Tante Seksi Itu Istriku

Tatapan Sinis Tetangga



Tatapan Sinis Tetangga

0Hari itu adalah hari-hari paling buruk bagi Benny. Apalagi kalau bukan karena sikap Azhari? Selama hidupnya, ini adalah siksaan yang begitu berat, yang ia terima. Setelah mandi, ia juga harus menelan obat kuat yang disiapkan oleh Azhari. Ia juga dipaksa untuk melayani wanita itu. Beberapa kali ia sudah pingsan karena tidak kuat. Tapi tetap saja, Benny tidak bisa lama-lama karena wanita itu membangunkan sang suami dengan setrika panas yang ditempelkan ke punggung lelaki itu.     

"Su-dah ... cu-kup ... aku mau ma-ti sa-ja." Ia tidak tahu sudah berapa lama harus melayani sang istri. Walaupun ia sambil berbaring, tubuhnya sakit semua. Disaat sekarat seperti itu, yang dibutuhkan adalah istirahat total. Tapi ia berkali-kali dapat peringatan, kalau sampai pingsan, ia akan menerima setrika panas. Entah itu di perut atau di punggungnya.     

Badan Benny sekarang sudah tidak seperti tadi. Perutnya yang gemuk itu sudah dipenuhi bekas setrika panas. Berkali-kali ia memohon agar dibunuh saja. Tapi nyatanya dirinya tidak mati-mati. Ia masih bisa bertahan dengan rasa sakit yang teramat.     

"Baiklah ... aku akan biarkan kamu istirahat sebentar. Uhh, kamu loyo banget, Mas. Masa cuma menghadapi aku saja, sudah begini? Padahal kamu setiap malam dengan wanita lain, kuat-kuat saja? Oh, apa karena ini masih pagi, kah? Kalau begitu, ini buat nanti malam saja, bagaimana? Mungkin kamu perlu istirahat yang cukup. Biar nanti malam makin greng. Aku juga akan memberikan suplemen untuk kamu biar bisa kuat berjam-jam lamanya, hemm."     

Benny sudah tidak bisa menjawab pertanyaan dari Azhari lagi. Lagi-lagi ia pingsan karena kesakitan. Membuat wanita itu jengah dan lelah. Ia sama sekali tidak mendapatkan kenikmatan dari suaminya. Maka ia tinggalkan pria itu di kamar seorang diri. Azhari masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia mandi untuk ke dua kalinya karena tubuhnya juga terkena noda darah dari Benny. Ia juga mengigit punggung dan tangan lelaki itu. Bukan hanya itu, ia juga telah memberikan cakaran keras di perut dan punggung.     

"Huahh, hari ini aku sudah tidak mau lagi. Capek dan belum makan. Hari ini apa yang harus aku makan? Gara-gara si Benny, aku kehilangan semua aset berhargaku. Dia sukses bikin aku bangkrut. Dia seorang pria yang hanya menjadi parasit dalam keluargaku. Tapi aku ingin puas menyiksa kamu, Benny."     

Setelah membersihkan diri, ia kembali ke kanarnya. Ia melihat lelaki itu masih tidak sadarkan diri tanpa mengenakan apapun. Tubuuh itu sangat lemah dan tidak bertenaga. Namun ia yakin akan menyiksa Benny kembali. Setelah berganti pakaian, ia keluar dari rumah untuk membeli sayuran di tempat dekat kontrakannya. Saat keluar dari rumah, ia melihat ibu-ibu di sekitar kontrakan sedang berbelanja di warung.     

"Eh, Beli sayurannya." Azhari mendekat ke arah warung, di sana ada para wanita yang sedang bergosip. "Apa yang sedang ibu-ibu bicarakan, kalau boleh tahu?" tanyanya penasaran. Tapi ia hanya mendapatkan tatapan sinis dari mereka.     

"Enggak apa-apa, Bu. Sudahlah ... kami sudah selesai belanjanya. Kalau begitu, saya pulang dulu, yah. Permisi!" Salah seorang wanita paruh baya, melihat Azhari pun tidak suka. Ia tidak tahu duduk permasalahannya. Tapi ia mendengar teriakan seorang pria yang kesakitan. Seperti sedang disiksa oleh wanita yang dari luar terlihat baik dan sopan.     

Bukan hanya satu orang saja. Wanita lain yang berada di warung pun meninggalkan Azhari. Membuat wanita itu merasa ada yang tidak beres. Bahkan semua orang menjauhi dirinya. Hanya tersisa pemilik warung yang terlihat malas meladeni.     

"Maaf ya, Bu. Warungku sudah mau tutup. Kalau mau belanja, ke warung lain saja, yah! Aku harus menjenguk ibuku di rumah sakit. Mohon maaf ya, Buk. Saya benar-benar mau menutup warungnya." Wanita paruh baya itu lantas menutup warung tanpa perduli. Ia juga sudah mendengar cerita-cerita tentang Azhari, tetangga baru yang kabarnya menyiksa suaminya.     

"Bu, aku butuh banget, nih. Bisa enggak, kalau beri waktu sebentar? Tidak ada lima menit, deh. Maaf aku soalnya harus merawat suamiku yang gila, Bu. Kadang dia teriak-teriak sendiri dan kadang ia menyiksa diri sendiri. Aku juga sering kena pukul dia. Dan saya kadang mengikat suamiku agar tidak menyakitiku terus. Mohon waktunya sebentar, Bu. Lima menit saja, lah. Saya harus memberi makan suami saya."     

Wanita pemilik warung itu menoleh ke arah Azhari. Setelah mendengar penuturan dari Azhari, memang itu masuk akal. Kalau suaminya gila, mungkin bisa saja menyakiti orang lain. Bahkan istrinya sendiri. Tapi ia tidak mengenal wanita yang baru pindah dari kemarin. Hal itu membuat orang-orang menaruh curiga. Tapi sebagai seorang tetangga, pemilik warung tidak boleh berpikir buruk.     

"Oh, iya sudah, Bu. Kalau begitu, saya akan tunda acaranya buat nanti saja, deh. Kasihan suaminya kalau begitu. Kalau boleh tahu, Ibu ini pindahkan dari mana, yah? Kenapa suami yang gila di bawa ke sini? Harusnya kan dibawa saja ke rumah sakit jiwa," ujar wanita pemilik warung, dengan perasaan yang masih belum percaya begitu saja.     

"Begini ... nama saya Azhari, dan suami saya Benny. Sebenarnya kami dulunya tinggal di kampung sebelah. Tapi karena mereka merasa terganggu karena suara suami saya yang kadang teriak-teriak sendiri, kami diusir oleh warga. Maaf, aku tidak mau menyebut itu dari mana. Karena tidak semua orang harus tahu kalau memang orang-orang di sana tidak menerima kami. Tapi kalau di sini juga tidak diterima, saya akan membawa suamiku pergi. Dan sama seperti di kampung yang kutinggali dulu, saya tidak akan menceritakan tentang daerah ini."     

Azhari tahu kalau para wanita itu sudah menaruh curiga terhadap dirinya. Maka ia sudah memikirkan cara untuk membuat mereka percaya dengan cerita yang meyakinkan. Pertama adalah wanita pemilik warung. Dengan mengatakan pada wanita di depannya, ia berharap semua orang yang membeli di warung itu akan tahu cerita dari Azhari. Diharapkan mereka akan menerimanya dan tidak akan mengusik dirinya untuk menyiksa suaminya.     

"Kasihan sekali nasibmu, Bu. Kalau tahu begini, saya tidak akan mendengar gosip dari para tetangga. Kalau begitu, nanti saya akan ngomong ke mereka akan kesulitanmu. Mungkin mereka bisa bantu. Tapi kenapa suami ibu tidak dibawa ke rumah sakit jiwa?"     

"Eh, anu ... aku mana ada biaya, Bu. Dan selama masih sanggup, saya akan berusaha untuk merawat suamiku. Mungkin orang lain akan mengira kalau saya ini jahat dan menyiksa suami. Tapi mereka tidak tahu penderitaan yang kualami." Azhari diam sejenak sambil memilih sayuran di depannya. "Aku mau beli sayuran ini dan ada daging ayam nggak, Bu? Suami saya suka dengan daging ayam. Mungkin kalau kubawakan makanan ke sini, akan membuat dia senang dan tidak mengamuk lagi. Tapi aku minta sedikit saja, yah. Yang penting untuk suamiku sendiri."     

"Enggak perlu, Bu. Ini saya masih punya seperempat kilo. Ini buat Ibu saja, dan bayarnya sayuran saja, deh. Semua menjadi lima ribu saja!" Wanita paruh baya itu memasukan berbagai sayuran secara acak dan dengan jumlah yang cukup banyak. Tentu ia merasa bersalah dan iba dengan cerita sedih Azhari.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.