Tante Seksi Itu Istriku

Perjalanan Masih Berlangsung



Perjalanan Masih Berlangsung

0Semua itu tidak masalah bagi Usman dan Farisha. Entah apa yang di pikran mereka. Setelah orang itu berjalan ke belakang, ia terus menawarkan dagangannya. Karena belum pernah naik bus, membuat Farisha tidak tahu apapun. Beda halnya dengan Usman yang bisa dikatakan hampir setiap hari berada di terminal dan kadang mangkal di pinggir jalan raya untuk menunggu bus datang. Usman sudah terbiasa berjualan seperti penjual seperti itu.     

"Kamu kenapa, Sayangku? Apa yang sedang kamu pikirkan, hemm?" tanya Farisha penasaran. Ia meletakan bungkusan itu di pahanya. "Kan tadi aku yang sedih. Kenapa kamu yang murung? Ah, nggak asik kamu, Man. Seharusnya kamu yang menghiburku," keluhnya dengan nada jengkel. Walau sebenernya rasa penasaran itu lebih tinggi daripada rasa jengkel yang melanda.     

"Eng ... enggak apa-apa, kok. Oh iya, ayo kita makan tahunya. Sepertinya ini enak, yah? Kamu mau makan, sini aku bukain!" Usman mengambil bungkusan di paha Farisha. Lalu ia membuka bungkusan yang berbentuk kotak. Dan sudah ia duga sebelumnya, isinya lebih sedikit daripada yang dijual secara eceran.     

Usman hanya mengumpat di dalam hati. Namun ini sudah terjadi karena tidak mungkin barang yang telah dibeli, dikembalikan lagi pada penjualnya. Baik Usman dan Farisha pun tahu apa yang terjadi. Wanita itu juga melihat dengan jelas apa yang ada di dalamnya.     

"Ah, ini sih namanya orang mau cari untung sendiri. Kalau tahu begini, lebih baik beli satu-satu saja, huhh," keluh Farisha. Namun perutnya sudah ingin diisi dengan makanan. Walaupun masih ada stok makanan yang dibawanya.     

"Ini sudah terbiasa kalau di sini. Mungkin karena sudah terbiasa, aku sudah tidak kaget lagi. Tapi aku nggak pernah begini kalau jualan. Tapi sering melihat orang yang melakukan hal yang serupa." Pengalaman hidupnya sebagai pedagang keliling atau cangcimen, membuatnya mengetahui dunia seperti itu.     

"Ooh, kamu sudah sering, toh? Ya sudahlah ... kalau dosa, ya dia saja yang nanggung. Kamu jangan seperti dia juga, yah." Farisha menepuk punggung sang suami seraya berkata, "Ayo, kita makan saja semuanya. Jadi kita dapat energi untuk menghadapi kenyataan."     

"Tahu, lontong, kacang, permen. Ayo yang belum, yang belum! Adek mau lagi? Eh, ayo yang belum! Tahu, kacang, lontong, permen. Ada juga teh botol dingin! Perjalanan masih lama. Jadi siapkan bekal sebelum saya keluar, haha!"     

Namun tidak ada yang membeli lagi. Seperti Farisha yang kecewa, Usman juga demikian kecewanya. Hingga mereka hanya diam jika ditawari lagi. Membuat pria paruh baya itu hanya bisa tersenyum kecut. Tidak menyangka kalau dirinya akan diabaikan seperti itu. Walau tetap saja, makanan yang dibeli tetap dimakan.     

"Ayo, setelah makan, kita minum dulu. Untungnya tadi pemilik warung makan sudah membawakan air mineral. Jadi nggak takut kehausan lagi," kata Farisha seraya membuka tutup botol air mineral.     

"Iya, syukurlah ... kita kan nggak perlu beli lagi, hehehe. Jadi nggak perlu repot-repot juga, deh," sahut Usman. Setelah minum air mineral, rasa lega menjalar ke seluruh tubuh. Rasa haus pun tidak ada lagi.     

Selesai minum, mereka mengumpulkan bungkus lontong dan plastik. Karena tidak ingin mengotori bus, mereka harus menjaga kebersihan bersama. Walau tidak berlaku untuk orang lain yang tidak perduli dengan kebersihan di dalam bus. Masih banyak yang membuang botol minuman dan ada juga sisa makanan dan sebagainya.     

Kebersamaan di dalam bus, membuat Farisha semakin semangat. Apalagi ditemani sang suami di sisinya. Setelah menyelesaikan makan dan penjual tahu sudah keluar dari bus, perjalanan masih terus berlanjut. Hingga hari benar-benar mulai gelap. Lampu pun sudah dimatikan oleh kondektur bus.     

Semakin lama, Farisha mulai mengantuk dan merasa semakin dingin. Ia mendekat ke arah sang suami karena ingin kehangatan. Dipeluknya sang suami dengan mesranya. Selain memberikan rasa nyaman, rasa nyaman, Usman juga memberikan sebuah harapan dan kepercayaan. Akan suatu hari nanti, dunia akan mengenang cinta dua sejoli yang memadu kasih.     

"Brrr! Dingin, yah?" tanya Farisha. Walau sudah terbiasa dengan AC. Di desa bahkan ia tidur dengan hanya memakai baju tipis dan tanpa pakaian dalam. Saat ini ia memakai semuanya ditambah dengan jaket. Namun rasa dingin masih menjalar di sekujur tubuhnya. Hanya dengan memeluk Usman, ia merasa lebih baik.     

"Eh, iya ... sini dekat sini, hehehe," kekeh Usman yang meraih kepala Farisha dan direbahkan ke bahunya. "Maaf, apa aku sudah romantis? Pernah nonton di tivi dan katanya ini romantis."     

"Hehehe, sudah kok. Kamu romantis banget malam ini, Man. Hemm ... semoga kita bisa begini terus sampai tua, yah. Kalau aku tua duluan, nggak apa-apa kalau kamu mau nikah lagi. Tapi kamu harus tetap menjadi suamiku."     

"Apa yang kamu pikirkan? Aku nggak mau menikah lagi. Lagian kenapa aku harus nikah lagi? Orang punya istri yang cantik begini. Kalaupun nanti kalau kamu tua, aku juga akan tua. Kamu mengajak aku menikah saja aku sudah sangat senang. Demi Allah, aku hanya mau sama kamu. Walau aku tidak punya apapun sekarang, pasti aku akan berusaha untuk jadi orang kaya suatu hari nanti."     

Farisha tidak perduli dengan keadaan sang suami saat ini. Yang terpenting baginya, menjadi orang miskin ataupun kaya itu adalah hal yang tidak penting. Yang penting mereka bisa menjalani kebersamaan seperti saat ini. Karena ia sudah menyerahkan semua untuk sang suami, berarti kepercayaan sudah tidak diragukan lagi.     

"Wah, enak jadi mereka, yah. Yang sama istri yang cantik seperti dia. Siapa yang nggak mau, coba? Ah, tapi mereka kayak di novel karya Author Ganteng, Wanto Trisno. Yah, mungkin ceritanya sama seperti mereka atau hanya kebetulan, yah?" tanya pemuda di belakang Farisha dan Usman kepada teman di sampingnya. Dengan suara berbisik, ia yakin tidak akan terdengar oleh mereka.     

"Oh, berarti orang itu authornya? Eh, aku akan ingat dan akan membaca itu juga," balas pemuda di belakang Usman yang menjawab temannya.     

Jalanan yang dilalui bus mengalami rusak parah. Membuat bus bergoyang dan kadang membuat orang duduk membal. Ada yang terbangun karena kaget setelah salah satu roda bus melewati lubang di jalan. Hal itu terjadi sampai melewati lima kilometer lebih. Membuat semua orang tidak bisa tidur. Walau masih banyak juga yang bisa tidur nyenyak.     

"Aduh, kenapa jalannya begini? Shhh ... Man, kenapa kepalaku jadi pusing, yah? Aku mau tiduran saja susah banget. Aku nggak biasa tidur di tempat seperti ini. Tapi udah ngantuk banget." Farisha merasakan kantuk luar biasa. Namun belum juga kantuk menghilang, tiba-tiba lampu menyala cukup terang. Membuat dirinya membuka matanya.     

"Ayo semua yang mau makan, mau sholat dan mau turun. Yang mau buang air juga bisa turun! Nanti lima belas menit lagi bus akan berangkat lagi." Kondektur bus langsung memberi arahan dan menunggu bus berhenti.     

Bus yang telah berhenti membuat mereka turun. Mereka saling berebut untuk segera turun dari bus. Waktu menunjukan pukul sepuluh malam. Farisha biasanya jam segitu sudah terbawa di alam mimpi. Nanum sekarang sudah ada di pemberhentian.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.