Tante Seksi Itu Istriku

Pembicaraan Keluarga



Pembicaraan Keluarga

0Masa lalu yang mengharuskan seorang ibu meninggalkan orang tuanya, membuat Menik ingin memperbaikinya. Ia tidak ingin selamanya menjadi seorang ibu yang buruk bagi anaknya. Karena ia juga tidak memiliki anak lagi setelah pernikahan yang ke dua. Tentu itu adalah hal yang baik untuk menjadi seorang yang bertanggung jawab penuh pada sang anak.     

"Kita sebagai orang yang lebih tua, kita serahkan saja keputusan dari mereka. Sebagai seorang wanita dan sebagai seorang ibu, kurasa aku tidak selalu memaksa anakku untuk menikah dengan siapapun. Saya juga beruntung memiliki memantu yang perhatian seperti Usman ini. Kupikir dia tidak akan menikah karena usianya sudah menginjak tiga puluh tahun. Tapi ternyata dia menikah dengan orang yang tepat." Azhari memperhatikan Menik sambil menepuk pundaknya.     

Sementara itu, Usman diam saja. Lelaki itu sedang bermain dengan anaknya dan juga Farisha. Saat tahu orang tuanya masih hidup, ia sempat tidak percaya. Tapi Menik sendiri yang mengaku dan saat dibawa pergi, Kardi dan Warni malah membiarkannya. Ia juga merasa kecewa pada Menik karena telah meninggalkan dirinya. Tapi setelah mendengarkan penjelasan dari wanita setengah baya itu pun membuat dirinya lega. Setidaknya bukan karena tidak dianggap oleh Menik. Namun karena keadaan yang membuatnya seperti itu.     

Melihat Usman dan Farisha yang seakan tidak peduli dengan pembicaraan mereka, membuat Menik dan Azhari melirik ke arah sepasang suami-istri tersebut. Usman pun bingung harus menjawab apa pada ibu kandungnya. Tapi yang pasti, ia hanya berharap bisa membahagiakan anak dan istrinya di masa mendatang. Luka-luka yang dimiliki Usman juga sudah diobati dan sekarang tinggal menunggu waktu untuk sembuh saja.     

"Usman, apakah kamu tidak mau memaafkan mama, Nak? Mama sudah meninggalkan kamu dan sekarang kita sudah dipertemukan. Mama dan ibunya Farisha juga sudah kenal lama dan kita setuju dengan pernikahan kalian walau berbeda umur. Apa kamu setuju untuk tinggal bareng kami? Untuk tinggal dan merawat anakmu di rumah." Menik berharap jawaban terbaik sebelum mereka kembali ke kota untuk melanjutkan hubungan antara ibu dan anak yang harmonis.     

"Emm ... mungkin dia bingung, Ma. Usman tidak tahu apa yang harus dilakukan, mungkin butuh waktu untuk menenangkan hati. Maaf, Ma. Mungkin sebagai menantu, aku lancang atau bagaimana. Mungkin perpisahan selama lebih dari dua puluh tahun, membuat Usman bingung atau bagaimana, aku tahu betul, dia orang yang baik dan aku tahu juga, suamiku sulit untuk mengambil keputusan."     

"Apa benar apa yang dikatakan istrimu, Man? Mama minta maaf padamu sekali lagi. Sebagai seorang ibu, mama tidak bisa menjagamu dengan baik di saat masih kecil. Aku juga tahu sifatnya Kardi dan Warni. Mereka orang yang keras dan mungkin kamu juga menderita karena mereka. Kuharap mama bisa menebus kesalahan yang kulakukan dulu."     

Menik sampai meneteskan air matanya, berpikir kalau Usman tidak mau memaafkannya. Jika itu benar, maka ia memang sangat bersalah pada anak lelakinya itu. Berharap bisa memperbaiki hubungan ibu dan anak yang berpisah selama dua puluh satu tahun lamanya, selama ini hanya bisa merenung seorang diri.     

Awalnya Menik tidak tahu harus bilang apa pada Rinto tentang anaknya. Namun karena Rinto, sebagai suami sangat baik, ia pun dengan memberanikan diri untuk mengatakan tenang Usman yang memiliki nama yang sama dengan orang yang menolongnya. Karena Rinto juga merasa tidak sempurna sebagai seorang pria yang bergelimang harta, ia juga tidak bisa memberikan keturunan. Ia sudah dinyatakan mandul dan tidak ada cara untuk membuatnya memiliki anak. Walaupun mereka tetap saja bisa melakukan hubungan suami-istri.     

Rinto dengan senang hati akan menerima anak tirinya. Anak yang keluar dari istri keduanya yang sangat ia cintai. Karena sang istri juga sangat baik dan tidak seperti mantan istri pertamanya, Rinto juga yakin dengan anak dari Menik. Dan siapa sangka, takdir memang terlalu sempit. Membuat mereka bertemu dengan seorang pemuda yang mengalami pemukulan.     

"Walaupun bukan orang tua kandung, sudah tahu kamu anaknya baik, sungguh membuatku berharap kamu menjadi anakku, Usman. Kamu juga pekerja keras seperti kakekmu. Dia juga tidak pernah mau berhenti kerja." Rinto melirik Usman dan juga memegang tangan Farhan. Ia belum punya anak tapi sekarang sudah merasa punya cucu. Juga memiliki anak yang sudah dewasa.     

"Iya, Mas, ayahku itu sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Nanti Mama akan membawamu ke sana, Man!" Menik terus membujuk Usman agar berbicara padanya.     

"Aku tidak tahu harus berbuat apa. Tapi tidak mau berpisah dengan istriku dan anakku lagi. Tapi kalau istriku setuju, mungkin kita akan tinggal di rumahmu untuk beberapa hari." Akhirnya Usman membuka suara, setelah lama ia berpikir bagaimana menyikapi pertanyaan Menik.     

"Oh, tidak apa-apa, Nak. Mama jadi punya teman di rumah. Apalagi mama belum mengenal jauh, istrimu yang membuatmu terpikat ini. Mama yakin, kamu tidak salah memilih wanita yang kamu nikahi." Sebenarnya ada keraguan tentang Farisha di hati Menik. Tapi ia juga tidak tahu tentang wanita itu. Tentu ia harus memastikan menantunya memang cukup baik pada Usman.     

Semua mengangguk setelah mendengar pernyataan dari Menik. Walau tidak ada yang tahu pemikiran wanita setengah baya itu. Setelah menyetujui satu hal, ada masalah lain yang belum mereka selesaikan. Yaitu tentang Bahar yang memaksa Usman untuk menikah. Tentu itu adalah hal yang harus diurus dengan baik.     

"Dan satu masalah terakhir adalah tentang pria yang memukuli kamu, Usman. Dan kita akan mengurusnya dan berbicara dengan orang itu dan juga membatalkan perjodohanmu dengan wanita itu," celetuk Rinto. Ia mengingat tentang Bahar dan anak buahnya.     

"Benar sekali, Mas. Kita juga akan mengurus Bahar. Kurasa aku juga tidak setuju Usman menikah dengan perempuan itu." Tentu saja, masalah penampilan dan wajah dari Sarini adalah penyebab utamanya. Walaupun usianya sama dengan Farisha, yang lebih tua dari Usman. Tentu saja, ibu mana yang akan menyetujui anaknya menikahi wanita yang penampilannya seperti itu? Apalagi Menik juga sudah tahu Sarini dari kecil. Sebelum Usman lahiran, Sarini sudah berusia sepuluh tahun dan mengalami kesulitan berbicara dan juga bertabiat buruk. Sering menyiksa orang juga dan yang paling membuat Menik tidak menginginkan memantu seperti Sarini adalah wajahnya. Wajah yang lebih mirip alien dibandingkan manusia.     

"Baiklah ... kita akan mengurus ini semua. Kamu cukup diam saja di sini, Usman. Sebagai permintaan maaf mams dan sebagai rasa tanggung jawab sebagai orang tua, aku akan mendatangi rumah Kardi. Kamu sama istrimu cukup di sini saja dan jangan ke mana-mana! Biarkan mama sama papa kamu serta ibu mertuamu, yang akan mengurus semuanya," pungkas Menik.     

"Iya, Ma. Akan ku pastikan anakmu di sini terus. Sebagai seorang menantu, aku juga akan membantumu, Ma. Hehehe, jangan biarkan suamiku direbut orang lain, hehehe," kekeh Farisha. Ia mengacungkan jempol pada ibu mertuanya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.