancam Farisha.     

Usman takut dengan ancaman seperti itu dan hanya mengangguk. Ia tahu kalau dirinya tidak bisa apa-apa lagi karena memang ia sudah berjanji mau melakukan apapun untuk membantu atasannya itu.     

Andaikan itu bukan kepura-puraan, ia akan senang hati bisa menikah dengan Farisha. Tapi ini karena pura-pura, berarti tidak ada adegan enak-enak di dalam tempat tidur. Padahal kalau kenyataan, itu akan menjadi sesuatu yang baru bagi Usman. Walau kepura-puraan itu juga baru pertama kali dan mungkin hanya satu kali dalam hidupnya.     

"Kamu nanti bilang saja siapa dirimu sebenarnya. Nggak perlu berpura-pura menjadi orang kaya. Karena aku nggak mau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan nantinya. Tapi kalau si brengsek Benny tidak menyetujuinya, aku nggak akan peduli. Yang penting dia nggak menuntut untuk menjodohkanku dengan pria-pria brengsek terus."     

"Bagaimana ini? Benny, siapa?" Pemuda itu mulai berpikir siapa Benny yang memaksa sang tante seksi itu. Mungkin dia adalah kakaknya atau apa. Karena hanya memanggil nama pada orang itu.     

"Kamu nanti akan tahu siapa Benny! Dam kamu nggak perlu sopan pada manusia seperti itu. Tapi yang kamu harus hormati adalah ibuku!" tegas Farisha.     

Usman terdiam mendengar perkataan Farisha. Ia lebih baik tidak terlalu banyak bicara. Karena berbicara pun ia bingung apa yang harus ia bicarakan. Hari ini sudah banyak ia bekerja. Tidak tahu bagaimana ia melewati hari-hari selanjutnya dengan Farisha.     

"Kamu juga harus ingat! Kita hanya berpura-pura menikah di depan semua orang. Dan kita tidak akan menikah beneran. Meskipun itu terdaftar secara agama ataupun negara, di mataku kamu hanya suami pura-pura saja!"     

"Iya, Tante. Aku akan menuruti apa saja yang dimau sama Tante," ungkap Usman dengan akhir yang pilu. Ia harus menahan semua perasaannya karena hanya dijadikan suami pura-pura oleh Farisha.     

"Bagusss! Kamu memang harus nurut padaku! Kalau kamu nurut, kamu akan punya banyak duit lalu bisa jadi orang kaya. Tapi kamu jangan mengandalkan orang lain untuk menjadikanmu kaya!"     

Karena pengalaman hidup orang tuanya membuat dirinya sama seperti nasib ibunya. Ia tidak ingin dirinya hidup dan dimanfaatkan oleh lelaki. Tidak ingin menjadi budak lelaki yang seperti ayahnya, Benny. Ayah yah tidak pantas ia anggap sebagai ayah. Hanya dia anggap sebagai sampah dan hanya menjadi parasit yang menghabiskan harta milik kakek dan neneknya saja.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.