[BL] RedBlue Academic. END✔

Lebih Pelan



Lebih Pelan

0  Warning 18 Full Seks    

  Terdapat Adegan Dewasa, yang merasa di bawah 18 tahun di larang membaca.     

  ------------------------------    

  Sebastin mencium Defian dengan penuh napsu memburuh. Borgol yang melingkari kedua tangan Defian terlepas dengan sendirinya dan berjalan meliuk-liuk seperti ular entah kemana.    

  Bunyi basah khas ciuman menggelegar ke seluruh kamar. Merasa tidak puas dengan hanya mencium bibir Defian, kini Sebastin mengarahkan ciumannya ke rahang beserta leher Defian yang putih seperti giok dan sesekali Sebastin mencium, menjilat, menggigit dan mengisap leher Defian, sampai beberapa tanda kiss mark tercetak indah di leher putih mulusnya. Setelah merasa cukup mempermainkan leher sang istri, Sebastin kembali mencium bibr manis istrinya sambil memasukan salah satu tangannya ke dalam pakaian dalam milik Defian.    

  "Uhmm.."     

  Sebastin menghentikan ciumannya dan memandang sang istri dengan mata penuh napsu birahi. Melihat penampilan sang istri yang terlihat sangat berantakan dengan kedua pipi yang memerah, bibir merah yang membuka beserta campuran air liur dari keduannya yang meleleh di bagian sudut bibir Defian, dan tidak lupa pula mata sayup yang sedang menatapnya. Semua itu memberi kesan menggoda bagi siapapun yang melihatnya. Namun Defian sama sekali tidak menyadari betapa menggodanya dia saat ini di depan mata Sebastin.    

  Rasanya Sebastin ingin langsung menghancurkan tubuh seseorang yang berada di bawahnya saat ini. Sebastin melepas kaos merah yang di pakai Defian dan merobek paksa celana dalam yang di pakai sang istri. Telanjang bulatlah Defian saat ini. Setelah menyelesaikan itu Sebastin mulai membuka semua pakaian dan celana yang ia kenakan di tubuhnya serta membuangnya asal.     

  Melihat kelamin milik orang lain sontak membuat Defian menutup wajahnya dengan kedua tangannya.    

  "Jangan menutupi wajahmu."    

  "Ini sangat memalukan."    

  "Terbiasalah dengan hal ini mulai dari sekarang, karena kedepannya kamu akan sering melihatku tanpa busana di depanmu." Ucap Sebastin sambil mengelus-elus leher Defian.    

  Elusan Sebastin semakin menurun kebawah, melewati area dada, perut, pusar, menuju rambut-rambut kecil kemaluan, dan meraih sesuatu yang keras milik Defian, "Kamu juga harus terbiasa jika milikmu yang imut ini aku sentuh..." Kata Sebastin sambil mengusap-usap milik Defian, mulai dari bawah sampai pada kepala kemaluan dan kemudian menurunkan tangannya kembali, mengelus menuju goa sempit milik Defian, iapun mulai memaksa memasukan satu jarinya kedalam goa yang masih tertutup itu tanpa menggunakan pelumas ataupun air liur.    

  "Ahh" Satu desahan lolos dari mulut    

  Defian.    

  "Dan kamu juga harus menyiapkan dirimu kapanpun dan dimanapun aku menginginkanmu. Apa kamu paham dengan ucapanku Defian?"    

  Defian meremas kedua bahu sebastin sambil menganggukan kepalanya tanda bahwa dia paham dengan apa yang di ucapkan pria tampan yang berada di atas tubuhnya itu.    

  "Aku butuh ucapan bukan anggukan." Satu jari bertambah lagi memasuki krisan atau anus milik Defian.    

  "Hmm, i–ia, Ahngg..."    

  "Aku tidak mendengarnya sayang."    

  Tubuh Defian mulai gemetaran dan gelisah, cengkraman tangannya di bahu Sebastin semakin kuat.     

  "Aku paham." Jawabnya dengan susa payah.    

  Matanya yang telah dipenuhi kabut napsu terlihat sangat menggairahkan, mulutnya yang terbuka beserta salifa yang berada di sekitar bibirnya terlihat sangat menggodakan, desahan manis yang keluar dari mulut manisnya seakan seperti obat perangsang bagi sang suami.    

  Kegelisahan Defian makin bertambah ketika jari ke tiga milik Sebastin di masuki. Defian mendongakan kepalanya ke atas dan tanpa sadar mengangkat sedikit pantatnya di karenakan sensasi luar biasa yang dia rasakan saat ini. Dibawah sana tepatnya di dalam krisan miliknya, itu terasa aneh dan perih, namun entah kenapa terasa sangat enak untuknya.    

  Sebastin memaju mundurkan tangannya kedalam krisan Defian dan sesekali membuat tiga jarinya seperti menggunting didalam krisan sang istri. Defian yang merasakannya hanya bisa gelisah kesana kemari seperti ulat. Tidak puas hanya dengan memanjakan areah bawah kini iapun kembali mencium Defian dan sebelah tangannya yang nganggur kini meraih nipel pink yang sudah menegan itu, memutarnya, mencubit dan sesekali menggosok-gosoknya dengan telapak tanggannya. Setelah puas menghancurkan bibir Defian, Sebastin pun menurunkan kepalanya untuk meraih nipel pria yang sedang menggeliat di bawahnya. Sebastin menjilat nipel tersebut dengan kecepatan tinggi dan janga lupa dengan tiga jari yang berada di dalam krisan Defian, tiga jari tersebut juga tidak henti-hentinya di maju mundurkan oleh si pemilik tangan.    

  Desahan kenikmatan terus keluar dari mulut Defian Mahesa, dia (Defian) merasa mau gila mengalami kenikmatan yang sungguh luar biasa ini. Defian sama sekali sudah tidak lagi tahan dan diapun mengeluarkan cairan kental berwarna putih keruh dari kemaluannya.    

  Defian terengah-engah setelah mengalami klimaks pertamannya.    

  "Apa kamu menikmatinya?"    

  Defian, "..."     

  "Aku rasa ia," Sebastin menarik jarinya dari anus Defian.    

  "Ahh" Keluarnya jari Sebastin membuat Defian sedikit meringis. Tangan Sebastin yang baru saja keluar dari anus/krisan Defian kini ia angkat dan memperlihatkannya pada Defian.    

  "Daerah bawahmu sudah sangat basah dan sepertinya anusmu sudah siap untuk aku masuki."    

  Satu kata yang pas untuk Defian saat ini 'malu'. Yah Dia sangat malu dengan kata-kata yang di keluarkan dari mulut Sebastin. Setahu Defian, menurut rumor yang beredar di mana-mana, serta yang di alami dia sendiri. Pria yang berada di atas tubuhnya ini adalah pria yang memiliki kepribadian dingin dan tidak banyak bicara, bahkan aurah yang di pancarkannya saja serasa sangat menindas orang-orang yang berada di sekelilingnya. Tapi saat ini, pria dingin yang telah menjadi suaminya tersebut, selalu saja mengeluarkan kata-kata yang membuat Defian sangat malu.    

  Sebastin mengangkat serta membuka lebar kedua kaki Defian dan mulai mengatur posisinya senyamanungkin di antara belahan paha Defian.    

  Sebastin mengarahkan kemaluannya yang sudah menegang sempurna di depan goa sempit milik sang istri. Di dorong kemaluannya perlahan didepan pintu goa yang masih tertutup tersebut dan sesekali ia memperhatikan raut wajah meringis sang istri.    

  Wajah meringis Defian saat ini menurutnya terlihat sangat menggemaskan.    

  Defian meraih apapun yang bisa dia raih di sekitarnya untuk menjadi pegangan tangannya. Benda besar dan tebal itu dimasukan secara perlahan-lahan, Defian sangat stres dan mencoba mendorong Sebastin menjauh. Namun karena rasa sakit yang di alaminya, bukannya mendorong Sebastin menjauh, Defian malah memeluk bahu Sebastin dengan sangat erat, kedua kaki miliknya terangkat dan menegang di udara.    

  "Sebastin ... Haah, Sebastin aah tidak ini sakit."     

  Ucap Defian Dengan air mata yang mengalir deras karena menahan sakit dan keringat yang sudah bercucuran di jidat dan lehernya.    

  Sedangkan si pelaku, hanya tersenyum memandangi wajah orang dibawah tubuhnya saat ini yang sedang mengalami kesakitan.    

  "Sakit tapi nikmatkan?"     

  Defian menatap Sebastin dan menggeleng kepalanya, "Tidak, tidak, ini sangat sak–AAAhhgghh Sebastin ..." Defian berteriak kesakitan dimana Sebastin mengangkat tiba-tiba tubuhnya dan mendudukannya di atas pangkuannya. Dengan posisi duduk seperti ini membuat kelamin Sebastin tertanam sempurna di dalam krisan Defian. Defian refleks ingin mengangkat pantatnya untuk menghindari kelamin Sebastin. Namun gerakannya di kunci cepat oleh Sebastin.    

  "Jangan mengangkat pantatmu."    

  "Sakit." Jawab Defian sambil memeluk erat leher sebastin.    

  "Aku tahu. Aku juga kesakitan sama sepertimu. Jadi jangan terlalu banyak bergerak." Ucapan Sebastin hanya di jawab anggukan oleh Defian, yang saat ini sudah membenamkan kepalannya di ceruk leher sang suami (Sebastin).    

  Merasa tubuh pria yang berada di atas pangkuannya ini mulai rileks, Sebastian membaringkan kembali Defian di atas tempat tidur dengan tangan kanan yang menyanggah belakang kepala Defian dan tangan kiri yang melingkari pinggang Defian.    

  "Aku akan memulainya."    

  Setelah mengatakan itu Sebastin mulai menggerakan pinggulnya perlahan-lahan.    

  Malu, malu, malu, Defian sangat malu. Seluruh wajah sampai ke telinganya sudah memerah. Bagaimana tidak, seseorang yang beberapa minggu ini telah berstatus sebagai suaminya kini tengah menatapnya intens. Jika hanya di tatap saja tanpa melakukan apapun, Defian masih bisa mengatasinya. Namun saat ini dia sedang di tatap dengan tatapan yang sedikit nakal dan di tambah gerakan memompa maju mundur yang di lakukan Sebastin pada krisannya sangat lambat dan dilakukan sangat perlahan-lahan.    

  Entah gerakan pinggul yang lambat itu hanya untuk membiasakan krisan Defian untuk menerima miliknya atau itu hanya unsur kesengajaan Sebastin untuk menggoda Defian. Hanya Sebastinlah yang mengetahui apa jawabannya.    

  "Jangan terus menatapku."    

  Sebastin tersenyum, "Kenapa? Apa tidak boleh?"    

  "Bukan,"    

  Sebastin mengangkat sebelah alisnya, "Apanya yang bukan?"    

  Defian menutup wajah menggunakan kedua tangannya, "Kamu membuatku sangat malu."    

  Sebastin menaruh kedua lenganya di atas kepala Defian sambil berkata aku suamimu, kenapa harus malu. Pinggul Sebastin masih setia memompa di bawah sana.    

  Defian memegang bahu Sebastin dan menatapnya dengan wajah memerah, "Tapi kita baru saja bertemu."    

  "Bukanya kita sudah sering bertemu pada saat olimpiade."    

  Defian, "..."    

  Sebastin mencium bibir Defian  dan memasukan lidahnya kedalam mulut Defian, mencoba mengabsen semua deretan gigi milik Defian dan sesekali mengigit bibir merah Defian. Ciuman yang diberikan Sebastin saat ini di balas antusias oleh Defian Mahesa tanpa ada rasa kaku. Gerakan memompa Sebastin kini telah mulai bertamba kecepatannya.    

  Bertambah cepat dan semakin cepat.    

  Sebastin melepas ciumannya sepihak karena ingin mendengar desahan Defian. Sedangkan gerakan pinggul Sebastin bertambah dan bertambah kecepatan. Hal ini membuat Defian kualahan menerima tusukan demi tusukan milik sang suami.    

  "Sebastin, ah! Aah! Lebih pelan ... Hah lebih pelan." Tutur Defian kualahan.    

  Namun ucapan Defian sama sekali tidak di gubris oleh Sebastin. Bukannya menurunkan kecepatannya, Sebastin malah menambahkan kecepatan sodokannya.    

  Defian menggila, dia meremas erat bantal kepalanya sampai buku-buku jarinya memutih. Defian gemetaran, bagaimana tidak penis milik Sebastin tertancap sangat dalam di dalam anusnya, dan bukan saja itu, pergerakan naik turun Defian karena adanya pergerakan memopa Sebastin kini tertahan di tempat. Hal tersebut dikarenakan sang suami yang mengunci pergerakan tubuh milik Defian. Sebastin mengunci pergerakan istrinya dengan cara menaruh kedua lengan kekarnya di atas kepala sang istri. Jadi tusukan di bawah sana serasa sangat mematikan dan di tambah kecepatan memompa Sebastin sangat cepat bukan main.    

  Bunyi tabrakan kulit PaPaPa pun tidak dapat lagi di hindari, suara decikan ranjang menggemah di dalam ruangan. Sangat seksi.    

  Defian hanya bisah berteriak dan mendesah.    

  "Sebastin terlalu dalam ah! Ah! Hah!"    

  "Hah, hah ... Apanya, ah..hah yang dalam? Hah..."    

  "Milikmu." Ucap Defian susah payah.    

  Defian memeluk erat bahu sebastin dan melingkari kedua kaki jenjang miliknya ke pinggang sebastin.    

  Menjelang beberapa saat kemudian, keduanyapun mencapai klimaks. Tubuh Defian lemas seperti sudah tidak ada lagi otot dan kerangka yang akan menggerkan tubuhnya.    

  Defian berpikir hal yang dilakukan mereka sudah berakhir. Namun bagi Sebastin itu masih pembukaan dan belum berakhir sama sekali.    

  Sebastin mengangkat tubuh Defian dan mendudukannya di atas pangkuatnnya. Tidak lupa dengan posisi kejantanan Sebastin yang masih tertancap sempurna di dalam krisan Defian. Orang yang tubuhnya di angkat hanya bisah pasrah dengan ke adaan. Ingin mengatakan berhenti, namun sudah tidak sanggup untuk berbicara.    

  Adegan PaPaPa dilakukan mereka berdua dengan berbagai macam posisi dan diberbagai tempat-tempat yang berbeda mulai dari tempat tidur, sofa, nakas, jendela, dinding dan bahkan sampai berguling-guling di lantai kamar. Aksi itu di hentikan sebastin ketika Defian jatuh pingsan, karena sudah tidak lagi sanggup menahan hasrat gila milik sang suami.    

  Hasrat seks Sebastin sangatlah tinggi. Sudah sangat lama ia tidak melakukan pengeluaran sperma atau melakukan menstrubasi pada alat kelaminnya sendiri. Hal itulah yang membuat Sebastin menggila dan menggila ketika melakukan seks dengan Defian. Hasrat birahi yang terpendam dalam dirinya lepaslah sudah.    

  Awalnya Sebastin ragu dan berpikir jika Defian tidak akan bisa mampu menyeimbangi serta mampu memuaskan napsu birahinya. Ternyata dugaannya salah. Defian, pria yang terlihat kalem dan lembut ini ternyata memiliki tenaga yang cukup untuk menye imbangi kekuatan Sebastin di atas ranjang.    

  "Aku sangat puas untuk hari ini." Ucap Sebastin lalu mencium jidat Defian yang sudah tidak sadarkan diri.    

  Sebastin mengeluarkan kelaminnya dari dalam lubang Defian dan kemudian menggendong sang istri ke kamar mandi untuk membersihkan diri sang istri dan dirinya. Setelah selesai, Sebastin membawanya kembali ke ranjang dan memakaikan kemeja putih yang baru saja ia ambil dari dalam lemari pakaiannya.    

  Dan tidak lupa, ia juga mengolesi salep untuk Defian yang sudah ia siapkan beberapa minggu yang lalu untuk daerah yang akan ia gagahi atau masuki (anus).    

  Bersambung ...    

  Kamis, 19 Desember 2019


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.