[BL] RedBlue Academic. END✔

Hal yang menggemparkan Blue Academic (2)



Hal yang menggemparkan Blue Academic (2)

0  Si naga merah berhenti tepat 3 meter di depan Defian.     

  Defian merasa aurah yang dikeluarkan pria itu membuatnya sangat tidak nyaman dan di tambah pria yang berdiri terhalangi pagar pembatas itu terus memperhatikannya. Karena merasa malu di perhatikan, Defian pun menundukan kepalanya dan hanya memperhatiak sepatu miliknya sendiri.    

  Pria yang dijuluki si naga merah tersebut mengalihkan pandangannya ke jemari tangan Defian yang telah terpasang cicncin merah bergaris biru dan entah apa yang terjadi, senyum kecil muncul dari wajah tampannya. Namun sayang, senyum itu terlalu kecil sampai tidak dapat di tangkap dengan mata dari jarak 3 meter.    

  Ketua Osis Blue mulai mengangkat bicara, "Apa yang kalian inginkan?"    

  Ketua Osis Red mengangkat sebelah alisnya dan mengatakan dengan serius, "Seperti info yang telah kami katakan kepada Osis Blue. Hari ini kami akan menjemput pengantin dari salah satu teman kami yang bernama Alfano Mia Sebastin."    

  Mendengar nama yang di sebut ketua Osis Akademik Red, semua orang dari Blue mulai ribut kembali.    

  "Astaga, apa yang terjadi! Pengantin si naga merah?"    

  "Siapa orangnya?"    

  Bla bla bla bla    

  "Blue, mohong ketenangannya." Teriak Van van kembali.    

  "Bagaimana kalau kami tidak akan memberikannya." Kata Firaz angkuh.    

  Ketua osis Red yang bernama Arsen tersebut hanya tersenyum memandang Firaz, "Maka harus ber urusan dengan kami di meja hijau."    

  "Apa kamu memiliki bukti?"    

  Bla bla bla bla    

  Pertengkaran dan penyerangan kata yang tiada habisnya, membuat Alfano Mia Sebastin atau pria yang biasa di panggil Sebastin mulai kehilangan kesabaran. Sontak ia pun memanggil nama seseorang yang merupakan pengantinnya.    

  "Defian Mahesa. Kemari." Panggil Sebastin dan memberikan kode panggil menggunakan jari telunjuknya.    

  Hening ... Hening ...    

  Suara panggilan Sebastin tidak terlalu kuat dan juga tidak terlalu pelan. Tapi entah kenapa suara Sebastin terdengar keras seperti menggunakan Maik dan menggemah.    

  Semua orang mematung dan terkejut, termaksud Defian Mahesa.    

  Karena aurah Sebastin yang sangat mendominasi, membuat Defian seketika maju mendekat pagar pembatas.    

  "Defian" Panggil Firaz.    

  Akemi, "Apa yang terjadi?"    

  Defian memegang pagar pembatas dengan kepala yang masih menunduk kebawah. Sebastin maju kedepan dan memegangi pinggang Defian, tanpa ba bi bu, Sebastin mengangkat Defian dari tanah Blue dan mendaratkan kaki Defian di atas tanah Red.    

  Semua orang dari Akademik Red dan Blue berteriak terkejut, dan merasa tidak percaya dengan apa yang telah terjadi di depan mata mereka saat ini. Bagaimana tidak, mereka semua berpikir pengantin naga merah adalah seorang wanita. Bahkan mereka sama sekali tidak membayangkan bahwa pengantin tersebut ternyata adalah seorang pria.    

  Belum sempat Defian mencerna apa yang terjadi, kini pergelangan tangannya sudah di tarik dan dibawa pergi entah menuju kemana.    

  .    

  .    

  .    

  Didalam ruangan lebih tepatnya didalam kamar pribadi milik Alfano Mia Sebastin, terlihat seorang pria yang tengah duduk di atas ranjang dengan wajah yang terlihat sangat cemas. Siapa lagi kalau bukan Defian Mahesa.    

  Pakaian sekolah yang dia kenakan tadi kini telah berganti menjadi baju kaos berwarna merah yang lumayan kebesaran dari tubuh kecilnya dan satu hal yang kalian haris ingat, saat ini daerah bawah Defian hanya di tutupi dengan celana dalam berwarna putih. Hanya itu yang di kenakan Defian, baju kaos dan celana dalam.    

  Beberapa saat kemudian, pintu kamar terbuka dan menampilkan seorang pria tampan berseragam sekolah lengkap. Sebastin berjalan menuju kursi sofa depan tempat tidurnya dan duduk dengan nyaman sambil memandangi Defian yang tertunduk malu di depannya.    

  "Jangan terus memandangiku" Kata Defian pelan dengan kepala yang masih setia menunduk dan tidak lupa pula dengan jari telunjuk kanannya yang dari tadi masih setia menggaruk-garuk pelan seprei tempat tidur.    

  Sebastin melipat tangannya di depan dada dan menyilangkan kakinya, "Apa yang kalian bertiga lakukan jam satu malam pada saat itu di pagar pembatas?"    

  Defian menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, "Oh itu ... Um, itu, kami ... Kami hanya penasaran." Suara Defian makin pelan ketika mengucapkan kata terakhir, namun hal itu masih dapat di dengar oleh Sebastin.    

  "Dan ... Apa rasa penasaran kalian sudah terjawabkan?" Tanya sebastin kembali.    

  Defian hanya menganggukan kepalanya sambil menunduk.    

  Sebastin berdiri dari duduknya, "Jadi. Apa kamu tahu mengapa aku membawamu kedalam kamar pribadiku?"    

  Defian melihat Sebastin terkejut, "Apah, ternyata ini kamar pribadinya!"    

  Defian, "Tidak tahu."    

  Sebastin melepas jas almamater yang ia kenakan dan melemparkannya ke atas sofa, setelah itu iapun melonggarkan dasinya, "Apa kamu tidak merasa penasaran, mengapa aku membawamu kemari?" Kata Sebastin sambil menaiki ranjang.    

  Defian mundur sambil menggeleng kepalanya tanda dia sama sekali tidak ingin tahu, karena Defian mengerti apa yang akan terjadi.    

  "Kenapa?" Sebastin meraih kaki kiri Defian dan menariknya agar mendekat.    

  "Ah ... Tunggu." Defian menahan bahu Sebastin yang saat ini sudah berada tepat di atas tubuhnya.    

  "Hmm ... Apa kau gugup?" Ucap Sebastin sambil memperbaiki rambut Defian.    

  "A–a, aku belum siap." Kata Defian panik.    

  Sebastin mengangkat sebelah alisnya dan berkata, "Kamu berani menginjak tanah Red, berarti kamu sudah siap menerima konsekwensinya. Dan ... Bukannya aku sudah memberikanmu waktu beberapa minggu untuk menyiapkan dirimu, hmm..."    

  "Tapi, tunggu. Aku sama sekali tidak tahu jika hukumannya akan seperti ini."    

  "Borgol kedua tanggannya." Ucap Sebastin dengan wajah serius.    

  Ketika ucapan itu keluar dari mulut Sebastin, entah bagaimana carannya, sebuah rantai borgol muncul dibalik tepi tempat tidur dan merayap di atas tempat tidur seperti ular. Melihat hal itu, wajah Defian pun memucat dan rasa panik yang amat luarbiasa pun melandanya.    

  "Tidak, tidak. Aku tidak mau ... Aku tidak mau, Sebastin aku sama sekali belum siap." Kata Defian panik. Ingin berlari, namun pergerakannya terkunci oleh tangan Sebastin.    

  Clek...    

  Kedua tangan Defian terborgol di atas kepala tempat tidur.    

  "Seorang istri memiliki kewajiban untuk melayani hasrat suaminya di atas ranjang." Setelah mengucapkan kata itu, Sebastian pun menurunkan kepalanya dan mencium pengantinnya dengan penuh napsu. Defian yang mendapat serangan mendadak tiba-tiba saja kaku.    

  Sebastin mengangkat kepalanya dan menatap Defian yang berada di bawah tubuhnya, "Ciuman pertama?" Mendapat pertanyaan tersebut, sontak saja membuat Defian malu dan mengarahkan wajahnya ke tempat lain.    

  Bersambung ...    

  Rabu, 18 Desember 2019


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.