Tante Seksi Itu Istriku

Menaburkan Obat



Menaburkan Obat

0Usman merasa lega ketika mertuanya keluar dari kamar. Ia mengambil nafas panjang dan mengeluarkannya perlahan. Hari ini seharusnya dirinya kembali pulang ke swalayan. Karena harus menjaga swalayan untuk bisa mendapatkan gaji.     

Sementara Farisha selesai mandi dan segera keluar dengan hanya melilitkan handuk di tubuhnya. Yang jelas terlihat keseksian dari Farisha. Membuat jantung Usman berdebar-debar. Ia tidak ingin melihatnya begitu lama. Tapi ini sudah menjadi hal yang lumrah bagi pasangan suami-istri.     

"Eh, kamu ambilkan botol bubuk yang ada di tasku, Man. Di dekat lemari, kayaknya ada tuh, itu bisa buat nyembuhin luka karena gigitan kamu. Kamu bantuin balurin ke punggung aku, yah!" perintah Farisha.     

Kembali Usman menelan salivanya. Jadi ia harus melihat tubuh istrinya kembali. Karena diperintah, ia pun menurutinya. Ia membuka tas istrinya lalu mencari apa yang diperintahkan. Ada berbagai alat make-up dan charger. Dan masih banyak lagi. Ia mengambil apa yang diperintahkan.     

"Tante, kamu hadap ke belakang saja, yah. Maafkan aku, Tante. Aku lelaki normal dan takut berbuat yang tidak-tidak. Akh ... maafkan aku, Tante." Untuk kesekian kalinya, ia meminta maaf.     

Usman berjalan menuju ke tempat tidurnya. Di tempat tidur, Farisha duduk membelakangi Usman. Ia membuka handuknya dan memperlihatkan punggung putih bersih itu terdapat luka gigitan dari Usman.     

"Cepetan, Usman! Aku sudah lapar! Apa ibu nggak manggil kita? Ini sudah jam sepuluh lebih. Kita belum keluar dari kamar. Mungkin ibu sudah menunggu kita di restoran," tutur Farisha lirih.     

"Tadi ibunya Tante sudah masuk ke dalam. Dia katanya nunggu kita untuk makan. Emm, maaf aku baru ingat itu. Tapi nggak bilang mau makan di mana. Tapi aku dengarnya di bawah." Sembari Usman mendekat dan membuka botol itu. Ia bingung karena tidak pernah memakai bubuk yang ia pegang sebelumnya. Ia juga tidak tahu bubuk apa itu.     

"Oh, kalau gitu, kamu buruan taburin bubuk itu ke luka aku! Ini obat manjur untuk menghilangkan luka. Aku sudah memakainya lama. Oh, kalau bisa, kamu juga teken yang kuat, yah. Aku akan menahan perihnya. Itu obat soalnya bikin perih tapi manjur.     

Farisha merebahkan tubuhnya dan membiarkan punggungnya terlihat oleh Usman. Tentu pandangan Usman itu tidak biasa. Ia melihat dengan rasa deg-degan. Lalu perlahan menaburkan obat itu sedikit demi sedikit, dengan tangan yang bergetar hebat. Wanita itu pun menyadari dan melirik ke belakang.     

"Man ... apa kamu ingin tubuh aku, hemm? Tapi kamu lelaki. Aku nggak suka sama lelaki. Aku benci semua lelaki." Farisha terus berceloteh tapi ia menjerit ketika suaminya menaburkan bubuk berwarna coklat itu padanya.     

"Tante ... tidak apa-apa, kan? Tahan perihnya, yah. Ini hanya sebentar, apa masih perih? Habisnya semalam Tante yang minta digigit juga, sih. Terus ini Tante kan aku bikin keluar darah. Jadi masih sakit, kan?" tanya Usman yang terus menaburkan bubuk itu.     

"Uhhh ... terusin saja, Man. Ohh ... ini sakit tapi nggak apa-apa, kok. Nanti juga enakan. Ohhh, perih banget, Usman!" pekik Farisha dengan keras.     

Seperti yang dikira sebelumnya, karena merasa Usman dan Farisha belum puas, maka akan dilanjutkan pagi setelah bangun tidur. Azhari menguping erangan dah teriakan serta ceracauan Farisha yang dikira sedang menikmati malam pernikahan yang masih kurang.     

"Oh, belum puas semalam, malah ditambah paginya. Sungguh mereka pasangan suami-istri yang perkasa. Ibu yakin, Farisha akan segera hamil oleh Usman. Yah, walaupun Usman orangnya terlihat kampungan dan tidak ganteng-ganteng banget, tapi itu cukup lumayan. Yang penting mereka saling cinta dan memberikan aku seorang cucu, tentu akan menambah kebahagiaan."     

Azhari menggelengkan kepalanya pelan. Lalu meninggalkan kamar itu. Ia memutuskan untuk menuju ke tempat makan. Karena sudah sabar menunggu dari pagi tapi tidak ada reaksi dari pasangan pengantin baru itu. Saat ini Azhari seorang diri, duduk di kursi, menunggu waiters mendatanginya untuk mencatat pesanan.     

Di dalam kamar, Farisha dan Usman sudah hampir menyelesaikan tugasnya. Usman sudah menaburkan bubuk ke seluruh luka sang istri. Dirinya juga sudah menahan rasa ingin meledak di bagian bawahnya. Saat itu, ia juga melihat belahan pantat Farisha yang mulus dan bulat. Sebulat tekad yang tidak pernah bohong.     

"Usman, kamu jangan malah lama-lama. Aku sudah lapar, nih! Apa sudah selesai?" tanya Farisha dengan nada tinggi. Ia masih menahan perih karena itu. "Kamu juga pakai celana panjang, Man. Kita akan ke restoran bawah. Kasihan kalau ibu nunggu lama."     

Usman menghentikan aktifitasnya. Setelah membantu Farisha, ia berdiri dengan dari tempat tidur. Dan jelas bukan hanya badannya yang berdiri. Di bawahnya juga ada yang ikutan berdiri. Karena ia melihat pantat yang tidak kalah menggoda dari buah dada sang istri. Kalau ia ingin dan diperbolehkan, ia ingin melakukan lebih. Tapi saat ini ia harus puas dengan semua ini.     

Usman mengambil pakaiannya dan berlari ke kamar mandi. Ia merasa kembali basah di celana dalamnya. Maka ia benar-benar tidak memakannya. Ia lalu mencuci celana dalamnya itu. Lalu membersihkan apa yang harus ia bersihkan.     

"Huh, dasar si Usman ini. Kenapa lana banget, yah?" Farisha lalu duduk dan melepas handuknya. Hari ini ia benar-benar tidak mengenakan apapun dan berjalan ke lemari pakaian untuk mencari pakaian yang cocok untuk dirinya.     

Setelah menemukan rok panjang dan baju lengan panjang, ia memakainya. Ia juga menunggu Usman dengan merapikan rambut yang basah. Ia gunakan hair dryer untuk mengeringkan rambut panjangnya. Tak seberapa lama, pria yang ditunggu pun keluar dari kamar mandi dengan memakai pakaian rapih.     

"Sudah, Man? Ih, rambut kamu lebih baik rapikan pakai sisir! Itu di depan lemari hias, ada sisir dari hotel ini. Pakai saja! Aku akan tunggu di luar, yah!" pungkas Farisha. Ia lalu mengambil ponselnya dan keluar dari kamar untuk memberitahu ibunya bahwa, dirinya akan segera datang menemui wanita paruh baya itu.     

Setelah merapikan rambutnya, Usman keluar dari kamar. Ia kini sudah berpakaian rapih dan bersama dengan Farisha, berjalan beriringan. Menikmati lorong yang dingin karena AC. Usman melihat takjub dengan desain hotel yang mewah. Ada benda-benda unik dan menarik. Tapi ia sadar, kalau ia sedang mengikuti Farisha. Ia berjalan dari belakang dan menuju ke lift.     

Usman belum tahu bagaimana istrinya memencet tombol. Entahlah menekan tombol apa, karena tidak ada tulisan. Hanya ada simbol-simbol yang ia tidak tahu apaan. Membiarkan sang istri yang melakukannya.     

"Man, aku sudah oke atau belum?" tanya Farisha pada sang suami yang lebih pendek darinya. Ia melihat juga orang yang masuk ke dalam lift.     

"Susah cantik, Tante. Sudah oke," jawab Usman sekenanya. Karena bagaimanapun dia, akan selalu sempurna baginya. Bahkan akan lebih sempurna lagi kalau mereka adalah pasangan suami-istri yang tidak perlu memikirkan perjanjian pernikahan palsu itu.     

Mereka hanya diam selama berada di dalam lift. Apalagi dengan kehadiran seorang wanita bule yang membuat Usman semakin minder. Ada dua wanita cantik yang berada di samping kanan dan kirinya. Tapi ia yakinkan pada dirinya sendiri, Farisha tetap yang lebih cantik.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.