Menjalin Cinta Dengan Paman

Mengukur Suhu Tubuh



Mengukur Suhu Tubuh

0'Sayang sekali…'     

Sorot mata An Ge'er bergeser, jatuh tepat di antara alis Bo Yan yang dingin. Seketika, muncul kilatan rumit di sana.     

"Kamu sudah sadar?"     

Bo Yan bangkit dan berjalan menghampiri An Ge'er. Jari-jarinya yang ramping menempel di atas dahi gadis itu.     

Suhu di dahi An Ge'er sudah cukup turun, rona wajahnya juga sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, tidak pucat lagi.     

Mata Bo Yan terkulai, menatap pipi putih dan bulu mata An Ge'er yang hitam tebal seperti bulu di sayap burung gagak.     

Ada kilatan aneh yang berkedip di bawah mata Bo Yan. Dia berpikir, jika membiarkan An Ge'er dan telah melakukan sesuatu pada situasi tertentu, mungkin gadis itu akan sangat membencinya, 'kan?     

An Ge'er tidak bisa bersembunyi dan bertatapan mata dengan Bo Yan. Gadis itu pun seketika mengalihkan pandangannya, bulu matanya bergetar dengan panik, seolah ada perasaan takut ketahuan di lubuk hatinya. Dia pun segera berkata, "Sudah, aku sudah sadar."     

Bo Yan seperti tidak memerhatikan keanehan pada An Ge'er, dia menuangkan air sambil berkata, "Kamu pasti haus, minumlah sedikit."     

An Ge'er menerima gelas itu dan minum dengan sedikit tergesa-gesa. Karena dia tidak berhati-hati, maka dia pun akhirnya tersedak. Saat itu, tiba-tiba sebuah tangan besar jatuh di atas punggung An Ge'er untuk membantu menepuk-nepuk punggungnya, lalu dengan sabar dan hati-hati menyeka bekas semburan air dengan tisu.     

An Ge'er sedikit malu. Dia pun merebut tisu dari tangan Bo Yan secara perlahan. "Terima, terima kasih, Paman."     

Bo Yan langsung mengabaikannya. Pria mengukur suhu dahi An Ga'er, lalu memberikan termometer dan memintanya untuk mengukur suhu tubuhnya.     

An Ge'er mengambil termometer itu dan langsung meletakkannya di bawah ketiak. Dia merasa seperti seorang anak kecil. 'Sejak kapan aku membutuhkan bantuan orang lain?'     

Sebelumnya, An Ge'er tidak pernah diperhatikan dan dilayani dengan serius seperti itu.     

Di rumahnya, siapa yang akan peduli dengan hidup dan matinya? Bahkan jika suatu hari An Ge'er jatuh sakit di jalan lalu mati, dia berpikir bahwa mungkin tidak akan ada orang yang akan memedulikannya.     

'Tapi tadi malam, saat aku pingsan, siapa yang mengukur suhu tubuhku?'     

'Aku demam dan sakit. Dan orang yang merawatku sejak semalam adalan Paman?'     

"..." An Ge'er terdiam setelah menyadari hal itu. Dia pun berusaha untuk menghentikan pemikirannya sendiri, 'Cukup, benar-benar sudah cukup.'     

Beberapa saat kemudian Bo Yan keluar, membiarkan An Ge'er seorang diri di dalam kamar.     

Saat An Ge'er perlahan turun ke lantai bawah, dia tidak tahu bagaimana caranya menghadapi Bo Yan. Namun begitu turun, dia justru menghadapi orang lain.     

"Kamu?" tanya An Ge'er bingung.     

'Pria dengan senyuman cerah dan memikat ini, bukankah Ye Che?'     

"Halo, adik iparku."     

Ye Che menyunggingkan senyum yang sangat memikat. Dia menggenggam tangan An Ge'er erat, seolah ingin meninggalkan bekas di atasnya.     

Namun saat Ye Che melihat aura dingin datang langsung dari orang di hadapannya, senyuman di sudut bibir pria itu seketika menegang. Tangannya yang sedang menggenggam tangan An Ge'er tidak terlepas dan belum sempat meninggalkan bekas.     

Pada akhirnya, Ye Che tetap tidak melepas genggaman tangannya di tangan An Ge'er. Pria itu hanya mendekat dan berkata kepadanya, "Hihi, tangan Kakak Ipar ini... sungguh indah!"     

An Ge'er sedang ingin menjelaskan hubungannya dengan Bo Yan, tetapi dia sedikit bingung dengan gerakan tiba-tiba Ye Che.     

 "Dokter Ye, maaf merepotkanmu kemarin, terima kasih banyak."     

Saat melihat seolah ada bekas tusukan di tangan, An Ge'er segera menyadari bahwa Bo Yan memang memanggil dokter untuknya. Namun, dia tidak menyangka bahwa dokter itu adalah Ye Che.     

"Untuk apa begitu merasa asing denganku? Cukup panggil aku Kakak Ye."     

Ye Che berbicara sambil menarik kursi dengan elegan dan gentleman, dia meminta An Ge'er untuk duduk.     

An Ge'er tersenyum pada Ye Che. Saat melihat bayangan hitam yang ramping dan tinggi berjalan mendekati mereka, gadis itu seketika menundukkan kepalanya dan berusaha keras agar matanya tidak bertatapan dengan Bo Yan.     

"Makanlah."     

Bo Yan membawakan makanan yang sudah siap. Menu itu berisi pisang gulung dengan baluran telur, steak, ditambah segelas jus. Makanan yang sangat lezat, membuat mata Ye Che begitu cerah. Dia tidak pernah menerima pelayanan seperti itu di masa lalu, dan ini sangat sepadan.     

Sementara itu, An Ge'er justru tidak berani menatap Bo Yan. Dia menundukkan kepalanya untuk makan.     

Begitu menunduk, perhatian An Ge'er justru tertarik oleh sesuatu di samping Bo Yan yang berkulit putih bersih. "Ini, ini..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.