Tante Seksi Itu Istriku

Tuduhan Tanpa Bukti



Tuduhan Tanpa Bukti

0"Tapi beneran, aku bukan copet, Pak. Kenapa aku dipukuli begini? Orang nggak ada bukti juga kalau aku copet. Aku memang orang miskin tapi tidak ada niat untuk mencari uang dengan cara yang salah."     

"Diam! Sudah bersalah telah mencopet, tidak mengaku, lagi! Kalau ada copet ngaku, penjara penuh! Lah, ini kok kayak sinetron saja yah, kata-kataku, wakakak!" tawa pemuda yang telah menangkap Usman. Dengan menangkap seorang kriminal, ia yakin akan menjadi terkenal dan banyak pujian. Apalagi ia berharap korbannya adalah seorang gadis yang cantik. Yah, apa salahnya jika berharap?     

Usman hanya bisa diam dan menerima perlakuan buruk mereka. Saat tubuhnya diseret dengan paksa dan dibawa mengikuti sang satpam yang berjalan di depan. Peristiwa seperti ini, Usman tidak akan lupa. Apalagi terhadap suara wanita yang telah meneriakinya copet. Ia tidak ada masalah dengan orang lain. Tapi ia tidak tahu kenapa hanya berlari saja dituduh sebagai copet.     

***     

Di ruang rawat inap, Menik mendengar keributan yang terjadi. Saat sedang makan, ia sampai menumpahkan makanannya ke lantai. Bahkan membuat basah baju yang ia kenakan. Asisten rumah yang bersamanya membantu sang majikan. Baru saja, sang sopir di kamar sebelah telah dibawa pulang. Karena kesehatan sudah membaik. Bersama seorang asisten rumah tangga bersama seorang sopir lainya. Jadi nanti siang baru kembali menjemput Menik bersama Rani dan Usman.     

"Ada apa, toh? Kenapa di luar ribut-ribut segala? Ini rumah sakit, kok iya masih ada ribut-ribut. Makannya jadi terbuang percuma, kan?" keluh Menik melihat makanan yang dibereskan oleh Rani. "Rani, nanti kamu coba tanya ke orang-orang, ada apa sebenarnya?" perintahnya pada asisten rumah tangganya.     

"Iya, Nyah. Nanti saya akan cari tahu. Huhh, orang-orang ini pada ganggu banget, Nyah. Nanti saya belikan lagi, yah. Mau saya belikan apa, nih?" tawar Rani. Karena berada di rumah sakit, ia tidak bisa memasak untuk nyonya majikannya. Wanita itu membeli makanan yang ada di kantin rumah sakit yang rasanya tidak terlalu enak baginya.     

"Sudah ... aku juga sudah cukup makannya. Suruh Maemunah buat masak enak nanti siang saja! Aku sudah tidak betah tinggal di rumah sakit. Kalau boleh, lebih baik dirawat di rumah saja. Di sini bau obat-obatan dan bising. Bukannya sembuh malah bikin pusing saja," keluh Menik yang memegangi kepalanya.     

"Iya, Nyah. Saya juga bisa urus rumah dengan baik. Merawat Nyonya dengan baik kalau begini. Ya sudah, saya buang dulu ini ke tempat sampah, yah." Rani meninggalkan ruangan dengan membawa makanan yang jatuh ke lantai.     

Sebagai seorang asisten rumah tangga, Rani tahu betul sifat dari majikannya. Ia tidak akan selera makan lagi kalau sudah ada gangguan seperti itu. Kalau makan pun kadang hanya sedikit dan sering melamun. Entah apa yang dilamunkan wanita paruh baya itu.     

Di luar ruangan, Rani melihat beberapa orang telah bubar. Ia menghampiri seorang wanita yang meninggalkan keramaian dan bertanya, "Bu, maaf. Ini ada apa, yah? Kok ada ribut-ribut?"     

"Oh, ini ada copet di rumah sakit ini, Mbak. Kamu harus hati-hati karena bisa jadi mereka tidak sendirian. Selalu bawa barang-barang dengan ketat!" Setelah mengatakan itu, ia pun berlalu meninggalkan Rani.     

Rani membuang makanan itu ke tempat sampah bersama dengan wadah yang terbuat dari styrefoam. Lalu kembali ke kamar untuk membantu mengganti pakaian Menik.     

"Apa yang terjadi di luar, Ran? Kayaknya ada pencopetan, yah? Ada-ada saja di rumah sakit ini. Bagaimana bisa ada pencopet masuk ke sini." Menik sudah mendengar sedikit obrolan Rani dan orang di luar kamar. Jadi ia sedikit ada gambaran walau tidak mendengar dengan jelas.     

"Iya, Nyah. Kenapa orang itu nekat sekali? Kalau butuh kan bisa cari kerja atau bagaimana. Sini Nyah, ganti baju dulu. Ini bajunya sudah kotor kena makanan." Rani membuka tas yang dibawanya. Ia juga melihat tas milik Usman yang dimana anak itu belum masuk ke ruangan itu lagi. Padahal ia sudah menantikan anak itu. Sebenarnya dirinya penasaran dengan isi tas yang dibawa oleh Usman. Walau sudah dijelaskan kalau isinya pakaian.     

Karena tangan Menik sulit digunakan, ia dibantu oleh Rani. Juga harus melakukan dengan hati-hati. Untungnya selang infus sudah tidak terpasang lagi di tangannya. Dokter sudah membiarkan Menik tanpa itu semua. Hanya saja luka masih perlu pengobatan secara bertahap. Hanya ada luka luar yang dialami oleh Menik walau mobilnya entah bagaimana keadaannya saat ini.     

***     

"Sebaiknya kamu mengakui perbuatan kamu! Kamu yang tadi tidur di sini, kan? Kamu kenapa masih juga mencopet? Saya bisa laporkan kamu ke polisi kalau memang benar kamu telah mencuri!" hardik satpam dengan tegas.     

"Harus bagaimana lagi agar kalian percaya, aku bukan copet. Kalau saya copet, mana buktinya? Mana saksinya dan mana orang yang menjadi korbannya?" tuntut Usman dengan tegas. Jelas-jelas ia bukanlah seorang copet seperti yang dituduhkan. Satu-satunya orang yang paling ia benci adalah orang yang meneriaki copet. Orang itulah yang telah membuatnya dihajar oleh orang. "Sekarang tolong panggil orang yang meneriaki aku copet! Dia yang memfitnahku!"     

"Bener juga apa yang dikatakan oleh anak ini. Sekarang di mana korbannya? Apa yang telah dicuri dan orang yang meneriaki copet berarti korbannya. Jadi di mana orang itu? Kenapa tidak ikut ke sini untuk dijadikan saksi?" ujar satpam lain. Menangkap penjahat memang bagus. Tapi kalau menangkap orang yang tidak terbukti kesalahannya juga tidak dibenarkan. Maka diperlukan saksi dan korban berikut barang buktinya.     

"Lah iya, ke mana orang itu? Kan orang itu penting untuk dijadikan saksi. Ini kalau tidak ada bukti, saksi dan korban, tidak akan bisa dipidanakan."     

Mereka saling pandang satu sama lain. Akhirnya mereka menghela nafas panjang. Karena kasus itu tidak berjalan seperti seharusnya. Kemudian lelaki yang menangkap Usman masih mengingat wajah wanita yang meneriaki copet itu. Maka ia menawarkan diri untuk mencari orang tersebut.     

Sebelum orang itu benar-benar keluar untuk mencari wanita yang meneriaki copet kepada Usman, wanita itu sudah datang dengan sendirinya. Ia tidak tahu kebenarannya kalau Usman adalah copet. Namun karena melihat orang berlarian, membuatnya yakin kalau Usman telah mengambil barang bukan miliknya.     

"Di mana copetnya? Saya orang yang meneriaki copet pada anak itu! Dasar anak sialan! Kalau saja saya tidak berteriak, mungkin belum juga kena itu copetnya!" Dengan percaya diri tinggi, ia masuk ke ruangan dan menunjuk ke arah Usman.     

"Kenapa Ibu menuduh saya mencopet? Saya tidak mencuri apapun dari Anda! Dan saya tidak ada masalah apapun dan tidak mengenal Ibu ini. Bagaimana mungkin aku dituduh sebagai pencopet? Mana buktinya kalau aku mencopet? Apa Ibu melihat sendiri, hah?" Kemarahan Usman terhadap wanita paruh baya itu, lantaran ia dituduh sembarangan.     

"Lah, kalau bukan copet atau maling, kenapa kamu lari? Saya juga tidak tahu siapa yang habis dicopet. Tapi kan kamu berlari dari kejaran. Jadi kamu copet atau maling!" Dengan suara keras, wanita itu kembali menunjuk ke arah Usman lagi.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.