Tante Seksi Itu Istriku

Kepercayaan Bram Untuk Usman



Kepercayaan Bram Untuk Usman

0Bram menatap Usman dengan tajam. Pria itu lalu menggelengkan kepalanya pelan, bagaimana mungkin pemuda dihadapannya akan menikah dengan wanita yang telah lama menjadi incarannya? Sungguh tidak adil jika kalah dari pemuda pendek dan buluk seperti Usman.     

"Katakan padaku, apa benar, kamu akan menikah dengan Farisha?" tanyanya dengan raut wajah yang serius. Walau nantinya akan mendapat jawaban yang tidak dia inginkan, dirinya hanya bisa pasrah. Dan akan berusaha menerimanya.     

Sulit bagi Usman untuk menjawab pertanyaan dari pria di depannya. Hari ini merupakan hari yang tidak baik baginya. Apalagi dirinya sudah tidak bisa mengelak dari kenyataan. Ia harus jujur, sejujur-jujurnya. Sementara itu pesanan makanan juga belum datang. Yang membuat Usman semakin canggung untuk mengatakannya.     

"Ayo jawab! Aku tidak akan memukul atau membuat perhitungan yang tidak perlu darimu. Tapi aku harus tahu alasannya, mengapa kamu mau menikah dengannya? Apa kamu pernah tidur dengannya? Apa Farisha sudah hamil? Apa–"     

"Tidak!" potong Usman. "Dia tidak pernah tidur denganku. Aku tidak mungkin berani tidur di sampingnya. Tapi kalau soal pernikahan, mmm–"     

"Kenapa? Apa kamu beneran akan menikah dengan dia? Apa alasan yang spesifik, sehingga kamu adalah orang yang ia pilih? Lihatlah dirimu ini, bukan aku menjelekan atau mengejek kamu, Usman. Tapi kamu tahu sendiri apa yang kumaksud, 'kan? Sepertinya ini bukan sesuatu yang sederhana."     

Usman mulai bingung dengan apa yang dikatakan oleh Bram. Sungguh ini bahasa Indonesia tapi entah apa maksud dari pembicaraan pria di depannya. Ia tidak mengerti dengan kosa kata itu.     

"Sudahlah ... apa kamu tidak mau menjelaskannya padaku? Betapa aku sangat menyedihkan sebagai seorang pria. Atau mungkin dia hanya ingin membalas dendam padaku? Dia akan menikahimu untuk pertama? Setelah dia menceraikan kamu, dia akan menikah denganku? Usman! Kamu katakan, apa ada kemungkinan seperti itu?"     

Usman menggelengkan kepalanya karena tidak tahu. Tapi ia menganggukkan kepalanya karena mungkin ada kemungkinan kalau Farisha akan menikah dengan Bram. Tentu Bram tidak tahu arti anggukan dan gelengan kepala pemuda itu.     

Usman menghela nafasnya, bersiap-siap untuk menjelaskan kepada Bram tentang pernikahannya dengan Farisha. "Sebenarnya aku dan tante Farisha, akan menikah karena–"     

"Permisi, Kak. Ini pesanannya mau di taruh di mana, yah?" tanya pelayan restoran yang memotong perkataan Usman. Karena makanan sudah disiapkan, langsung saja pelayan itu mengantarkan pesanan dan tidak pakai lama, seperti yang dikatakan oleh Bram.     

"Sial! Ini nggak dengar apa? Saya akan mendapatkan informasi penting. Kenapa kamu harus datang? Mengganggu saja kau!" gertak Bram, tidak terima karena memotong pembicaraan Usman.     

"Eh, maafkan saya, Kak. Tadi bukannya Kakak sendiri yang meminta pesanan jangan lama-lama. Apa ini masih terlalu lama, kah?" ujar pelayan restoran itu tidak terima dibentak. Tapi ia harus bersabar karena posisinya adalah sedang bekerja.     

"Ah, tahulah! Kalau begitu, pergi saja, kau! Eh, ini minumannya juga, jangan pakai lama!" perintah Bram kemudian.     

Pelayan restoran itu tidak menghiraukan perintah dari Bram. Karena ia masih tidak terima dengan perlakuan tamu itu. Padahal dirinya tidak melakukan kesalahan apapun dan dibentak.     

"Dasar tamu tidak ada sopan santun. Gila aja, mentang-mentang pesan makanan, eh songongnya nggak ketulungan," gerutunya saat ia menjauh dari Bram dan Usman.     

"Ada apaan, nih? Kenapa malah mencak-mencak seperti itu? Apa habis pms saja?" tukas seorang yang berada di tempat kasir. Melihat rekannya ngedumel tidak jelas.     

"Itu, Mbak. Aku kesel banget sama itu orang songong. Kan sudah pesen makanan. Sudah aku turutin karena minta jangan lama-lama. Jadi aku cepetin, eh taunya malah ngebentak aku. Kan kesel jadinya," curhatnya dengan kesal.     

"Yah, yang sabar lah. Kita di sini orang kerja. Jadi kita harus ekstra sabar. Lagian tidak tahu kan, kita sudah bekerja di sini saja sudah untung. Sudahlah ... kamu teruskan bekerja! Masih banyak yang belum kamu layani."     

"Baik, Mbak. Kalau begitu, aku akan kembali ke dalam. Biarkan orang itu kehausan dulu baru aku kasih minum." Karena kesal dan dendam, ia sengaja untuk membuat perhitungan dengan Bram.     

Kasir wanita itu hanya menggelengkan kepalanya dan membiarkan pemuda itu melakukan apa yang disuka. Karena dirinya tidak tahu dan tidak terlalu dekat dengan pemuda itu.     

Kembali ke Usman dan Bram, di meja makan itu, sudah tersaji berbagai makanan yang Usman tidak pernah menyangka, kalau akan makan makanan seenak itu. Yang berupa daging ayam, sayuran dan yang lainnya.     

"Jadi ... kamu katakan saja yang sebenarnya. Kamu menikah dengan Farisha, apa alasannya? Apa karena dia suka sama kamu? Kalau kamu, aku tidak perlu tanya, siapa yang nggak suka dengan Farisha?"     

"Sebenarnya ini karena orang tua tante Farisha. Ayahnya tante Farisha orangnya kejam. Dia katanya sudah berkali-kali menjodohkannya. Tapi selalu ditolak. Terus tante meminta aku untuk berpura-pura menikah dengannya. Tapi jangan khawatir, aku tidak berani ngapa-ngapain. Pasti dia juga nggak bakalan mau sama aku," pungkas Usman.     

Bram mengangguk dengan puas setelah mendengar perkataan Usman. Akhirnya pria itu bisa tenang karena alasan Usman yang akan menikah dengan Farisha. Itu sudah dianggap sebagai hari keberuntungannya. Karena selain Usman, Bram juga tidak yakin akan setenang ini. Jika Usman yang dijadikan sebagai suami pura-pura dari orang yang ia incar sejak dulu, ia tidak khawatir. Karena ia melihat Usman yang terlihat sangat polos dan bodoh. Menganggap pemuda di depannya tidak akan mengkhianatinya.     

"Apakah aku salah? Maafkan aku karena mau melakukan itu. Aku tahu kalau Mas ini suka dengan tante Farisha. Tapi aku juga sudah berjanji. Jika aku tidak menepati janji, aku khawatir akan tidak baik nantinya."     

"Sudahlah, Usman. Aku tidak akan marah padamu. Lagian mana mungkin Farisha mau sama kamu. Kalau kamu yang menikah dengan dia, malah akan lebih baik. Daripada orang lain yang tampan dan kaya, kalau kamu, ah, itu hanya masalah kecil. Setelah kamu bercerai dengan Farisha, aku yang akan menikah dengannya. Pokoknya kamu jagain dia! Jangan sampai ada lelaki lain yang menyentuhnya! Kau harus menjaganya dengan nyawa kamu, Usman! Bisa kan?"     

"Baiklah ... aku akan berusaha. Pasti aku bisa melakukannya. Masnya tenang saja. Bahkan dengan nyawaku, aku akan menjaga dia. Dan tidak akan membiarkan orang lain menyentuhnya!" Usman merasa lega karena mendapat dukungan dari Bram. Ia yang awalnya takut, ternyata tidak seperti dugaannya.     

"Kalau begitu, kamu makan sepuasnya! Hari ini aku sangat senang karena ternyata ini alasannya. Dibalik itu semua pasti akan ada jalan terbaik. Aku akan sabar menunggu jandanya Farisha. Tidak malah kalau mendapatkan janda. Walau aku tidak tahu, dia masih perawan atau tidak. Yang penting aku ini adalah jalan untuk mendapatkan cinta sejatiku."     

Usman dan Bram menikmati makanan di meja itu. Tidak ada permusuhan karena itu mungkin akan menguntungkan kedua belah pihak. Satu-satunya dari mereka adalah menjadi teman yang bekerja sama.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.