[BL] RedBlue Academic. END✔

Perlindungan



Perlindungan

0  Firaz menatap Defian yang tengah berdiri di depan pintu asrama di jam 12 malam dengan membawa dua koper serta empat kardus yang hanya dia letakan saja di lantai.    

  "Kenapa kembali? Apa kau di usir?" Tanya Firaz polos.    

  "Angkat kardusku bawa masuk kedalam." Ucap Defian dan masuk begitu saja sambil menyeret koper miliknya.    

  Firaz, "..."    

  .    

  .    

  .    

  Di kantin sekolah, Akemi dan Firaz hanya menatap Defian dalam bingung.    

  "Apa yang terjadi? Perasaan kemarin-kemarin baik-baik saja?" Bisik Akemi pada Firaz.    

  "Jangan bertanya padaku. Aku juga tidak tahu."    

  Defian menghembuskan napas ketika mengingat kejadian pamitan semalam.    

  Defian mengetuk pintu kamar Sebastin dan masuk. Di dalam kamar, Sebastin sedang membaca buku di tempat tidur.    

  "Sebastin."    

  Lagi-lagi tidak digubris, "Aku akan kembali ke asrama sekolah besok."    

  Tidak di gubris.    

  Defian maju menghampiri Sebastin yang tengah membaca buku.    

  Defian menahan bahu Sebastin, "Sebastin,"    

  Sebastin menatap Defian tajam.    

  Sebastin menarik Defian di tempat tidur dan mencekiknya. Defian sangat terkejut sekaligus panik.     

  "Sebastin apa yang kamu lakukan?" Kata Defian dengan susah payah.    

  Asap hitam muncul dan menghempaskan Sebastin menjauh dari Defian.    

  Rantai borgol melingkari tubuh Defian dan membawa terbang Defian cepat keluar dari kamar Sebastin.     

  Dan malam itu juga, rantai borgol itu membawa Defian sampai di depan pintu kamar asrmanya, beserta dua koper dan empat kardus yang sudah tersusun rapi di depan pintu.    

  Defian hanya berdiri bodoh di tempat dan tidak mampu mencerna apa yang baru saja terjadi padanya. Terlalu mendadak dan tiba-tiba.    

  Kembali lagi di kantin sekolah.    

  Kedua temannya melihat Defian seperti sangat tertekan.    

  Akemi menghembuskan napas dan tiba-tiba saja memukul meja dengan keras, sampai membuat Defian, Firaz, dan orang-orang yang berada di kantin terkejut.    

  "Defian. Kamu ikut.aku.sekarang."    

  Dibelakan gedung sekolah, tepatnya di taman bunga Asoka. Akemi menatap Defian tajam.    

  "Defian, apa kamu temanku?"    

  "Ia"    

  "Ceritakan pada kami, apa masalahmu. Jangan menyimpannya sendiri, kamu bisa saja mati gila karena memendam perasaan." Murka Akemi.    

  Defian menatap Akemi dengan mata yang sudah memerah, bibir Defian bergetar.     

  "Aku ... Aku patah hati. Apa yang bisa aku lakukan Akemi, apa yang bisa aku lakukan, Sebastin tidak lagi perduli padaku" Defian berhenti sesaat, "Tidak, kenapa aku harus menangis! Aku khan yang menghalangi hubungan mereka."     

  Defian menceritakan masalah yang di alaminya hampir sebulan ini kepada kedua sahabatnya.    

  "Jangan katakan kepada siapapun." Ucap Defian yang sudah terduduk lemas di kursi taman.    

  Akemi mengepalkan tangannya, "Baik aku tidak akan mengatakan hal ini kepada siapapun."    

  Tapi dalam hati terkecilnya, Akemi mengatakan pada dirinya sendiri bahwa dia akan mengatakan hal ini pada para tetua.    

  Sepulang sekolah Defian langsung berbaring di kasur tanpa melepaskan seragam sekolah miliknya.    

  Sebuah tangan melingkari pinggang Defian dan membawa Defian kedalam pelukannya.    

  "Sebastin,"    

  Sebastin menatap Defian dengan wajah penuh dengan air mata.    

  Defian memegang wajah Sebastin dengan panik, "Ke–kenapa kamu menangis?"    

  "Kenapa kamu meninggalkanku? Aku sangat kesepian di rumah." Sebastin terisak, "Aku mencintaimu, jangan tinggalkan aku, jangan putus hubungan denganku."    

  Defian ...    

  Defian ...    

  Defian ...    

  Suara panggilan seseorang membangunkan Defian dari tidurnya.    

  "Defian, astaga anak ini. Defian, ini sudah jam 7 malam, bangun kamu harus mandi."    

  Defian bangun dengan wajah yang sangat kusut, "Mimpi itu lagi." Gumannya pelan.    

  Sehabis mandi dan berganti pakaian, Defian dan Firaz membeli makanan di luar sekolah dan memakannya di taman dekat asrama yang biasa mereka tempati.    

  "Dimana Akemi?" Tanya Defian sambil memakan makanan miliknya.    

  "Biasa, terlambat."    

  "Astaga, aku lupa, tunggu di sini dan jaga makananku. Aku akan membeli satu porsi lagi buat Akemi, dia pasti akan mengamuk karena lupa membeli untuknya." Setelah mengucapkan itu, Firaz pun lari terbirit-birit.    

  Defian melanjutkan memakan makanannya dalam keadaan diam.    

  Task... (bunyi pecahan kaca)    

  Defian terkejut menatap lampu taman yang berada tidak jauh darinya pecah.    

  Task... Task... Task...     

  Semua lampu yang berada di tamanpun berturut-turut pecah dan meledak.    

  Defian berdiri dari duduknya, dia menatap sekeliling, beberapa orang yang berada di taman yang tengah sibuk melakukan aktifitas mereka tadi masing-masing telah menghilang entah kemana.    

  Taman Blue terlihat cukup lumayan terang dikarenakan cahaya dari sinar bulan. Defian merasa ada yang aneh, jadi dia sama sekali tidak berani beranjak dari duduknya.    

  Sring... Sring... Sring...    

  "Suara borgol." Defian melihat sekelilingnya, mencari-cari dimana suara rantai itu berada. Pandangan Defian kini terjatuh pada seorang pria yang berdiri kurang lebih 20 meter di belakangnya. Namun Defian sangat tahu dan kenal betul siapa pria itu.    

  "Sebastin" Guman Defian pelan.    

  Didepannya, Sebastin berdiri kaku dengan wajah penuh dengan air mata. Suara tangisannya bahkan dapat terdengar Defian dengan jarak kurang lebih 20 meter.    

  Defian panik dan berlari menghampiri Sebastin, "Apa yang kamu lakukan di wilayah Blue. Jika ada yang melihatmu, kamu pasti akan di hukum." Kata Defian khawatir.    

  Defian berdiri kurang lebih 6 meter dari Sebastin, dia masih sedikit takut dengan adegan Sebastin yang mencekik lehernya.    

  "Sayang, kamu takut padaku?"    

  Defian menggeleng kepalanya.    

  "Aku sangat merindukanmu."    

  Defian menganggukan kepalanya, "Aku juga"    

  "Kemari, aku ingin memelukmu."    

  Defian tersenyum dan melangkah ke depan.    

  Sring sring sring sring...    

  Tarikan rantai terdengar sangat cepat di kegelapan malam, dan melingkari tubuh Defian yang baru saja melangkah kedepan seperti se ekor naga.    

  Berputar dan berputar tanpa henti, seperti tidak mengizinkan Defian melangkah kedepan menuju Sebastin.    

  "Ada apa, apa yang terjadi?" Defian panik melihat rantai yang terus berputar-putar di sekelilingnya.    

  Defian menatap Sebastin, wajah sedih Sebastin kini berubah menjadi sangat marah dan kejam. Sangat menakutkan bagi Defian.    

  "Menyingkir darinya!!" Suara Sebastin terdengar sangat menindas.    

  Borgol itu sama sekali tidak bergerak menjauh dari Defian.    

  Borgol itu berubah menjadi asap hitam dan berkupul menjadi wujud manusia berpakaian hitam dengan topeng di wajahnya.    

  "Berlari menjauh tuan Defian." Kata pria berbaju hitam itu dengan suara yang sangat lembut.    

  "Ta-tapi dia Sebastin,"     

  "Dia bukan suami anda tuan."    

  "Defian kemari sayang, aku Sebastin. Jangan mempercayainya."     

  Bingung, itulah yang di rasakan Defian saat ini.    

  "Jika tuan Defian tidak mempercayaiku. Coba melangkah menjauh ke belakang."    

  Defian ragu, tapi dia tetap mengikuti perkataan orang itu. Rantai yang berwujud manusia yang pernah menyelamatkannya dari Sebastin.    

  Defian berlari kebelakang dan tiba-tiba saja terdengar suara terikan seorang wanita yang terdengar marah dan gila.    

  "DEFIAAANNN ... AKU AKAN MENGAMBIL NYAWAMU...!!!"    

  Suara tabrakan logan terdengar di belakan Defian. Tanpa Defian sadari, dia telah berlari tanpa henti menjauh dari lokasi taman.    

  'Tadi. Itu suara Mika' Ucap Defian berulang-ulang dalam hatinya.    

  Defian berlari sampai di depan gerbang Blue Academic. Di depan gerbang, berdiri dua orang pria yang di yakini Defian adalah Van Van dan Arsen.    

  "Ikuti kami." Ucap Van Van dan Arsen bersamaan.    

  Tanpa berpikir Defian mengikuti kedua orang itu menuju ke dalam mobil. Didalam mobil sudah terdapat Akemi dan Firaz.    

  "Maaf aku lama kembali. Aku diculik oleh mereka." Kata Firaz ketika Defian sudah berada di dalam mobil.    

  Akemi menatap Defian, "Aku juga di culik." Ungkapnya    

  Akemi, "Arsen, Van Van. Kita akan kemana?"    

  "Untuk sementara ini, kita akan menuju ke tempat dimana Sebastin tidak akan pernah mau menginjakan kaki milikya." Ucap Van Van sambil fokus membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi.    

  Firaz, "Apa ada tempat seperti itu?"    

  Arsen, "Sebentar kamu akan tahu sayang."    

  Firaz, "..."    

  Sesampainya di tempat tujuan mereka dan turun dari mobil. Akemi menatap gedung bertingkat di depannya dengan wajah bodoh, begitu juga dengan Defian dan Firaz. Bagaimana tidak, tempat yang di maksud oleh Van Van dan Arsen adalah kediaman Zhang, dimana rumah tempat Akemi tinggal.    

  "Jangan berdiri, ayo cepat masuk."    

  Di ruang tamu, Ibu dan Ayah Akemi menatap empat anak muda yang duduk di depan mereka.    

  "Apa yang terjadi sampai kalin semua datang kemari?"    

  "Bahkan Arsen, si anak nakal ini saja sampai kemari. Apa ada sesuatu yang serius?" Kata En pada anak-anak remaja tersebut.    

  "Bunda," Panggil Van Van pada Ana, "Alfano Mia Sebastin, kepribadianya berubah drastis akhir-akhir ini."    

  Wajah Ana terlihat sangat khawatir, "Apa ada sesuatu yang membuatnya berubah?"    

  "Hmm ada." Kata Arsen.    

  Tok... Tok... Tok...    

  Ketukan pintu membuat semua orang di dalam terdiam.    

  "Ada tamu, biar aku yang membukanya." Kata En.    

  "Tunggu paman, biar Arsen saja yang membukanya."    

  "Aku ikut bersamamu." Ucap Van Van.    

  Di depan pintu rumah terdengar suara yang cukup berisik. Ana dan En berdiri dan berjalan ke pintu.    

  Defian dan Firaz ingin mengikuti Ana dan En, kini langsung di hentikan oleh Akemi, "Tetap di sini."    

  Di depan pintu Mia dan Indri panik, "Dimana Defian?"    

  "Di dalam tante." Ucap Arsen pada Mia dan Indri.    

  Bersambung ...    

  Selesai pengetikan pada hari–    

  Selasa, 7 Januari 2020


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.