Tante Seksi Itu Istriku

Rencana Mesum Bram



Rencana Mesum Bram

0Mereka tidak menyangka, kalau Usman malah yang membuat Vania marah. Sementara Bram tidak jadi bangga kepada pemuda yang tadinya akan diangkat sebagai guru asmaranya.     

"Dan silahkan untuk menutup pintu dari luar!" usir Vania sambil menunjuk ke arah luar restoran. "Dan jangan kembali ke sini lagi, kalau membawa anak burik itu!"     

"Yah, kenapa kami malah diusir dari sini? Kami niatnya untuk makan. Tapi kenapa kami harus pergi dari sini? Sudahlah ... ayo, Usman! Kita tinggalkan restoran ini!" ajak Bram. Ia menarik tangan Usman karena tidak ingin terjadi keributan lagi.     

Vania menatap kepergian Usman dan Bram dengan bersungut menahan kesal. Ia tidak suka dengan orang yang dengan Farisha. Siapapun tidak ada yang dekat dengan orang yang hanya untuk dirinya.     

"Kalau ada orang itu lagi, jangan biarkan dia masuk! Terutama orang yang bodoh itu!" ujar Vania. "Kamu berdiri dan bereskan ini semua!" perintah wanita itu kepada pemuda yang masih jongkok untuk meminta maaf.     

"Iya, Buk. Aku akan bereskan semuanya. Tapi tolong untuk tidak memecatku. Aku akan melakukan apapun untuk menebus kesalahanku ini." Pria itu pun membersihkan gelas yang sudah pecah itu.     

"Gaji kamu akan dipotong dua puluh persen untuk bulan ini! Kamu bersihkan segera!" ujar Vania yang meninggalkan tempat itu.     

Bram membawa Usman ke mobilnya ketika sudah keluar dari restoran. Karena sudah diusir dan pakaian pria itu sudah basah. Bram membuka pakaiannya yang basah, menyisakan kaos dalamnya yang berwarna putih.     

"Ah, untungnya pakaian ini tidak basah. Dasar restoran tidak ada akhlak! Sudah karyawan yang tidak bisa kerja, pemilik restoran cantik tapi kek gitu. Lebih baik Farisha daripada wanita seperti itu. Bukankah seperti itu, Usman?" tanya Bram, melirik ke arah pemuda di sampingnya.     

Usman mengangguk setuju dengan ucapan Bram. Bagi Usman, memang lebih cantik dan lebih seksi Farisha daripada Vania yang terkesan galak dan tidak punya hati nurani yang baik. Tapi Usman sendiri masih bingung dengan kehadiran Vania. Usman sendiri tidak mengingat wanita yang mengusir mereka barusan. Ia juga tidak pernah merasa bertemu.     

Mobil yang dikendarai Bram, masuk ke kawasan ruko di mana Usman tinggal. Menuju ke swalayan milik Farisha yang sangat dihafal oleh Bram. Ketika sudah sampai di depan swalayan, hari sudah gelap dan sampai sekarang Usman juga belum mandi.     

Suasana ruko termasuk ramai di malam hari. Karena banyaknya warung makan yang buka pada malam hari. Banyak juga ruko yang buka pada malam hari setelah seharian tutup. Di sekitar sudah banyak orang jualan kaki lima mulai berdatangan.     

"Hei, aku mau numpang mandi di sini, boleh? Soalnya aku sudah tidak tahan dengan air yang lengket di badan ini. Ini sangat menyiksaku, huhh," keluh Bram yang ikut keluar dari mobilnya.     

"Ya sudah, Mas. Kamu masuk saja ke dalam. Kalau mau mandi, silahkan untuk mandi karena hari ini sudah membawa untuk makan, aku mengucap terima kasih." Usman mempersilahkan Bram dengan mengikutinya. Ia mengambil kunci dari sakunya dan membuka gembok dari rolling door.     

"Ah, ini tidak apa-apa, Bro. Kamu jangan panggil aku mas, ah. Kesannya aku jadi tukang baso atau jualan martabak. Kamu panggil saja namaku, Bram. Tapi kalau mau yang keren, kamu juga bisa panggil aku Bram Gege, hahaha!" tawa Bram yang semangat. Karena nama panggilan itu, seperti panggilan untuk kakak dalam bahasa mandarin itu.     

Bram menginginkan cerita hidupnya yang seperti drama-drama mandarin yang romantis dan membuat orang-orang terharu saat melihat dirinya menikah dengan Farisha kelak. Ia setidaknya harus menunggu sampai wanita impiannya menjadi seorang janda. Barulah ia akan maju untuk menjadi orang pertama yang mengisi hatinya.     

Pria itu sangat percaya diri akan keyakinan yang ia miliki. Saat pintu swalayan sudah terbuka, mereka pun masuk ke dalam ruko yang sudah dimanfaatkan menjadi swalayan itu. Di dalam masih gelap karena belum ada lampu yang dihidupkan. Karena Usman pikir, akan pergi sebentar untuk membeli sayuran. Kini uang yang diberikan oleh Farisha masih utuh dan sama sekali belum dikeluarkan dari sakunya.     

"Oh, iya. Kamu juga nggak perlu terima kasih padaku karena makanan itu. Ucapan terima kasih itu, seharusnya kau ucapkan sendiri pada wanita itu. Walau seksi dan menonjol, tapi lebih besar punya Farisha, tentunya. Dan apa kamu pernah lihat yang punya Farisha itu, sebesar apa?" tanya Bram yang pikirannya sudah mulai ke mana-mana.     

Usman menggelengkan kepalanya. Tidak ada waktu untuk memikirkan hal yang membuatnya hanya buang-buang kehaluan saja. Sesuatu yang tidak pantas untuk dilakukan itu dan itu hanya akan membuat dirinya hanya menginginkan tanpa bisa melakukan.     

"Heh, apa kamu tidak perduli padaku? Kamu mau ninggalin aku karena obrolan ini? Kamu ini lelaki normal atau tidak, sih? Apa kamu nggak mau lihat gunung kembarnya Farisha, hah? Biar aku kasih tahu, yah. Aku pernah lihat waktu masih sekolah dulu. Tentu dengan kemampuan mengintip yang sudah ada turun-temurun."     

Tidak disangka, Bram adalah orang yang berpikiran sangat mesum. Bahkan mengatakan hal itu langsung tanpa adanya beban. Usman yang tadinya tidak perduli, kini malah membayangkan, bagaimana kalau dirinya juga ikutan? Entah apa yang harus dilakukan oleh Usman ketika Bram tahu, dirinya memang normal dan mungkin akan tertarik juga dengan hal itu.     

"Hey, apa Farisha pernah mandi di sini? Bagaimana kalau kita pasang CCTV di kamar mandi? Kalau gitu, kita bisa nonton bareng-bareng, gimana?" usul Bram yang menyeringai lebar.     

"Enggak, ah. Kita nggak boleh begituan. Dosa tahu," tolak Usman. Bagaimana mungkin dirinya berbuat seperti itu pada Farisha? Meskipun dia akan melihatnya nanti, tetap saja itu tidak boleh dilakukan.     

"Lah, kamunya sudah tidak asyik, Us. Bagaimana mungkin kamu menolak rezeki yang datang ini? Kamu itu lelaki atau bukan, sih? Masa kamu cemen seperti ini? Kan kamu juga akan menikmati juga. Ngapain kamu sok-sokan suci? Tidak ada manusia di dunia ini yang hidup selalu suci dari dosa. Dan kamu juga pasti juga pernah berdosa. Apalah salahnya kalau hanya mengintip Farisha mandi?"     

Usman tidak mungkin mengkhianati kepercayaan Farisha. Dirinya sudah sangat beruntung bisa bertemu dengan wanita yang baik seperti atasannya itu. Jika ia berdosa kepadanya, ini akan merusak kepercayaan itu. Meskipun nantinya akan menjadi suami dari Farisha, ia juga masih harus menjaga apa yang telah ia janjikan sebelumnya. Ia hanya akan menjadi suami pura-pura dari Farisha, itu saja.     

"Sebenarnya tante Farisha tidak pernah mandi di sini. Jadi percuma saja kalau memasang di sini. Lagian, hanya aku yang mandi di sini. Masa mau melihat aku mandi tanpa pakai apa-apa? Maaf, apa ... mmm, apa tadi? Aku harus memanggilmu apa? Gege? Gege apa, yah?" tanya Usman memikirkan apa yang ia dengar dari ucapan Bram sebelumnya.     

"Hadeh, jadi dia nggak pernah mandi di sini? Percuma juga dong kalau aku pasang CCTV di sini. Apalagi melihat kamu mandi. Ihh, pasti jijik aku lihatnya. Ya sudahlah, aku mau bersih-bersih dahulu dan akan meninggalkan tempat yang tidak enak ini."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.