Tante Seksi Itu Istriku

Penjelasan Dari Menik



Penjelasan Dari Menik

Mendapat panggilan sebagai menantu, membuat Farisha bingung. Padahal yang ia tahu, Menik dan Rinto tidak punya anak sama sekali dan tidak mungkin bisa menikahkan anaknya dengannya. Karena ia sudah menikah dengan Usman. Kecuali jika anaknya adalah Usman, maka pantas jika dipanggil sebagai menantu.     

"Tante, apa yang terjadi sebenarnya? Apa orang-orang tadi yang melakukannya? Tadi ada orang tua dan perempuan. Juga di belakang ada kayak bodyguard dua orang. Apa mereka yang memukuli Usman, suami saya?" tanya Farisha sambil menyerahkan Farhan pada Menik.     

Sebenarnya Menik tidak suka jika menantunya malah memanggilnya tante. Tapi ia harus memakluminya karena belum mengetahui rahasia yang selama ini tidak terungkap, kalau Usman adalah anak kandungnya. Ia juga harus memastikannya lagi, apakah memang benar-benar pemuda itu adalah anak kandungnya.     

"Kamu sudah menganalisanya sendiri, Farisha. Kita akan menjelaskan nanti bareng mama kamu. Kalau begitu, kita secepatnya antarkan Usman dulu. Pah, cepetan dikit bawa mobilnya. Eh, anak ganteng, siapa namanya?" Menik sangat senang ketika menimang cucunya.     

"Namanya Farhan, Tante. Maafkan aku karena terlalu merepotkan," balas Farisha. Lalu ia kembali melihat Usman yang masih diam saja. Ia mengusap wajah Usman yang lebam. Ia hati-hati agar tidak kena bagian yang luka. "Apa ini sakit?"     

"Tidak ... aku tidak apa-apa, sekarang. Kamu jangan khawatir lagi," balas Usman dengan lirih. Ia juga melihat ke arah Farisha sambil tersenyum. Walau ia masih tidak percaya kalau Menik adalah ibu kandungnya. Ia tidak tahu kalau dirinya masih memiliki seorang ibu.     

Seharusnya Usman senang, bisa bertemu kembali dengan orang tuanya. Namun entah mengapa ia tidak tahu harus menanggapinya dengan cara seperti apa. Sedangkan ia tahu kalau Menik dan Rinto tidak memiliki anak sama sekali, sejak pernikahan mereka. Namun dirinya adalah anak dari Menik. Karena wanita itu yang mengakuinya terlebih dahulu. Sedangkan Kardi dan Warni tidak membantahnya. Tapi ia juga merasa kalau mereka tidak mengenal siapa Rinto. Yang berarti Rinto bukan ayah kandungnya.     

"Kamu kenapa diam begitu, Usman? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kamu tidak bisa berbicara dengan jelas? Apa yang kamu pikirkan, sih?" tanya Farisha sambil memeluk sang suami. Saat ini ia tidak bersama anaknya. Jadi ia bisa dengan bebas memeluk suaminya.     

"Biarkan saja dulu, Menantu. Anakku itu mungkin sedang merasa bingung mendengar kenyataan kalau aku adalah mamanya. Aku adalah orang yang telah melahirkan dia ke dunia ini, sebelum menikah dengan mas Rinto," sahut Menik. Ia tidak tahan ingin memberitahu siapa dirinya dan hubungannya dengan Usman.     

"Ap-apa? Apa ini benar? Kamu anaknya bu Menik, Usman?" tanya Farisha terhadap pemuda di sampingnya. Melihat dia menganggukkan kepalanya, membuat dirinya kaget. "Ah, kalau begitu ... kamu anaknya bu Menik? Eh, Mama mertua."     

"Iya, Farisha ... kamu kan istrinya anakku. Jadi kamu harus panggil aku mama. Sama seperti kamu memanggil ibumu sendiri. Hehhh, akhirnya lega juga, setelah mengatakan itu pada menantuku, Pah." Menik melirik ke arah sang suami yang sedang menyetir.     

Rinto mengangguk dan mengulurkan tangannya untuk menyentuh tangan Farhan. Ia juga senang walau Usman bukan anak kandungnya, hati rasanya lebih lega karena anak dari Menik, pemuda yang sangat baik.     

Lima belas menit perjalanan, mereka sudah sampai di puskesmas. Mereka turun dari mobil dan bersama mengantar Usman. Sementara Azhari mengikuti dari belakang. Melihat mobil yang diikuti berhenti, ia juga mengarahkan mobilnya ke puskesmas.     

"Ayo, kamu pelan-pelan saja jalannya," ucap Farisha, membatu sang suami untuk turun dari mobil. Karena ia merasa suaminya kesulitan berjalan. Kakinya pincang dibuat untuk berjalan. Sehingga harus dibantu olehnya.     

Saat keluar dari mobil, malah menjadi tontonan orang-orang di sana. Itu karena melihat seorang pemuda yang mengalami babak belur dan diantar oleh banyak orang. Apalagi di belakang mobil itu masih ada satu mobil lagi. Walaupun itu hanya berisi seorang wanita. Tapi itu cukup membuat orang-orang itu penasaran.     

Mereka berjalan dengan Usman yang dibantu oleh Farisha dan juga Rinto. Sementara Azhari mengikuti dari belakang bersama Menik. Mereka berdua adalah ibu dari anak-anaknya yang sudah menikah. Menjadi besan yang saling menghargai. Dengan Menik membawa Farhan yang ia peluk. Namun saat ini Azhari belum tahu hubungan antara Usman dan Menik. Yang ia tahu, Usman hanya mantan bawahannya beberapa minggu saja. Juga yang telah menolong Menik di saat kecelakaan.     

Setelah mengantarkan Usman ke puskesmas, mereka melihat dokter yang mengobatinya dari luka memar yang didapat dari pemukulan. Sebelumnya Menik dan Azhari yang menawarkan untuk melapor polisi, atas tindakan Bahar terhadap Usman. Namun Usman menolak untuk melaporkan Bahar dan anak buahnya. Mereka sudah keluar dari rumah sakit dan diteruskan untuk kembali ke penginapan. Mereka ternyata memang tinggal di satu penginapan tapi berbeda kamar saja.     

"Jadi saya akan menceritakan semuanya dari awal." Menik membuka pembicaraan mereka. Saat ini ia sudah mengundang Azhari dan Farisha, serta Usman untuk mendengarkan penjelasan darinya.     

"Beneran ibu Menik adalah orang tua kandung dari Usman?" tanya Azhari. Ia sudah mendapat info itu dari Farisha saat berada di puskesmas. Saat mendengar itu, ia seakan tidak percaya tapi Farisha mengatakan padanya kalau Menik akan menjelaskan semuanya.     

"Sebelumnya saya minta maaf pada anakku, Usman. Sebenarnya mama tidak bisa merawatmu dengan baik. Benar, kamu adalah anak yang ku lahirkan dua puluh satu tahun yang lalu. Dan kamu sudah sebesar ini. Tidak disangka kamu juga yang telah menyelamatkanku saat mengalami kecelakaan. Di saat itu, mama langsung kepikiran sama kamu. Mama merasa melihat anakku sendiri saat melihatmu."     

"Kenapa kamu tega meninggalkan Usman, Bu Menik?" tanya Azhari. Ia tidak percaya pada wanita itu kalau sampai tega meninggalkan anaknya. Apakah itu dari hubungan gelap atau bukan. Tapi meninggalkan anak di bawah pengawasan orang lain, membuat anak itu mengalami hal-hal tidak menyenangkan.     

"Sebagai seorang ibu, mana aku tega. Awalnya saya tidak tahu kalau ternyata mantan suamiku adalah orang yang buruk. Kami bertemu sekali di desa ini dan kami merasa sudah cocok dan memutuskan untuk menikah. Dan setelah menikah, barulah aku tahu kalau dia seorang yang hidup dalam kegelapan. Dia membiayai kehidupanku dengan uang hasil merampok dan aku baru tahu ketika aku mengandung empat bulan. Setelah aku mau lahiran, dia ditangkap polisi. Setelah aku melahirkan, aku diusir oleh Kardi. Dia adalah saudara dari mantan suamiku."     

Mendengar cerita dari Menik, membuat mereka mengerti. Kalau memang Menik tidak bermaksud untuk meninggalkan seorang anak tidak berdosa itu. Tapi ini sudah terlambat. Karena saat ini Usman telah beranjak dewasa dan memiliki keluarga sendiri. Usman pun baru tahu sekarang, mengapa paman dan bibinya tidak pernah mengatakan siapa kedua orang tuanya.     

"Kalau begitu, kalian sekarang sudah bertemu. Dan anakmu menjadi menantuku. Walaupun anakku lebih tua dari anakmu, mereka saling menyayangi satu sama lain. Kuharap anda sebagai seorang ibu, tidak akan membuat mereka terpisah.     

"Baiklah ... aku tidak akan ikut campur urusan anak muda. Saya malah senang, anakku bisa mendapatkan anakmu yang sangat cantik ini. Dan melahirkan seorang cucu yang sangat tampan ini. Kalau boleh, saya berharap untuk mengurus anak itu. Kalau tidak, setidaknya kalian berdua, tinggal bersama kami. Saya akan memperbaiki masa laluku dengan merawat Farhan."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.