Tante Seksi Itu Istriku

Hari Pertama Kerja



Hari Pertama Kerja

0Pagi-pagi sekali Usman telah membersihkan tempat yang ia tinggali. Ia mengingat perkataan Farisha kemarin. Ia bisa tinggal di swalayan tetapi harus selalu menjaga kebersihan.     

"Kamu bisa tinggal di sini tapi kamu harus menjaga kebersihannya! Kamu juga boleh mengambil minuman atau makanan. Tapi kami kalau mengambil makanan, kamu juga catat semuanya." Itulah yang diingat oleh Usman tentang perkataan Farisha.     

Sekitar pukul delapan pagi, Farisha baru datang ke Swalayan tetapi ia menutupi wajahnya dengan memakai masker dan juga memakai topi. Bahkan ia tampil lebih tertutup tidak seperti kemarin.     

Farisha juga membawa rantang kecil dan ia memakai jaket juga walaupun hari ini cukup cerah dan matahari bersinar terang. Itu membuat Usman bertanya-tanya, apakah memang seperti itu sebelumnya?     

"Kenapa tante Farisha pakainnya beda, nggak kayak kemarin?" ujar Usman. Ia saat ini sedang merapikan rak yang berisi sabun dan deterjen. Ia juga diharuskan untuk mencatat apa saja yang dikeluarkan.     

Farisha tanpa bicara langsung masuk ke dalam. Ia langsung duduk di meja kasir dan memanggil Usman dengan tangannya sebagai isyarat. Usman yang dipanggil pun mendekat ke arah Usman.     

"Kamu sudah makan, Usman?" tanya Farisha sambil menaruh rantang ke meja. "Kamu makan ini saja! Sekarang kamu buka rolling dornya dulu tapi!" perintah Farisha.     

"Iya, Tante," balas Usman mengangguk lalu menuju ke depan dan mulai membuka swalayan itu. Hari ini adalah hari pertama ia membuka swalayan milik Farisha itu. Karena kemarin hanya membawa beras dan membersihkan swalayan.     

Karena hari ini adalah hari pertama swalayan buka semenjak kerja, ia tidak melihat seorangpun. Namun ia tetap yakin, nanti ada orang yang membantunya. Karena ini hari pertamanya, ia harus bekerja dengan keras.     

Selesai membuka pintu, Usman kembali ke Farisha. Namun Farisha hanya duduk di meja kasir. "Kamu makan dulu! Ini masakan ibuku!" Farisha mempersilahkan Usman untuk makan karena bekerja butuh asupan makanan.     

"Iya, makasih, Tante. Tante sudah makan?" tanya Usman pada Farisha. Walau dari rumah, belum tentu Farisha sudah makan. Bisa saja ia bawa makanan untuk dirinya juga.     

"Kamu nggak perlu mengurus aku sudah makan atau belum! Kamu di sini bekerja, jadi jangan banyak tanya! Cepat makan di dalam!" ketus Farisha kesal. Ia memegangi rahang dan pipinya yang tertutup oleh masker.     

"Eh, i-iya, Tante. Maaf." Usman menyesal karena telah membuat marah Farisha. Ia hanya mencoba memberi perhatian saja. Tetapi malah dibentak seperti itu dan membuatnya takut. Ia pun mengambil rantang itu dan membawanya ke dalam.     

Di dapur, ia sudah masak nasi. Sementara ia membuka rantang isinya adalah rendang ayam dan itu tercium sangat nikmat. Usman mencium makanan itu karena ia sendiri pun tidak pernah makan seenak itu.     

"Alhamdulillah ... makananku saja enak begini. Enak kerja di sini. Tapi kenapa dia marah padaku?" Namun Usman tidak memikirkannya dahulu.     

Melihat makanan seenak itu, membuat Usman semangat dan mengambil nasi lebih banyak dari kemarin. Setelahnya ia mengambil makanan itu. Dan makan dengan nikmatnya.     

"Wah, ini enak banget, asli! Kapan lagi bisa makan seenak ini kalau nggak ada di sini. Tante Farisha paling ngerti sama karyawannya. Pasti banyak yang bekerja di sini. Eh, sisain juga sama mereka nanti."     

Usman sengaja mengisahkan lauk itu karena ia pikir nantinya ada teman-teman yang membantunya mengurus Swalayan. Ia tidak memakan semua rendang itu.     

Setelah kenyang, Usman tidak lupa mencuci piringnya. Ia kemudian mengambil baju seragam yang digantung dengan hanger yang berada di pinggir pintu. Ia memakai seragam itu dan merapikannya. Ia berdiri di depan cermin dan mencoba berdandan sekeren mungkin.     

"Wah, aku kelihatan ganteng banget hari ini," pujinya pada bayangannya sendiri yang ada di cermin. Ia kadang bergaya sesuai yang ia bayangkan dan membayangkan dirinya sebagai seorang artis terkenal.     

Setelah puas melakukan berbagai gaya itu, Usman sudah siap dan segera keluar dari dapur menuju ke tempatnya bertugas. Ia melihat orang mulai berdatangan sementara Usman mendekati Farisha dan ia bingung, apa yang harus ia lakukan.     

Pernah ia ke swalayan suatu kali. Melihat banyak karyawan yang berada di meja kasir. Dan yang lainya memegang kain pel atau melakukan apapun. Kadang ada yang bertugas membawa produk barang dan menatanya.     

"Apa yang harus aku lakukan, Tante?" lirih Usman karena saat ini tidak ada pekerjaan untuknya. Ia hanya terbengong karena memang bukan pengalamannya berada di swalayan.     

"Kamu diam saja atau periksa barang. Kalau ada yang kurang, kamu beritahu aku. Tapi kemarin sudah diperiksa. Kamu bisa santai dulu. Nanti kalau ada banyak orang, akan kupanggil," pungkas Farisha, berbicara tanpa ekspresi.     

"Ooh, iya, Tante. Kalau begitu, aku nggak akan jauh-jauh," kata Usman. Kemudian Usman jalan mencari tempat untuk istirahat. Ia berada di pojokan dan melihat orang-orang sedang mencari barang yang mereka butuhkan.     

Berada di swalayan selama berjam-jam yang dilakukan Usman hanya duduk sambil melihat-lihat. Saat ada lantai yang kotor, ia menyapu atau mengepelnya. Tidak banyak yang datang ke swalayan. Tetapi kadang ada yang datang, membeli banyak barang. Ada juga yang datang hanya untuk membeli satu minuman tetapi lama-lama di depan meja kasir.     

"Serius, lah kalau boleh minta nomornya, yah! Kalau malam minggu aku bisa ngajak jalan-jalan atau kita nonton film di bioskop. Ngomong-ngomong, kamu sudah punya pacar belum?"     

"Maaf, saya sudah menikah," jawab Farisha tenang. Ia saat ini memakai masker dan topi. Ia juga memakai seragam dan jaket. Ia bahkan berpenampilan tidak seperti kemarin. Tetap saja masih ada yang menggoda.     

"Alah ... kamu pasti bohong. Setiap hari aku selalu perhatiin, kamu selalu sendiri. Lagian di sini tidak ada siapapun. Kita bisalah, main sedikit ... iya, nggak? Ckckc."     

Farisha sudah sangat jengah dengan pria di hadapannya. Ia sudah sering mendapatkan perlakuan seperti itu. Sementara Usman tanpa diundang, mendekat ke Farisha. Farisha yang melihat Usman pun lantas menarik tangan pemuda itu.     

"Ini adalah calon suami saya!" ungkap Farisha di depan pria itu sambil menunjuk ke arah Usman.     

Tentu Usman bingung karena tiba-tiba Farisha berkata seperti itu. Namun melihat Farisha yang dirasa perlu bantuannya agar pria itu cepat pergi, akhirnya Usman mengikuti perkataan Farisha.     

"Heh, anak kecil seperti dia, bisa apa? Lagian dia kayak anak kampung atau anak yang datang dari desa. Lihat saja penampilannya, kucel begitu, masih dibilang calon suami? Hahaha! Ada-ada saja, kamu, Sayang."     

"Maaf, Anda siapa, yah? Saya calon suami Farisha!" ucap Usman tegas. Bagaimanapun, ia akan meminta maaf pada Farisha nanti. "Jadi tolong anda pergi dari sini!" usir Usman mencoba memberanikan diri.     

Tentu saja Usman merasa gentar karena pria di sampingnya. Namun ia sudah meyakinkan dirinya untuk menolong Farisha. Ia pun mengumpulkan tekad untuk menolong Farisha yang memang perlu bantuannya.     

"Heh, kamu ini hanya anak kecil, dekil, pendek, kampungan, mau jadi suaminya? Hahaha!" tawa pria itu lantang.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.