Tante Seksi Itu Istriku

Rumah Seperti Istana



Rumah Seperti Istana

0Usman hanya diam saja selama di dalam mobil Farisha. Pemuda itu tidak berani mengatakan atau mengutarakan apa di dalam hatinya terkait dengan apa yang harus ia lakukan. Melakukan hubungan pernikahan dalam kepura-puraan itu tidak bisa dikatakan enak. Tapi ada enaknya mungkin ia bisa setiap hari melihat wanita yang paling cantik sedunia.     

Dari kecil, Usman tidak mengetahui bagaimana orang tuanya. Ia dibesarkan oleh paman dan bibinya yang kejam dan saat kecil sudah dibiarkan untuk berjualan di jalanan. Saat anak lain bersekolah dengan baik, pemuda yang duduk di sebelah wanita cantik itu hanya bisa menjadi sosok pemuda yang tegar. Ia selalu percaya diri dengan apa yang dilakukannya. Hanya saja kali ini harus memulai dengan sesuatu yang baru.     

"Pokoknya nanti kamu harus berkata seperti yang aku katakan, sebelumnya!" ulang Farisha kembali agar Usman mengingat semuanya.     

"Iya, Tante. Aku akan melakukan apa yang Tante inginkan. Tapi maaf, aku mau bertanya, apa aku nantinya akan tidur satu tempat tidur dengan Tante?" tanya pemuda itu dengan takut-takut. Ia bertanya terlebih dahulu karena ia harus mempersiapkan diri.     

"Kamu nggak punya hak untuk bertanya padaku! Dan aku ingatkan sekali lagi, kamu nggak boleh membantah apa yang aku katakan!" Karena menjadi orang yang selalu dikelilingi oleh penipu dan segala macam, wanita itu tidak memandang sesuatu dengan baik dan benar.     

"Iya, Tante. Aku akan melakukan apapun yang Tante katakan." Begitu pemuda itu mengatakan hal itu, ia merasa sangat tidak ada harga dirinya sebagai seorang lelaki. "Aku akan nurut," tandasnya.     

Walau Farisha terkesan memaksa dirinya, ini lebih baik daripada harus kelaparan. Hanya saja yang menjadi masalahnya adalah hatinya. Bagaimana nantinya ia akan menjalani kehidupan sebagai seorang suami yang dibawah kekuasaan seorang istri. Bahkan ia tidak bisa menyentuh istrinya.     

Mungkin akan terjadi sesuatu yang tidak terduga nantinya. Mungkin bisa bisa saja pada akhirnya wanita itu akan menyukainya dan mereka bisa menjalani kehidupan suami-istri dengan normal.     

"Kita akan segera sampai. Kamu jangan mempermalukan aku!" Wanita itu terus menyetir memasukinya sebuah perumahan elite yang terdiri dari rumah-rumah mewah.     

"Di sini rumahnya gede-gede banget, yah?" Terkagum-kagum pemuda yang tidak pernah mendatangi tempat yang begitu besar itu. "Kapan aku bisa memiliki rumah seperti ini, yah?"     

Farisha membawa Usman kesebuah rumah yang memiliki gerbang setinggi hampir tiga meter itu. Tembok yang memiliki warna yang tidak terbayangkan oleh pemuda itu. Saat melihat keindahan yang ada di depan mata, disambut mereka oleh pintu gerbang yang secara otomatis membuka sendiri.     

"Hehh? Loh, kok itu gerbangnya membuka sendiri? Sebenarnya di rumah ini ada jinnya?" Melihat hal mustahil itu membuat Usman takut. Ternyata orang kaya pun memiliki jin untuk menjaga gerbang.     

"Jin dari mana? Itu remote kontrol saja!" jelas Farisha. "Begitu saja kamu nggak tahu? Kamu ini nggak perlu melongo begitu! Norak banget jadi orang. Ya tahu kamu orang miskin. Tapi jangan norak-norak banget, hehh!"     

"Iya, Tante. Aku norak, maafkan aku," lirih pemuda itu dengan perasaan yang menyesak di hati. Ia menghirup nafas panjang lalu melepaskan dengan pelan.     

"Kamu kenapa? Kamu mau meledekku atau kamu nggak terima aku bilang seperti itu? Kamu nggak terima aku bilang norak dan miskin, hah? Memang nyatanya kamu norak dan miskin, kan?"     

Sakit? Jelaslah sakit di hati pemuda itu. Perkataan Farisha memang benar, dirinya memang orang miskin dan tidak tahu apa-apa tentang teknologi. Bahkan ia mengira gerbang itu dijaga oleh jin. Bukan salahnya karena memang dirinya dari desa yang bahkan tidak tahu apapun yang ada di kota besar itu.     

"Aku memang orang miskin ..." lirih Usman dengan menundukkan kepala. "Aku memang tidak tahu apapun di sini. Aku memang tidak pantas untuk ini. Apapun yang kamu mau, kamu bisa mendapatkannya. Sedangkan aku? Aku harus bekerja keras hanya demi untuk bisa makan."     

Farisha terdiam mendengar penuturan pemuda di sampingnya. Memang yang dikatakan ada benarnya dan itu membuat hatinya tersentuh. Memang berbeda orang pun berbeda nasib. Berbeda sekali dengan dirinya yang bisa makan dengan enak walau sering mendapatkan siksaan dari Benny yang kejam.     

Farisha memasukkan mobilnya melewati gerbang. Setelahnya ia membawa ke dalam, melewati taman yang jauh sebelum ke rumah utama. Mereka masih terdiam ketika mereka sampai di depan pintu.     

"Keluar!" perintah Wanita itu. "Kamu ikuti saja dan jangan banyak bicara. Kamu hanya perlu mengatakan apa yang aku mau dan kamu hanya perlu menyetujui apa yang kulakukan!" tandasnya dengan nada penekanan.     

Begitulah hidup menjadi orang yang miskin. Selalu hidup diperbudak dan harus melakukan apa yang diperintahkan tanpa menolak sedikitpun. Bahkan untuk memiliki keinginan sendiri pun tidak berhak untuk melakukannya. Hidup Usman sebagai seorang lelaki yang sudah bekerja keras namun hidup dalam kekuasaan orang lain.     

Di luar rumah terlihat terang oleh lampu yang menerangi malam. Banyak terdapat tanaman serta bunga yang di dalam pot. Sementara mereka mendekati pintu, pintu rumah itu terlihat sangat mewah dengan pintu yang terbuat dari pohon angsana berkualitas tinggi. Terdapat ukiran naga yang memanjang dari tengah dan ekornya mengelilingi bagian sisinya.     

"Waah ... ini gambarnya keren." Karena terpukau, mata Usman sampai melongo. Dirinya seperti seorang yang berada di cerita di film-film yang sangat beruntung menikahi seorang putri dari seorang raja dan ratu yang memiliki istana termegah.     

"Ayo masuk! Jangan hanya melihat pintu! Kamu jangan malu-maluin!" ujar Farisha dengan tegas. Ia menarik baju Usman untuk masuk karena melihat pemuda itu memandangi pintu terus-menerus. "Ngapain kamu lihatin pintu melulu?"     

"Eh eh eh! Tunggu tunggu tunggu! Eh, jangan tarik-tarik, ohhh Tante." Karena kaget, ia sampai tergopoh mengikuti jalan majikannya.     

Di dalam rumah telah disambut oleh seorang wanita cantik yang berusia lima puluh tahunan dengan mengenalkan pakaian yang tertutup. Dengan hijab yang menutup seluruh tubuhnya kecuali wajahnya yang terlihat cantik.     

"Hei, Kamu bawa siapa, Nak?" tanya wanita itu pada Farisha. "Oh, inikah yang akan kamu kenalkan sebagai calon suamimu, hemm?" tanya Azhari dengan lembut.     

Saat berucap, wanita itu sangat lembut dan berbeda jauh dengan Farisha. Tampilan mereka pun seperti bumi dan langit yang jauh berbeda sama sekali. Hanya saja pemuda itu melihat dua wanita yang wajahnya mirip-mirip. Membuatnya mengira itu adalah ibunya Farisha.     

"Bu, kenalin, ini Usman! Ini calon suamiku, yang sudah aku katakan padamu!" tandas Farisha membiarkan Usman dan Azhari untuk bersalaman.     

Usman mengulurkan tangan dan menyambut tangan calon mertuanya itu. Ia merasakan tangan calon mertuanya yang lembut dan ia mencium tangan wanita itu sebagai bentuk kesopanan.     

"Mmmm ... a-a-ku Us-man, Bu," ucap Usman dengan sopan. Ia merasakan keteduhan melihat calon mertuanya yang hanya berpura-pura saja nantinya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.