Tante Seksi Itu Istriku

Penyiksaan Benny



Penyiksaan Benny

Ingin Farisha membuat ibunya bahagia dengan pernikahannya. Tapi ia tidak bisa melakukannya. Tentu sebagai seorang anak, ia ingin berbakti pada orang tuanya. Apalagi orang tua yang selalu melindunginya dan selalu ada untuknya. Di saat rapuh dan di saat Farisha sedang membutuhkan sosok wanita yang bisa menguatkannya. Yang mendengarkan semua keluh kesahnya.     

"Bu," panggil Farisha. Ia ingin mengatakan kebenarannya pada sang ibu. Tapi ia berpikir lagi, ia tidak mungkin mengatakan hal itu. Ia tak ingin membuat ibunya kecewa.     

"Ada apa, Nak? Apakah kamu memiliki seorang yang kamu sukai? Kalau ada, kenalkan pada ibu, Nak. Ibu akan bahagia jika anak ibu menemukan orang yang kamu cintai. Perkenalkan pada ibu. Dan ibu pasti akan menikahkannya denganmu."     

Azhari sungguh tidak tahu apa yang dipikirkan oleh anaknya. Tapi ia sungguh menginginkan Farisha untuk segera menikah. Namun sampai saat ini, ia tidak pernah melihat anaknya membawa atau memperkenalkan dengan seorang lelaki padanya.     

Pada akhirnya Farisha hanya mengangguk. Ia mengangguk untuk menenangkan ibunya. Ia tidak ingin ibunya bersedih karena dirinya itu. Yang paling penting dalam dunia ini adalah ibunya, Azhari. Apapun yang terjadi, ia harus memikirkan perasaan dan keinginannya itu. Maka ia harus memenuhi keinginan itu.     

"Nya, ini obatnya," ucap Erni yang membawa kotak obat ke ruang depan. Ia telah mencari kotak obat dan baru ketemu.     

"Bawa ke kamar saja, Erna!" perintah Azhari. Karena hari sudah malam, Azhari membawa Farisha ke kamar. "Ibu obatin kamu di kamar saja, yah." Dengan perlahan, ia membawa putrinya ke kamar Farisha.     

Azhari membawa Farisha masuk ke kamar dan diikuti oleh Erna di belakang. Farisha tidak menangis karena sudah terbiasa disiksa. Tapi ia sering melihat ibunya dulu yang disakiti oleh Benny.     

"Kamu keluar saja, Erna. Biar saya yang obatin Farisha," ujar Azhari.     

"Iya, Nyah. Erna keluar dulu, Nyonya. Semoga Non Farisha cepat sembuh, yah." Erna pun meninggalkan kamar karena ia juga masih banyak kerjaan. Ia harus menyetrika baju malam ini.     

"Begini kalau kamu melawan ayahmu, Nak. Ibu sudah bilang berkali-kali agar kamu tidak melawan ayahmu. Tapi ya sudahlah ... mungkin ayahmu juga capek menjodohkanmu," pungkas Azhari.     

"Besok akan kubawa calon menantu ibu ke rumah," celetuk Farisha tiba-tiba. Setidaknya ini hanya untuk sementara bisa menenangkan Azhari.     

"Benarkah? Kamu punya calon suami? Syukurlah kalau begitu. Ibu tidak menyangka, anak ibu sekarang sudah memiliki calon suami. Beneran kamu bawa calon suamimu, yah!" ungkap Azhari merasa senang.     

Farisha mengangguk pada Azhari. Walau sebenarnya ia tidak punya calon suami yang diinginkan orang tuanya. Tapi ia sudah mengatakannya pada sang ibu. Ia tidak mungkin bisa terus-terusan seperti ini. Walau dia tidak suka dengan lelaki, sebagai seorang wanita memang harusnya dia sudah menikah dan memiliki anak. Tapi ia juga tidak mungkin bisa terjadi.     

Azhari sangat senang dengan perkataan Farisha. Ia mengobati luka Farisha dengan tangan yang lembut. Ia mengobati wajah Farisha yang lebam dengan obat yang diberikan ke kapas dan ditempelkan ke wajah Farisha dengan pelan.     

"Sakit?" tanya Azhari. Namun ia hanya melihat Farisha tersenyum padanya. Azhari meneruskan dengan meringis sendiri. Ia sering merasakan itu. Bahkan tadi ia sempat ditendang oleh suaminya.     

"Ibu juga sakit, kan? Si Benny keparat itu memang meresahkan. Mengapa ibu nggak nendang saja dari rumah ini? Bukannya ini semua harta milik kakek, yah? Kenapa dia yang menguasai semua?"     

Farisha tidak habis pikir dengan keluarganya. Bagaimana mungkin pria jahat itu mampu mengintimidasi ibunya sampai tak berdaya. Kalau sebenarnya Azhari bisa menggugat suaminya dan harta yang mereka nikmati adalah peninggalan orang tua Azhari.     

"Kamu jangan seperti itu pada ayahmu, Nak. Sini ibu lihat perut kamu! Tadi ibu rasa perutmu juga kena tendangan ayahmu," ungkap Azhari. Ia menyingkap pakaian Farisha dan perut Farisha juga mengalami luka.     

Farisha sudah kebal dengan semua rasa sakit itu. Ia sudah tidak terlalu sakit saat ini. Ia hanya perlu istirahat semalam, besoknya sudah kembali seperti semula. Maka Farisha yang tidak ingin terus-terusan dikhawatirkan oleh Azhari, hanya bisa diam.     

"Azhari! Kemari dan pijatin aku!" teriak Benny dari luar kamar. Suara itu terdengar dari kamar Azhari dan Benny karena berteriak, tentu bisa didengar walau lirih.     

"Ya sudah, ayahmu sudah memanggil. Kamu sudah terbiasa kena pukul dari ayahmu. Kamu besok jangan lupa bawa calon mantu ke rumah, yah!" tandas Azhari. Ia kemudian meninggalkan Farisha.     

Tinggallah Farisha seorang diri di kamar itu. Ia membuka ponselnya dan menghubungi seorang wanita dengan panggilan video. Ia kemudian melepaskan pakaiannya saat mereka melakukan panggilan video itu.     

Sementara Azhari masuk ke kamarnya. Rasa sakit di badannya ia tidak memperdulikannya. Walau suaminya hanya pulang sekali dalam sebulan atau berbulan-bulan dia akan pergi lama dan menemui wanita-wanita yang menjadi langganan Benny.     

Benny sudah melepaskan pakaiannya dan ingin dipijat oleh sang istri. "Pijatin sini!" perintah Benny dengan suara berat.     

Azhari mengangguk dan mulai memijat suaminya yang sudah tiga bulan tidak ditemuinya. Setiap malam suaminya itu selalu berada di rumah wanita yang berbeda-beda. Hanya karena tubuhnya yang sudah tidak kuat, ia baru ada di rumah menemui istri dan anaknya.     

"Keras sedikit! Kenapa jadi perempuan kamu mijitnya sangat lemah?" bentak Benny. Ia menjambak rambut istrinya karena menganggap tidak becus melayani suami. "Kamu jadi istri memijat saja tidak becus!"     

"Iya, Yah. Aku akan lebih keras lagi. Maaf, Mas. Aku sedang sakit karena kena tendanganmu tadi," lirih Azhari.     

"Sakit? Kena tendang sedikit saja ngeluh, kamu! Apa mau aku pukuli dan tendang lagi, hah!" Benny bangkit dari tidurnya lalu memukuli Azhari.     

"Ampun, Mas. Ampuuunnn ...." Meski kesakitan, Benny tetap memukul Azhari. Azhari tidak berteriak keras namun ia hanya meminta ampunan dengan lirih karena tidak mau Farisha dengar.     

"Kenapa teriakanmu lirih? Apa takut anakmu itu mendengarnya, hah? Biarkan saja dia mendengarnya! Toh dia juga sudah aku pukuli, hahahaha!" tawa keras Benny. Tapi ia tidak pernah puas menyiksa istrinya.     

Benny menendang Azhari di perutnya. Ia kemudian mengangkat istrinya dengan menjambak rambut panjang itu. Ia mencekik leher dan ia lemparkan ke ranjang.     

"Silahkan kamu siksa aku saja sebagai pelampiasan mu, Mas. Asalkan kamu jangan sakiti Farisha," lirih Azhari pasrah.     

Tentu Benny menyiksa istrinya dengan keras. Ia memukul wajah istrinya lalu membuka pakaiannya. Ia mulai membangkitkan birahinya dan melakukan kekerasan untuk menikmati tubuh istrinya dengan liar.     

"Tak percuma aku menikahimu. Tubuhmu masih sama moleknya seperti dulu. Tapi sayangnya aku akan menyiksamu malam ini. Karena kamu juga sudah lama tidak disentuh olehku, kan?"     

Plakk!     

Sebuah tamparan keras diterima Azhari di pipinya. Lalu Benny membuka pakaian dalam Azhari dan melakukan kekerasan lainnya. Bahkan ia tidak segan-segan untuk menggigit dada Azhari sampai berdarah.     

"Sssaaakiiit, Maaass ...." Tentu itu adalah sebuah kesakitan yang selalu ia alami jika sang suami pulang ke rumah. Setelah luka ia dapatkan, Benny pun meninggalkan Azhari agar lukanya sembuh lalu menyiksanya kembali.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.