Tante Seksi Itu Istriku

Waktu Menjadi Suami



Waktu Menjadi Suami

0Masih dalam suasana rumah yang mewah namun sepi, Usman termenung sendiri di kursi. Ia saat ini sedang di dapur seorang diri. Melihat sebuah lemari pendingin yang letaknya tidak jauh darinya. Ia lalu menghampiri dan mengambil air dingin dari dalamnya. Karena ia merasa kepanasan akhir-akhir ini. Apalagi di dapur memang tidak ada AC. Hanya kipas angin yang dia sendiri tidak tahu cara menggunakannya.     

"Ahh ... rasanya segar sekali," ujar Usman setelah menenggak air minumnya. Ia lalu memasukkan kembali botol minuman yang masih berisi air.     

Usman tentu memakai gelas dan yang terlebih dahulu dituang air dari dalam botol. Lama Usman berada di dapur, ia merasa bosan. Apalagi dari satu jam yang lalu, Erni juga ikutan menghilang. Ia dan Erni tadinya sedang bicara berdua. Namun karena dipanggil oleh Farisha, wanita yang bekerja menjadi asisten rumah tangga itu pun menghampiri majikanya itu.     

"Daripada bingung harus melakukan apa, lebih baik bersih-bersih saja, apa yah?" tuturnya lalu mengambil kain lap. Ia merendamnya dengan air di tempat cucian piring. Kemudian ia mulai membersihkan kompor dan berbagai alat dapur lainnya yang terkena minyak atau kotoran.     

Tidak lupa dirinya juga menggunakan sabun cuci piring agar mudah membersihkan kotoran yang tertinggal. Saat ada debu atau sisa makanan pun ia bersihkan. Hingga Erni yang baru dari kamar Farisha datang menghampiri.     

"Ya ampun, Mas. Biarkan saya yang bersihkan ini semua! Mas duduk saja atau ke ruang tengah. Nonton tivi atau ngapain. Jangan di dapur, Mas. Soal membersihkan, biar aku saja!" ujar Erni yang segera merebut kain itu dari Usman.     

"Eh, enggak apa-apa kok, Mbak. Ini aku juga lagi bingung mau ngapain, hehehe," kekeh Usman. Ia pun bingung mau melakukan apa. Sedangkan ia dibayar untuk bekerja.     

Erni juga tidak bisa membiarkan orang lain mengambil pekerjaannya. Apalagi Usman yang akan menikah dengan Farisha, walaupun berasal dari desa dan tidak setampan orang-orang yang dijodohkan dengan Farisha, Usman tetap calon suami majikannya. Ia harus melayani dengan baik. Walau ia merasa kagok juga.     

"Mas bisa ke tempat lain, atau pergi ke depan sama satpam. Di sini hanya ada satpam dan sopir. Dan kebetulan sopir itu sedang bersama tuan Benny. Orang paling kejam di rumah ini. Mas, kalau ketemu sama dia lagi, jangan dilawan, yah! Karena di dilawan akan berbuat jahat lagi," ungkap Erni.     

"Iya, Mbak. Tapi kenapa sih, dia kan kepala rumah tangga, mengapa dia bekerja sepertinya jarang ke rumah?" tanya Usman penasaran.     

"Ssstt! Jangan keras-keras, Mas. Takut nanti nyonya marah. Soalnya dia nggak suka kalau suaminya di gunjingkan. Yah, sebenarnya dia bukan hanya bekerja. Tapi menguras duit orang tua nyonya. Dia sama saja dengan parasit yang hanya ke rumah ini untuk melakukan kekerasan." Erni berbisik pada Usman sambil tetap waspada. Ia tidak ingin Azhari tahu. Tapi ia tidak perduli dengan Farisha yang juga membenci ayahnya sendiri.     

"Jadi dia orang jahat, yah. Tapi masa dia nggak pulang berhari-hari? Apa dia akan pulang malam ini?" tanya Usman yang takut pada Benny.     

"Kayaknya enggak, Mas. Pak Benny akan pulang kalau dia sedang emosi saja dan menyiksa non Farisha dan nyonya. Kalau malam ini dan malam-malam sebelumnya, dia akan ke rumah selingkuhannya."     

"Erni!" panggil Farisha yang muncul dari luar. "Nggak perlu kamu ceritakan tentang keparat itu! Lebih baik kamu cuci itu piringnya. Aku harus antar Usman kembali ke swalayan. Usman, ayo ke swalayan!" ajaknya.     

Usman pun menuruti kemauan Farisha. Ia hanya di rumah ini sementara sampai mereka menikah. Farisha meninggalkan ruang dapur, diikuti oleh Usman dari belakang. Sementara Erni menggelengkan kepalanya. Memang Farisha tidak pernah marah ketika ada orang yang menjelekkan Benny. Namun ia juga kesal dengan Benny sebagai orang yang semaunya sendiri.     

"Apa kamu punya sesuatu untuk maskawin nanti? Oh, kamu tidak perlu memikirkannya, yah! Biar aku yang mengurus maskawinnya nanti." Farisha tahu kalau Usman merupakan lelaki yang miskin. Bagaimana mungkin dia memiliki barang untuk maskawin? Ia tidak perlu merepotkan hal itu lagi.     

"Tapi maskawin katanya harus dari mempelai laki-laki. Aku punya kalung emas. Apa bisa digunakan untuk maskawin?" tanya Usman, meyakinkan dirinya.     

"Kalung emas? Kamu nyolong di mana? Hei, aku nggak mau kalau maskawin dari hasil colongan! Harganya juga pasti nggak seberapa. Tapi itu kamu mengambil yang bukan haknya. Biar aku yang mengurusi semuanya."     

Walau memang seharusnya dari pihak lelaki sendiri maskawin harus diserahkan pada Farisha. Tapi ini hanyalah pernikahan yang tidak dianggap serius. Ini hanya pernikahan bohongan. Hanya saja mereka menyembunyikan rencana itu dari Azhari dan Benny.     

"Aku nggak nyolong, Tante. Orang itu peninggalan ibuku. Aku dapat itu dari tetanggaku yang menyimpannya untukku. Kalau enggak, pasti sudah diambil oleh pamanku," beber Usman.     

"Oh, paman kamu seperti si keparat itu? Ternyata kamu juga, Usman. Orang seperti mereka memang hanya menjadi parasit saja. Kamu pernah bercerita padaku kalau paman kamu yang selalu mengambil uang kerjamu itu?" tanya Farisha, tanpa melihat ke arah pemuda di belakangnya.     

"Iya, Tante. Dia sama saja sama ayahnya Tante, kan? Sama-sama orang yang ngabisin uang keluarga," ungkap Usman. Karena ia baru tahu nasib mereka sama saja. Keduanya berada di lingkungan orang yang hanya memanfaatkan saja.     

"Nanti setelah kamu kaya, lebih baik kamu nggak usah balik lagi ke desa. Kamu tinggal di kota, atau tempat lain. Kalau kamu orangnya nurut, kamu akan dapat banyak uang untuk mulai hidup yang baru. Mungkin setelah aku berhasil membuat Benny mendekam di penjara, akan aku ceraikan kamu. Dan kamu pergi sejauh-jauhnya. Dan jangan mengingatku lagi!"     

Perkataan Farisha membuat Usman terdiam. Ia sempat berpikir akan menikah dan selamanya berada di sisi Farisha. Namun ia tidak pernah berpikir untuk meninggalkan istrinya. Walau itu hanya rencana atau sekilas dalam pikirannya. Meskipun berusaha dengan keras, ia harus memastikan keamanan istrinya. Walau ia tidak bisa menjaga, hanya bisa berusaha sekuat tenaga.     

"Usman! Apa kamu dengar perkataanku? Kalau kamu nggak dengar, ngapain ikutin aku?" Sebenarnya ia juga tidak tega mengatakan itu. Tapi ia tidak ingin menyeret orang lain dalam masalahnya. Tahu bahwa Usman baik dan tidak seperti pria lainnya. Ia tidak berharap pemuda itu meninggalkannya. Ia hanya membutuhkan seseorang yang bisa dipercaya. Sekali lagi karena kejadian di depan toko perhiasan tadi siang.     

"Aku dengar, Tante," jawab Usman lirih. Badannya lemas ketika harus menerima kenyataan. "Tapi apa tidak bisa aku menjadi suamimu? Kira-kira berapa lama!?" tanya Usman.     

"Entahlah ... mungkin secepatnya aku harus mencari bukti agar bisa membawa keparat itu ke penjara. Mungkin dalam waktu setengah tahun lagi. Karena aku sudah membayar orang untuk mencari bukti-bukti yang akurat."     

Enam bulan bukan waktu yang lama bagi Usman. Karena ia hanya bisa melihat wajah wanita itu. Pertama kali melihat wanita seksi itu, dirinya sudah tergoda dan ingin selalu berada di sampingnya. Cukuplah melihat saja walau hanya dari jauh.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.