Tante Seksi Itu Istriku

Siasat Dibalas Siasat



Siasat Dibalas Siasat

0Seperti yang dikatakan oleh Farisha, Bram akan bertingkah tidak jelas. Adapun Usman hanya terdiam saat pria yang selalu mengejar Farisha. Pria itu sangat pintar mengakrapkan dirinya pada semua orang.     

"Dasar orang gak tau diri. Ayo, Bu. Aku sudah lapar, aku capek sekali karena semalam dan tadi pagi," ungkap Farisha pada ibunya. Ia membawa wanita paruh baya itu ke tempat makan.     

"Jangan gitu, nggak baik ngomong kayak gitu. Ya sudah, ibu sudah makan, tadi. Kamu saja yang makan, Nak. Makan yang banyak biar hasilnya cepat," ujar Azhari sambil tersenyum.     

Mereka duduk di tempat yang di mana tadinya Azhari duduk. Sementara Usman masih dirangkul oleh pria pencari perhatian, Bram. Karena dengan mendekati Usman, Bram yakin akan mendapat jalan yang mudah untuk bertemu atau memanfaatkan pemuda itu untuk bisa membantu mendapatkan sang pujaan hati.     

Walau sebenarnya Usman tidak rela jika harus menyerahkan Farisha pada Bram, ia tidak percaya diri dengan keadaannya saat ini. Apalagi dirinya hanya seorang lelaki yang dulunya hanya penjual makanan kecil yang berdagang keliling di terminal bus. Sekarang ia bisa tinggal di kota besar itu pun merupakan hal yang cukup beruntung. Dirinya bisa mendapatkan teman seperti Bram. Atau memiliki seorang istri yang sangat cantik dan sempurna. Walau umurnya terpaut jauh darinya.     

"Hei, Bro. Bagaimana kalau kita nyanyi saja? Kamu mau nyanyi bareng aku, kan?" tanya Bram yang mendorong Usman untuk maju ke depan.     

Usman tidak bisa menyanyi dan sudah terlalu lapar untuk menuruti kemauan dari pria yang ada di belakangnya. Pria yang tentu lebih tampan dan lebih tinggi darinya. Selain itu, pria yang cukup kaya. Pantas untuk disandingkan dengan Farisha.     

"Aku sedang lapar, Bro. Maaf, aku juga tidak bisa nyanyi. Yang ada malah nanti bikin orang pergi. Dan nggak mau makan," tolak Usman. Ia lalu melirik ke arah Farisha yang mengangguk dan melambaikan tangan padanya.     

"Oh, ya sudah ... aku akan duduk di sampingmu, yah. Eh, mertua kamu nggak tahu kalau kamu pura-pura nikah sama istrimu, kan?" tanya Bram lirih. Tentu ia tidak ingin wanita paruh baya itu tahu karena bisa jadi, dialah yang merusak rencananya untuk mendapatkan Farisha. Jadi ia hanya ingin dirinya dan Usman yang tahu rencananya untuk bisa mendapatkan Farisha.     

"Nggak tahu, kok. Kalau gitu, ayo kita ke sana! Kita makan dulu, Mas Bro!" ajak Usman kepada Bram. Ia menuju ke tempat di mana istri dan mertuanya berada.     

Di hadapan mertua dan orang yang ia suka, tentu Bram akan bersikap sebagai orang yang memiliki sopan santun. Ia mengangguk kepada Azhari dan menatap Farisha sembari tersenyum. Melihat penampilan wanita yang ia suka beberapa saat.     

"Halo, Tante. Apa kabarnya? Maaf kalau aku baru menyapa. Soalnya aku sibuk di kantorku, Tante. Oh, Farisha ... kamu semakin cantik saja, pasti suami kamu bahagia, memiliki seorang istri seperti kamu," puji Bram dengan senyum kuda. Tapi bukan kudapatkan cintamu. Karena sering ditolak mentah-mentah.     

Melihat pria dewasa itu pun Farisha merasa jijik. Apalagi dengan sikapnya yang terus menjilat semua orang agar dikira memiliki sopan santun dan akrap dengan semua orang. Ia juga tahu niat dari pria yang sampai sekarang tidak pernah bosan mendekatinya. Bahkan dengan cara baru, Usman yang menjadi perantara.     

'Duh, si kera besar ini begitu pintar menjilat! Awas saja kamu, Bram! Apa kamu pikir, aku tidak tahu apa yang kamu lakukan, hemm?' batin Farisha, menatap tidak suka pada Bram     

"Ayo, kalian pesan makanan dulu. Ibu sudah makan dari tadi. Usman, kamu mau makan apa, bilang saja dan bisa panggil waiters." Azhari berkata agak keras karena suara dari musik yang agak keras.     

"Aku apa saja, Bu, yang penting bisa makan saja sudah cukup." Tentu Usman tidak akan tahu menu apa saja yang ada di restoran itu. Apalagi melihat daftar menunya, ia tidak akan tahu karena memakai bahasa Inggris. Itu terdengar asing baginya.     

Berbeda dengan Bram yang langsung memanggil pelayan restoran untuk memesan. Ia dengan lancar memesan apa yang ia inginkan. Sementara Farisha yang memesankan untuk Usman.     

"Usman, kamu harus belajar bahasa Inggris, lah. Karena di sini banyak yang pintar bahasa Inggris. Benarkan itu, Tante?" tanya Bram yang mengalihkan pandangannya pada Azhari. Ia tentunya menunjukkan kepintarannya di depan wanita paruh baya itu. Dengan maksud untuk mencari perhatian. Ia menunjukkan kalau dirinya sangat pintar dan juga gaul.     

"Nak Bram ini kalau boleh tahu, kerja di mana, yah? Apakah punya usaha sendiri atau menjadi karyawan atau ikut bisnis orang tua?" tanya Azhari iseng. Walau baginya itu tidak penting. Jika ia bertanya itu pada Usman, ia bisa bertanya kapan saja.     

"Oh, aku kebetulan memiliki usaha garmen, Tante. Kalau Tante mau, kita bisa ke tempatku. Kami tentu memiliki banyak produk-produk yang sangat diminati. Bahkan perusahaan yang sedang aku rintis ini, berencana akan memasuki pasar global. Doakan saja, Tante. Semoga bisnis ini bisa lancar dan Tante sekali-kali bisa main ke tempatku."     

"Wah, hebat ... masih muda, sudah menjadi pebisnis hebat. Kalau begitu, bisa ajarkan pada menantuku itu, dong! Yah, menantuku ini juga tidak kalah hebat. Dia semalam sudah ... mmm, kamu tahu lah, pasti malam pertama mereka begitu–"     

"Bu!" potong Farisha. "Apa yang Ibu katakan, sih? Ini masalah aku sama Usman, nggak baik kalau diumbar-umbar. Walaupun kami sangat bahagia semalam dan tadi pagi, Bram nggak harus tahu, kan?"     

Farisha juga sengaja memanas-manasi Bram. Karena ia sangat tidak suka Bram yang memanfaatkan Usman. Ia ingin membuat pria itu kalang kabut dalam pemikiran yang tidak bisa dibayangkan. Bagaimana kalau dirinya mengatakan kemesraan bersama dengan Usman? Bukankah itu akan membuat Bram merasa sangat terpukul? Maka itu ada di tangan Farisha sendiri.     

"Emm, aku nggak perlu berkata pada siapapun, kan? Uh, semalam Usman sangat kuat dan bertenaga. Aku sampai kualahan menghadapinya. Ibu nggak usah bilang-bilang, lah! Malu aku, ini sja kami baru selesai melakukan itu lagi."     

Usman tidak tahu mengapa Farisha mengatakan itu. Ia hanya menggaruk pipinya karena dipandangi terus oleh Bram. Tentu pria itu ingin kejelasan dari Usman. Ia ingin tahu bagaimana mereka melakukan hubungan suami-istri tanpa ia tahu. Padahal Usman berjanji akan membantu mendapatkan Farisha. Tapi bagaimana kalau Usman berkhianat? Yah, pasti akan tidak sama lagi sikap Bram kepada pemuda desa itu.     

Tak seberapa lama, makanan sudah datang. Sang pelayan menyajikan makanan yang cukup banyak di dalam loyang. Ada banyak makanan yang baru Usman lihat dan tentu ia akan suka karena aromanya juga begitu menggoda indera penciumannya.     

"Usman, kamu sini mendekat, dong! Masa kamu mainnya sana si kera besar itu?" sindir Farisha pada Bram. Ia menarik tangan Usman untuk mendekat ke arahnya. "Man, terima kasih kamu semalam jago banget. Untuk hari ini, aku mau nyiapin kamu, yah!" ujar Farisha manja. Ia lalu mengambilkan makanan dan memberi suapan. "Aaa!"     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.