Tante Seksi Itu Istriku

Kebahagiaan Azhari



Kebahagiaan Azhari

0Tidak habis pikir, bagaimana Farisha menginginkan hubungan antara dirinya dan Usman. Tapi ia terus menepis keinginan itu. Karena ia tidak menyukai pria manapun, termasuk Usman. Tapi ia mengakui, berkat bantuan lelaki itu, sekarang tubuhnya lebih segar. Ia hanya merasa tubuhnya terasa lengket.     

"Maafkan aku, Tante ... aku bersalah banget sama Tante," kata Usman yang membelakangi istrinya yang terpaut sepuluh tahun di atasnya itu.     

"Maaf? Kamu, apa yang sudah kamu lakukan padaku? Kamu buat kesalahan apa, Usman?" tanya Farisha penasaran. Ia ingin tahu apa yang dilakukan pemuda itu karena begitu terlihat takut. Sementara dirinya tidak merasakan apa-apa. Hanya merasa Usman yang begitu tampan hari ini.     

"Anu ... engg ... anu enggak, Tante." Usman lalu berpikir sejenak, akankah ia ceritakan semua atau tidak? Tapi ia sangat ketakutan dengan perbuatannya sendiri. Maka ia mengatakan yang ia lakukan semalam. "Itu ... yang semalem, aku–"     

"Iya, semalam kamu sudah berbuat salah padaku! Kamu main tidur saja! Aku sudah diselamatkan kamu juga, sih. Ya sudah, Usman. Tapi aku tidak akan melakukan lagi denganmu! Ingat itu!" ancam Farisha.     

Mendengar ancaman Farisha, ia mengangguk setuju. Tapi ia tidak menyangka, kalau Farisha masih tidak marah karena mereka tidur satu tempat tidur. Bahkan ia sudah menyentuh dan sudah membuat dirinya menikmati apa yang ia rasakan semalam.     

"Tapi ... apa aku nggak akan dimarahi? Aku sudah tidur di situ juga. Emm ... mohon Tante tidak marah padaku." Dan untuk acara yang ia lakukan barusan di kamar mandi, ia juga tidak ingin mengatakannya. Ya karena ia pikir Farisha juga tidak akan tahu.     

"Sudahlah ... kamu sudah mandinya? Kalau gitu, aku yang mau mandi juga. Terserah kamu mau ngapain. Badanku sudah sangat lengket. Ini punggung aku juga rasanya perih banget. Kamu semalam giginya mantap banget. Tapi benaran, kamu gosok gigi, kan?" tanya dia lagi.     

"Eh, iya ... maaf aku yang gigit Tante. Kan Tante sendiri yang menyuruhku? Juga, emm ... aku juga gosok gigi, kok." Ia masih membelakangi istrinya yang masih berada di tempat tidur. Ia tidak ingin melihat tubuh itu karena bisa membuat khilaf.     

Farisha bingung, kenapa Usman terus membelakangi dirinya. Dengan masih telanjang dada, ia mendekati Usman. Ia juga merasa celana yang ia kenakan sudah lengket dari semalam. Ditambah punggung yang terasa perih karena digigit dengan sangat keras.     

Farisha menyentuh Usman dan dengan lirih, berkata, "Hei, kalau kamu lagi ngomong, coba lihat ke orang yang sedang ngomong sama kamu! Coba lihat gigi kamu! Gigi kamu bersih atau tidak? Aku tidak mau punggung aku infeksi karena gigitan kamu sekalian."     

"Anu, Tante." Usman melirik ke belakang dan ia pejamkan matanya. Ia tahu Farisha dalam keadaan yang sangat menggoda. Dengan buah dadanya yang menggantung bebasnya karena tidak mengenakan apapun untuk menutupinya. "Tante pakai baju dulu," pungkasnya kemudian.     

"Apa? Pakai baju?" Farisha lalu menyadari kalau ia tidak memakai baju. Ia melihat dadanya dan menyunggingkan senyum. Secara pria itu adalah suaminya. Maka ia tidak masalah kalau memperlihatkan semuanya. "Usman, apa kamu nafsu melihat iniku? Aku tidak tahu bagaimana kamu merasakan. Tapi sudahlah ... aku akan pakai baju dulu."     

Usman merasa lega setelah istrinya mengatakan akan memakai baju. Tapi Farisha memiliki niat jahil kepada Usman. Ia membiarkan apa adanya dan menyentuh pundak sang suami untuk membuatnya menghadap ke arahnya.     

Usman masih memejamkan matanya ketika sudah berhadapan dengan Farisha. Ia melirik dan terlonjak kaget. Ia mundur ke belakang karena melihatnya lagi. Ia tidak habis pikir dengan kelakuan nakal Istrinya itu. Tapi itu malah membuat Farisha cekikikan.     

"Sudah-sudah ... kamu jujur saja, Usman. Kamu nafsu melihatku, kan? Oh, iya. Kamu lelaki normal, kan? Kamu juga menyukai tubuh wanita rupanya? Oh, tapi aku salut sama kamu. Kamu tidak seperti pria lainnya. Sudah-sudah. Aku akan pakai bajuku! Kamu perlihatkan gigimu! Sambil merem juga gak apa-apa kalau gak mau lihat ini!"     

Usman menganga dan menunjukkan giginya pada sang istri. Ia tidak ingin melihat pemandangan indah itu karena takut kelepasan dan malah berakhir dengan pemukulan bahkan pemecatan. Ia menutup dengan dua tangannya.     

"Oh, gigi kamu bersih. Syukurlah ... nanti kamu pakaikan aku obat, yah! Aku mau mandi dulu! Oh, kamu jangan keluar duluan, saja!" ujar Farisha. Ia melangkahkan kakinya menuju ke dalam kamar mandi.     

Usman melirik dan melihat Farisha berjalan memunggunginya. Ia melihat punggung yang ada bekas gigitan dari Usman. Ia melihat di kamarnya ada noda darah. Ia yakin itu adalah darah Farisha. Ia lega karena tidak dimarahi oleh atasannya itu. Walau statusnya sudah menjadi suami, ia juga karyawan Farisha. Ia masih ada perjanjian dengan sang istri.     

Tak seberapa lama, terdengar ketukan pintu dan sebuah panggilan dari mertuanya. Azhari memanggilnya dan Farisha lirih. Maka Usman pun mendekat ke pintu dan membukakan untuk sang mertua yang juga tidak kalah cantik dari istrinya.     

"Oh, Usman ... di mana istrimu?" tanya Azhari yang mengulas senyum. Ia mengingat suara semalam dan tentunya itu adalah sebuah malam yang ditunggu-tunggu setiap pasangan.     

"Dia lagi mandi, Bu. Anu ... ada apa, Bu?" tanya Usman dengan hati-hati. Ia tidak ingin membuat mertuanya curiga padanya. Ia merasa risih karena mertuanya malah masuk dan melihat-lihat.     

Azhari menuju ke kamar yang sudah terlihat berantakan. Dengan selimut yang sudah di bawah. Melihat itu, Usman langsung mengangkat selimut yang ia yakini, Farisha yang membuangnya barusan. Pemuda itu merasa malu karena hasil perbuatannya dengan Farisha, membuat kamar berantakan.     

"Oh, semalam, bagaimana malam pertamanya? Apa kamu puas, ohhh ... ini beneran si Farisha. Untung kamu, Usman. Kamu dapat perawan Farisha. Oh, ternyata anakku selama ini menjaga kehormatannya untuk kamu, Usman. Hihihi," kikik Azhari yang melihat noda darah di sprei.     

Wanita itu sangat bahagia melihat itu semua. Ia menatap sang menantu dan menepuk pundaknya. Bangga kepada keduanya karena telah melakukan perbuatan itu semalam.     

"Bu, aku tidak–" Sebelum ia meneruskan ucapnya, terlebih dahulu dipotong oleh mertuanya.     

"Tidak apa, Usman? Kamu semalam kan sudah menikmati malam pertama? Jangan katakan kalau kamu nggak menikmati! Ibu nggak suka kalau ada yang menyakiti anakku! Awas saja kalau kamu menyakiti anak ibu satu-satunya!" ancam Azhari sambil menunjuk Usman.     

Usman jadi salah tingkah dengan ucapan dari mertuanya. Mau tidak mau, ia harus mengatakan, "Bukan gitu, Bu. Kami semalam menikmatinya, kok. Kami bahagia dan aku sangat mencintai anak ibu. Aku akan melakukan dia dengan rasa hormat dan tidak akan mengecewakan."     

"Oh, baguslah ... untuk kali ini, ibu percaya sama kamu. Tapi kalau kamu memperlakukan Farisha dengan buruk, kamu akan tahu konsekuensinya! Awas kamu, Usman! Sudahlah ... kalau gitu, ibu keluar saja! Kalian harus turun dan ibu tunggu untuk makan di bawah."     

Azhari meninggalkan Usman dengan perasaan senang. Ia bahagia karena ia benar-benar berpikir kalau Usman telah melakukan yang terbaik dengan Farisha. Karena ia juga yang telah memberi obat pada anaknya agar lebih semangat. Ia khawatir karena selalu membenci pria. Dan tidak mau melakukan hubungan suami-istri dengan Usman. Dan begitu melihat noda darah, ia begitu bahagia.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.