[BL] RedBlue Academic. END✔

Terlalu Ekstrim (2)



Terlalu Ekstrim (2)

  Warning 18    

  Terdapat adegan dewasa, yang merasa dibawah 18 tahun dilarang membaca.    

  ____________________________________    

  Sebastin membalikan posisi mereka. Ia berbaring terlentang dan sedikit menyandarkan tubuhnya di kepala tempat tidur dengan kemiringan sekitar 45°.    

  Dan Defian, pria manis itu kini sudah berada di posisi atas dengan keadaan dimana krisan miliknya masih ditanami junior milik Sebastin di dalamnya. Defian sedikit bergetar, posisi ini terlalu ekstrim; milik Sebastin telah memasuki miliknya terlalu dalam. Jika dia sedikit melakukan pergerakan saja, maka milik Sebastin akan selalu menyentuh daerah paling sensitif di dalam krisan miliknya.    

  Krisan Defian menjepit milik Sebastin sangat erat. Sebastin sangat menyukainya. Melihat istrinya belum melakukan pergerakan sedikitpun, "Kenapa belum bergerak sayang? Malu?"    

  Defian lagi-lagi mengigit bibirnya dan menganggukan kepalanya pelan.     

  "Kenapa malu? Di kamar hanya ada kita; kamu dan aku." Sebastin sedikit menaikan alisnya, "jangan bilang kamu malu denganku!"    

  Defian menatap Sebastin, dan tanpa basa basi Defian membuang dirinya sendiri ke dada bidang Sebastin, dengan tangan yang menutupi wajahnya.    

  "Jangan melihatku." Defian memandang Sebastin, dia mengarahkan tangan mungilnya untuk menutupi mata Sebastin, "Tutup matamu. Aku ... Aku akan melakukanya, jika kamu menutup matamu."    

  Sebatin meraih tangan Defian yang menutupi kedua matanya, "Baiklah jika itu maumu." Kata Sebastin serius. Tapi kita semua tidak ada yang tahu apa yang akan dipikirkan pria cabul itu selanjutnya.    

  Setelah mengucapkan kata itu, Sebastin mengambil penutup mata yang berada dibawah bantal, dan memakainya.    

  "Aku sudah menutup mataku. Sekarang bergeraklah."    

  Memastikan suaminya tidak akan mengintip, kini beberapa detik kemudian. Defian mulai menggerakan pinggulnya naik turun. Cukup pelan, namun pasti.    

  "Sedikit lebih cepat sayang."    

  Mendengar ucapan dari suaminya. Defian kini menambahkan kecepatan memompanya.    

  Ini gila, ini sangat gila. Defian terengah-engah, Defian mendesah gila setiap kali milik Sebastin menekan daerah sensitif yang berada di dalam krisannya.    

  "Lebih cepat sayang." Sebastin juga merasa sangat gila, miliknya dijepit sangat erat oleh krisan Defian.    

  "Tidak bisa, sudah tidak bisa. Aku sudah tidak lagi sanggup." Ucap Defian terengah-engah.    

  Sebastin membuka penutup matanya, dan bangun untuk duduk.    

  Defian panik, "Sebastin jangan membuka pen..."    

  "Jangan menurunkan kecepatan, tetap memompa." Potong Sebastin.    

  Sebastin melingkari kedua lenganya di tubuh Defian dan membatu istrinya itu memompa; menaik turunkan Defian, dan sesekali Sebastin mengangkat pinggulnya ke atas, pada saat pinggul Defian turun kebawah.    

  "Hah... Sebastin, kamu ... kamu ingin menghancurkanku, kamu ingin menghancurkanku." Teriak Defian di selah-sela desahanya.    

  Saat ini Defian terlihat seperti cacing kepanasan, dia sangat gelisah; dia meraih apapun yang dapat di gapai tangan mungilnya, tidak sanggup hanya memeluk suaminya saja, kini dia beralih meremas rambut Sebastin kuat. Kepala Defian mendonga ke atas dengan terengah-engah, rambut hitam miliknya kini telah basah parah, mulut manisnya selalu mengeluarkan desahan penuh rangsangan. Saliva Defian telah keluar beberapa tetes dari bibirnya. Itu terlihat sangat menabjukan dan seksi.    

  Sebastin membaringkan Defian kembali di tempat tidur, posisi pinggulnya sama sekali tidak henti-hentinya memompa.    

  Defian rasanya ingin meledak, kedua kaki kaku miliknya sudah menjepit erat pinggul Sebastin, dan kedua tangan mungilnya memeluk tubuh Sebastin erat, mata Defian sudah sangat sembab, beberapa tetes air liur miliknya tidak henti-hentinya leluar dari bibir manisnya; hal itu disebabkan karena mulut Defian sedari tadi tidak menutup dan selalu mangap. Sebastin, pria cabul itu sama sekali tidak mrmberikan kesempatan untuk dirinya menelan salivanya.    

  Sebastin menaruh kedua lengannya yang kokoh di atas kepala Defian, dengan tujuan mengunci pergerakan naik turun Defian agar juniornya masuk lebih dalam dan lebih dalam.    

  Posisi seperti ini yang sangat ditakuti oleh Defian. Dengan posisi seperti ini, membuat Defian selalu saja gemetaran.    

  "Sebastin, ah! Ah! Ah! Kamu ... Kamu ingin membunuhku."    

  Sebastin mengangkat kedua kaki milik Defian dan membuka kedua pahanya lebar-lebar.    

  Tusukan demi tusukan tidak henti-hentinya di layangkan Sebastin pada Defian.    

  "Hah ... Defian, kamu ... Kamu membuatku ingin menghancurkanmu hah, hah."    

  Sebastin menaruh kedua kaki milik Defian dibahu miliknya, ia memeluk paha Defian erat, pinggul miliknya tidak henti-hentinya memompa.    

  Sangat cepat dan sangat-sangat cepat.    

  Beberapa saat kemudian mereka berduapun mencampai puncak kenikmatan.    

  Keduanya terenga-engah. Sebastin menaruh kepalanya di samping kepala Defian. Keadaan tubuh mereka masih bersatu, keduanya tidak lagi memiliki tenaga hanya untuk sekedar menggerakan sedikit tubuh mereka. Sangat kelelahan.    

  "Sebastin"    

  "Hmm"    

  "Kamu sangat berat."    

  Sebastin terkekeh, kemudian melepaskan miliknya dari tubuh Defian. Ia membaringkan tubuhnya di samping Defian.    

  Sebastin memeluk Defian, dan mereka berduapun mulai menutup mata. Kedua pria itu telah tertidur pulas dikarenakan kelelahan akibat aktifitas panas yang sangat menguras tenaga mereka.    

  Pulkul 17.00, Sebastin telah bangun dari tidur nyenyaknya. Ia melirik jam di atas nakas, dan kemudian bangkit duduk di atas tempat tidur. Ia menatap Defian yang tengah tidur pulas karena ulahnya. Sebastin menaruh tangannya di atas dahi Defian, ia hanya ingin memastikan jika istrinya saat ini baik-baik saja, dan tidak mengalami demam akibat terlalu kelelahan.    

  Sebastin menutup tubuh Defian dengan selimut dan kemudian menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh miliknya yang sudah sangat lengket akibat aktifitas panas yang ia lakukan bersama Defian.    

  Selesai mandi dan mengganti pakaianya. Sebastin berjalan menuju tempat tidur, untuk membangunkan Defian.    

  "Defian ... Defian, wake up. Defian"    

  "Hmm" Jawab Defian tanpa ada niat untuk membuka mata atau sekedar bergerak.    

  "Bangun, kamu harus mandi, atau aku yang harus memandikanmu, hmm?"    

  Defian masih dalam posisi yang sama.    

  Sebastin menghembuskan napas pelan, dan kemudian menyibak selimut dan mengangkat Defian ke kamar mandi.    

  Ia menaruh Defian di dalam bat up yang berisi air hangat yang ia siapkan sebelum keluar dari kamar mandi.    

  Sebastin tersenyum melihat Defian yang sama sekali belum ada niat untuk membuka kedua matanya. Ia membasuhi seluruh tubuh Defian dengan air hangat dan menyabuni Defian dengan sabun ber aroma lavender yang ia bawa secara pribadi untuk Defian. Sebastin memberikan sampo dengan aroma yang sama dengan sabun, yaitu lavender.    

  Defian membuka matanya, "Aku lapar."    

  "Hm, selesai ini kita akan turun makan."    

  .    

  .    

  Selesai makan malam, semuanya duduk berkumpul bersama di ruang tamu.    

  Firaz, "Van Van, kamu dan Arsen benar-benar saudara yah?"    

  Van Van, "Hmm, kami bersaudara."    

  "Jadi Van Van, apa kamu dan Sebastin keluarga?" Tanya Akemi.    

  Defian menatap Sebasti yang duduk di sampingnya; saat ini tengah sibuk menyisir rambut Defian dengan jari tangannya.    

  Defian berbisik, "Kamu belum menjelaskan soal ini padaku." Sebastin menatap Defian, dan berbisik, "Sebentar aku jelaskan padamu. Setelah kita berada di kamar tidur." Ucap Sebastin, sambil meremas dan mengusap tengkuk Defian.    

  Defian, "..."    

  "Sudah lupakan. Aku tidak ingin bertanya padamu lagi."    

  Sebastin tersenyum dan memeluk erat Defian.    

  Cukup lama baru Van Van menjawab pertanyaan dari Akemi, "Hmm, kami keluarga."    

  "Kamu juga merupakan keluarga dekat kami dan Sebastin." Ucap Arsen pada Akemi.    

  Van Van, "Arsen, jaga bicaramu."    

  Akemi sama sekali tidak paham dengan apa yang di katakan Arsen padanya. Dirinya, beserta Van Van, Arsen, dan Sebastin adalah keluarga dekat(?!)    

  Bukan saja Akemi. Defian dan Firaz juga merasa kebingungan dengan ucapan Arsen barusan.    

  Defian menatap Sebastin, "Sebastin."    

  "Nanti aku jelaskan padamu."    

  Selalu jawaban yang sama.    

  Defian merasa ada sesuatu yang ditutupi Sebastin padanya. Tapi Defian tidak ingin memaksa Sebastin untuk menjelaskan padanya. Mungkin saja itu adalah suatu hal yang serius.    

  Acara kumpul-kumpul bersama diruang tamu telah berakhir. Malam ini mereka tidur lebih awal, dikarenakan besok pagi, mereka akan kembali ke sekolah.    

  Defian berbaring miring di tempat tidur, dan menatap Sebastin yang sedang mengganti pakaian miliknya dengan piama tidur sutra berwarna merah. Sebastin naik di atas tempat tidur meghampiri Defian yang sedang berbaring cantik, dengan piama sutra warna biru tua yang ia siapkan jauh sebelum Defian datang kerumah besar Alfano. Sebastin membawa Defian kedalam pelukannya.    

  "Apa yang sedang kamu pikirkan?" Tanya Sebastin.    

  Defian memeluk pinggang Sebastin dan menanamkan wajah manisnya di leher Sebastin.    

  "Tidak ada."    

  Sebastin menaruh dagunya di atas puncak kepala Defian, dan memeluknya erat.    

  "Tidur." Perintah Sebastin.    

  "Aku tidak bisa tidur."    

  "Mau olahraga malam bersamaku, agar kamu bisa tidur, hmm?"    

  "Tidak terima kasih. Aku akan tidur."    

  Sebastin terkekeh, ia mencium puncak kepala istrinya dan menutup kedua matanya.    

  Bersambung ...    

  Selesai pengetikan pada hari—    

  Selasa, 31 Desember 2019


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.