Tante Seksi Itu Istriku

Berkumpulnya Keluarga (End)



Berkumpulnya Keluarga (End)

0Saatnya bagi Usman dan Farisha untuk meninggalkan rumah Bahar. Mereka juga harus pamitan dari Kardi. Sekaligus memperkenalkan Farisha sebagai istri Usman pada paman dan bibinya. Setelah menempuh perjalanan dari rumah Bahar, mereka sampai di depan rumah Kardi dan Warni.     

"Apa nggak apa-apa, kita ke rumah pamanmu, Usman? Aku takut nanti ada apa-apanya," ungkap Farisha yang merasa takut terhadap paman Usman. Ia duduk di samping Usman yang menyetir mobil ke rumah pamannya.     

"Iya, nggak apa-apa, kok. Lagian kan hanya memperkenalkan sama paman dan bibi saja. Sekaligus meminta restu dari mereka, atas pernikahan kita. Meski kita sudah lama menjadi suami-istri. Apa kamu nggak mau ketemu sama orang yang sejak kecil merawatku?" tanya Usman yang mengerti kekhawatiran istrinya itu.     

"Kamu tenang saja, Farisha. Kan ada orang tuanya Usman, juga. Itu mertuamu di belakang kita, pasti tidak akan membiarkan menantu cantiknya kenapa-kenapa," celetuk Azhari yang di belakang sambil menggendong Farhan.     

"Dengar apa kata ibu. Kamu jangan takut kayak gitu, yah. Lagian pamanku tidak sekejam apa yang dibayangkan. Beliau sekarang tidak akan memukuliku seperti dulu lagi. Pasti beliau sudah baik padaku dan tidak akan pernah menyakitimu lagi."     

Usman mencoba meyakinkan kalau pamannya tidak sekejam yang diduga. Malah menurut Usman, lebih kejam Benny yang memukuli Farisha sampai seperti itu. Dan sekarang Usman tidak tahu kabar orang itu bagaimana. Yang jelas, sudah tidak pernah melihat lagi setelah sekian lama. Farisha dan Azhari juga tidak menceritakan padanya.     

"Baiklah ... aku akan mencoba untuk tenang. Lagian sudah terbiasa mengalami kekerasan dari kecil. Tidak mungkin orang yang tidak dikenal, langsung main pukul saja, kan?" ujar Farisha, melirik pada Usman yang menyetir mobil dengan kecepatan sedang.     

Hari sudah menjelang sore ketika sampai di rumah sederhana milik Kardi dan Warni. Tempat di mana Usman tinggal selama dua puluh tahun lamanya. Dan sekarang ia membawa seorang istri dan anak yang akan dikenalkan padanya. Usman dan kedua wanita satu mobil pun turun setelah mobil berhenti tepat di depan rumah. Terlihat seorang remaja yang sedang bermain game online dengan ponselnya.     

"Ayo maju-maju! Jangan ke situ, goblog! Ehh, jangan-jangan! Yaah, goblok looo!" umpat Arif pada rekan tim mainnya. Ia memang bermain sendirian di depan pintu. Tapi ia bermain online dan banyak teman onlinenya. Karena sibuk main game, bahkan tidak melihat Usman datang.     

"Arif, paman dan bibi ada di rumah?" tanya Usman kepada anak Kardi dan juga Warni. Ia sudah tahu kebiasaan anak itu ketika sedang bermain game, maka tidak bisa diganggu. Maka harus menyodorkan uang pada anak itu.     

Saat melihat uang yang di depan matanya, membuat mata Arif terbelalak dan melihat siapa yang memberikan selembar uang berwarna merah bergambar bapak proklamator itu. Langsung saja ia mengambil uang tersebut ketika ia melihat siapa yang memberinya uang. Sebenarnya Usman tidak peduli jika Arif masih main game terus. Tapi karena Arif menghalangi jalannya. Maka ia berinisiatif memberinya uang, agar mereka bisa masuk ke dalam.     

"Eh, Mas Usman. Sudah pulang kamu? Itu tante yang cantik siapa?" tanya Arif yang matanya langsung mengarah kepada Farisha. Ia juga melihat Azhari yang menggendong bayi.     

"Paman dan bibi di rumah kan, Rif? Oh, ini istriku, Rif. Kamu kenalkan dulu, gih." Usman menyuruh Arif untuk berkenalan dengan Farisha. Tentu saja ia harus kenalkan keluarga barunya pada Arif. Ia juga memperkenalkan Arif pada mertua Usman dan anaknya.     

Menik dan Rinto tiba di rumah itu dan dipersilahkan masuk oleh Arif. Selama ini anak itu juga tidak pernah mengenal Menik. Menik juga tidak mengenal anak dari Kardi dan Warni karena setelah melahirkan Usman, ia meninggalkan desa dan saat itu Kardi belum punya anak.     

Usman membawa rombongannya masuk ke dalam rumah. Arif berjalan dari belakang, merasa bingung karena ada banyak orang. Ia juga berharap akan diberi uang oleh mereka semua. Namun baru dari Usman saja yang memberikan uang padanya. Tentu ia akan membelanjakan dengan topup dan juga membeli kuota. Karena urusan sekolah, menjadi tanggung jawab Kardi sebagai kepala keluarga.     

"Siapa yang kamu bawa ini, Usman? Maaf, apakah keponakanku berbuat salah? Sehingga harus diantarkan ke sini? Silahkan duduk dulu, ibu-ibu sekalian." Warni mempersilahkan Farisha dan Azhari untuk duduk. Ia tidak tahu ada orang yang terlihat kaya datang ke rumahnya. Walau Menik juga terlihat menjadi nyonya besar, ia sudah mengenalnya. Tapi Farisha dan Azhari tidak ia kenal sekalipun.     

Kardi yang baru datang dengan kaki pincang pun menyambut kedatangan mereka. Pria itu melirik ke arah Azhari yang membawa seorang bayi di gendongannya. Sementara di samping Usman, duduk seorang wanita yang masih terlihat muda dan cantik. Ia mengira umur wanita itu belum ada tiga puluh tahun. Tapi bingung karena duduknya di samping Usman. Sementara Menik yang merupakan ibu dari Usman pun tidak ada di sampingnya.     

"Paman, aku datang ke sini ingin meminta restu darimu. Kemarin kan sudah aku katakan kalau aku sudah menikah. Dan aku akan memperkenalkan istriku pada paman dan bibi. Istriku ini bernama Farisha, Paman. Dan ini adalah ibu mertuaku bernama bu Azhari. Anakku yang bernama Farhan," pungkas Usman.     

"Apa? Jadi kamu benar-benar sudah menikah? Lalu bagaimana dengan pak Bahar? Dia akan marah ketika perjodohanmu dengan anaknya dibatalkan!" Walau Kardi berkata dengan keras, nyatanya ia lebih memilih Farisha yang menjadi istri Usman. Walau keponakannya orang yang tidak beruntung dan juga tidak tampan, tetapi ia juga merasa risih dan akan malu dengan tetangga kalau punya keluarga Sarini. Walaupun seorang anak dari juragan cendol di desa tersebut.     

"Kami sudah mendatangi rumah pak Bahar. Dan beliau juga sudah membatalkan perjodohannya. Kami juga sudah membuat perjanjian di atas materai kalau kami sudah tidak ada hubungan apapun lagi."     

"Dan harus mas Kardi tahu, yang membayar semua hutang mas Kardi itu istrinya Usman sendiri. Dia yang membayar semua yang diminta pak Bahar agar tidak mengambil tanah yang seharusnya milik Usman tapi kamu mau serahkan ke pak Bahar," celetuk Menik. Ia juga masih kesal dengan perlakuan Kardi selama ini terhadap Usman. Tentu saja itu adalah hal yang membuatnya masih belum terima.     

"Oh, kalau begitu, terima kasih. Terima kasih karena sudah membayar semuanya. Aku yang berhutang padamu. Ternyata kamu orang kaya, yah? Jadi tenang saja, aku tidak akan membuat masalah dengan Usman lagi." Meski demikian, ia sudah memiliki niat untuk meminta uang dari orang-orang kaya itu.     

"Dan kami sudah merawat Usman sejak lahir. Tapi tidakkah ada balasan kebaikan untuk kami? Sudah berapa banyak kami menghabiskan uang untuk membiayai semua kebutuhannya. Kami juga telah melatih untuk bekerja keras dan tidak ada niatan sedikitpun untuk dibalas. Tapi apakah kalian tidak punya hati, kami juga kehilangan banyak waktu dan tenaga untuk membuat Usman jadi orang seperti ini." Istri Kardi yang bernama Warni meneruskan ucapan suaminya.     

"Cukup! Aku tahu niat kalian berdua! Jangan pernah mengambil keuntungan dari semua ini, yah! Sudah mending kamu sudah dibantu agar lepas dari masalah ini. Tapi dari dulu, apakah kalian memperlakukan anakku dengan baik? Kalau kalian menyekolahkan dia dengan baik, memberi kehidupan yang baik, mengapa kalian membiarkan dia bekerja siang dan malam menjadi tukang cangcimen? Aku juga sudah mendengar dari tetangga, kamu berdua sering tidak memberi makan anakku. Masih saja kalian mengaku telah memberi kehidupan yang baik?"     

"Sudah, Ma. Sudahlah ... kita jangan ungkit lagi masa lalu itu. Sekarang kita sudah menemukan anakmu dan akan menjadi anak kita. Jika mau, aku bisa membiayai dia untuk ikut sekolah ekspres. Kita bisa kirim ke luar negeri untuk belajar dengan cepat, kan?" Rinto mencoba untuk menenangkan Menik yang penuh emosi.     

"Aku kesal saja, Pah. Aku sudah mau merawat anakku dulu. Tapi mas Kardi dan mbak Warni yang mengusirku dari desa ini. Sebagai seorang ibu, aku tidak rela jika kehidupan anakku jadi seperti ini. Untung saja kita mendapatkan menantu yang sangat cantik itu. Juga sangat baik serta menerima Usman dengan baik," cetus Menik meluapkan kekesalannya.     

"Sudah tenang saja, Bu Menik, kami akan terus mendukung anak-anak kita, kan? Masalah ini kita bisa selesaikan dengan baik, kan?" Azhari juga menangkan besannya agar bisa lebih tenang. "Aku tidak mengalami seperti yang kamu alami tapi tahu penderitaanmu. Tentu saja sebagai seorang ibu, tidak akan rela melihat anaknya menderita. Aku juga tidak rela ketika Farisha diperlakukan buruk oleh ayahnya sendiri."     

"Sudah, Bu. Ibu nggak perlu ingat masalah yang dulu lagi. Dan tolong jangan sebut dia ayahku lagi. Aku tidak punya ayah seperti dia, Bu. Untuk masalah Usman dan juga paman Kardi, bagaimana jika aku yang akan mengurusnya? Baiklah ... aku akan berikan semua yang paman minta, selama suamiku dibiayai olehmu, Paman. Tetapi paman juga harus kembalikan uang hasil Usman bekerja, bagaimana?"     

Mendengar ucapan dari Farisha, membuatnya keringat dingin. Tentu saja penghasilan selama Usman bekerja, jelas melebihi dari apa yang ia keluarkan. Ia memang membiayai Usman sampai sekolah. Ia menyekolahkan Usman tetapi Usman juga sudah mulai berjualan ketika sekolah. Kardi memaksa Usman saat masih anak-anak dan uang itu juga digunakan untuk makan dirinya serta sang istri. Saat pulang sekolah pun Usman tetap harus berjualan di tempat ramai seperti di terminal. Kardi yang saat itu bekerja sebagai penjual keliling juga mengajak Usman dan mulai saat itu, penghasilan Usman sudah cukup untuk membiayai sekolah sampai lulus.     

"Apakah Paman mau mengembalikan uang yang diberikan suamiku, hemm? Maafkan aku yang tidak sopan ini, sekarang Usman bekerja untukku aku sekarang yang memaksa dia bekerja untuk membiayai istri dan anaknya. Jadi tidak ada uang untuk orang lain. Dan paman tahu, istrinya Usman ini hidup mewah dari kecil. Tidak bisa hidup menderita dan tidak mau bersama orang yang tidak mau ngasih uang. Jadi, mohon maaf, sekarang keponakanmu sudah punya bosnya sendiri. Lagian dia juga menghamili bosnya dan harus tanggung jawab. Butuh modal juga untuk membiayai anak kami. Jadi paman, bisakah paman mengembalikan semua uang hasil kerja Usman?"     

Kardi hanya bisa menelan ludah sendiri. Ucapannya dikembalikan lagi oleh Farisha yang memang lebih berhak atas diri Usman. Ia juga sudah mendapat banyak uang yang diberikan padanya kemarin. Tidak mungkin ia kembalian juga karena sudah dipakai oleh istrinya untuk belanja.     

Semua orang di ruangan itu pun terbengong dengan keberanian Farisha. Bahkan Menik mengacungkan dua jempol pada Farisha. Ia setuju dengan ucapan wanita cantik yang menjadi menantunya itu. Berarti terbukti kalau anaknya adalah orang yang paling beruntung di dunia ini. Karena sudah mendapatkan istri yang cantik, baik dan pintar.     

***     

Kehidupan Usman yang awalnya hanya seorang penjual cangcimen dan minuman, kini telah berubah total sejak merantau ke kota dan dipertemukan dengan wanita seksi yang ia panggil tante. Terkadang kita harus meninggalkan tempat yang membuat tidak bisa berkembang. Itulah yang ditunjukan Usman terhadap semua orang.     

Kehidupan Usman kini sudah sangat bahagia, bersama seorang wanita yang mengubah hidupnya. Keberuntungan lain adalah memiliki seorang putra yang dilahirkan oleh Farisha. Keluarga Bahagia adalah impian semua orang. Begitu juga seorang pemuda dari desa yang telah menemukan jati dirinya.     

"Hahahaha! Benarkah? Jadi pernikahan kalian awalnya karena tidak mau dijodohkan? Hahaha, tidak menyangka ternyata dugaan ibu benar juga," ujar Azhari ketika ia mendengar cerita dari Farisha dan Usman.     

Saat ini mereka sedang berada di satu restoran. Mereka sudah meninggalkan desa setelah pamitan pada Kardi. Walau pada akhirnya Usman kembali memberikan uang sebagai tambahan modal usaha Kardi di desa. Semua keluarga kini sudah hadir. Termasuk orang tua dari Menik yang ternyata seorang sopir taksi yang mengantar Farisha dan Usman ketika baru pulang dari bulan madu. Baik Farisha, Usman dan sopir taksi pun tidak menyangka akan bertemu lagi di saat seperti ini.     

"Hei, apakah kalian melupakan aku, Farisha, Usman? Aku adalah orang yang kalian buat menderita karena pernikahan kalian!" Vania datang tiba-tiba untuk merusuh acara pertemuan dan juga acara syukuran keluarga yang dilaksanakan di restoran mewah. Kebetulan restoran itu adalah miliknya.     

"Vania? Apa yang terjadi denganmu? Apakah kamu sedang hamil? Kamu sudah menikah, kah?" tanya Farisha bingung. Ia sudah lama tidak melihat Vania lama dan kaget saat melihat tiba-tiba di hadapan mereka. Farisha juga takut kalau wanita itu membongkar masa lalunya.     

"Tidak, Farisha. Aku datang ke sini bukan untuk kamu lagi. Tapi aku hanya ingin bertemu dengan suamimu untuk meminta pertanggungjawaban padanya." Dengan senyuman licik, ia menatap ke arah keluarga itu.     

"Apa maksudnya ini? Usman, apa yang tejadi sebenarnya? Apa yang kalian lakukan di belakangku? Ohhh, bagaimana ini?" Farisha tidak tahu apa yang terjadi. Ia marah dan merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Dugaan dan prasangka buruk terkumpul di kepalanya.     

"Tidak ... aku ... aku bisa jelaskan semua ini, Farisha. Aku ... aku, ahhh, kenapa kamu datang ke sini, sih? Belum puas membuatku susah?" Usman bingung harus berbuat apa lagi. Karena ada Vania yang tiba-tiba datang di waktu yang tidak tepat.     

Semua orang yang berada di tempat duduknya juga merasa bingung dengan yang terjadi itu. Mereka mulai berpikir buruk tentang Usman karena adanya wanita yang tengah hamil besar datang di tengah-tengah perjamuan makan mereka.     

__𝙏𝙖𝙢𝙖𝙩__     

Terima kasih yang telah membaca kisah Usman dan Farisha. Mungkin hanya itu yang bisa author sajikan. Kurang lebihnya, saya ucapkan terima kasih.     

Jangan lupa untuk membaca cerita lainnya, dari author ini, yah. Sampai jumpa di novel karya Wanto_Trisno lainnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.