Menjalin Cinta Dengan Paman

Kemunculan yang Ajaib



Kemunculan yang Ajaib

0Malam hari di pinggiran kota, pohon-pohon besar berjajar di sepanjang jalan dan mengeluarkan suara gemerisik karena tertiup angin.     

Itu adalah bayangan manusia yang jarang terjadi.     

Saat ini masih sore hari, cahaya merah di langit yang jauh hampir di telan oleh awan hitam. Derai hujan yang tidak juga mereda, justru bertambah besar disertai dengan petir dan kilat. Hawa dingin pun langsung menyerang siapa pun yang ada di luar.     

An Ge'er berjongkok di sudut sambil memeluk dirinya sendiri dengan erat. Ujung rambutnya menempel di dahi dan pipi, tubuhnya terus-menerus gemetar. Gadis itu seperti binatang liar kecil yang ditinggalkan pemiliknya.     

An Ge'er tidak tahu harus pergi ke mana, tidak ada siapa pun di sepanjang jalan, bahkan tidak ada mobil yang melintas. Gadis itu mengeluarkan ponselnya, tetapi baterai ponselnya ternyata hampir habis. Saat itu, dia baru menyadari bahwa dia bahkan tidak tahu harus menelepon siapa.     

Orang-orang di rumahnya mungkin tidak peduli padanya. Sabahat An Ge'er, Qiqi. sudah pulang ke rumahnya di kota B.     

Sekarang, An Ge'er tinggal di rumah Bo Yan, pamannya.     

'Tapi Paman… jika Pamannya melihat penampilanku yang seperti ini…'     

Begitu memikirkan Bo Yan, entah kenapa, ada perasaan sakit di dalam hati An Ge'er. Tanpa tahu mengapa, dia sangat tidak ingin membiarkan Bo Yan tahu tentang masalah yang dihadapinya. Masalah itu sudah cukup membuatnya malu, terutama di hadapan pamannya.     

Tiba-tiba, ada suara gemuruh petir lagi. An Ge'er mengangkat kepalanya dan secara bersamaan, dia melihat kemunculan beberapa pria. Mereka seperti baru keluar dari hutan di sisi jalan. Rona wajah An Ge'er sudah memucat, dia buru-buru bersembunyi sampai ke belakang halte, seluruh tubuhnya terasa sangat dingin hingga ujung jarinya gemeteran.     

An Ge'er tidak bisa melupakan kejadian saat An Ruxue menyewa sekelompok gangster untuk mengejarnya di masa lalu. Dia pun mengeluarkan ponselnya dan tanpa sadar menelepon seseorang. Panggilan itu pun langsung dijawab setelah terhubung, "Halo, Paman, aku..."     

Baru mengucapkan setengah kalimat, layar ponsel An Ge'er menjadi hitam, ponselnya sudah mati total.     

Hati An Ge'er seolah jatuh dasar jurang, satu-satunya harapannya juga menghilang. Dia mengigit bibirnya dengan erat, lalu menoleh ke belakang dengan hati-hati. Orang-orang itu sepertinya tidak menyadari keberadaannya, mereka berjalan di sepanjang jalan dan langsung pergi. Perasaan gugup An Ge'er baru mereda setelah mereka sudah jauh. Kemudian, lagi-lagi dia berjongkok sambil meringkuk di sudut.     

Itu adalah pinggiran kota, ditambah hujan yang begitu lebat di malam yang gelap, lalu ponselnya mati. Ya, lengkap sudah penderitaan An Ge'er. Gadis itu tidak memiliki cara lain untuk menghubungi siapa pun, jadi sekarang dia hanya bisa menunggu sampai pagi datang dan naik bus paling pagi untuk pulang. Namun, sepertinya dia sudah melebih-lebihkan kekuatan fisiknya. Saat ini, napasnya mulai terengah-engah dan dahinya semakin terasa panas.     

Dalam kebingungan, An Ge'er samar-samar mendengar laju sebuah mobil melewatinya. Entah mengapa, mobil itu tiba-tiba berbalik arah. Meskipun sedikit penasaran, tetapi karena tidak ada hubungannya dengannya, gadis itu pun memilih untuk tidak peduli.     

An Ge'er sudah merasa sangat pusing dan hampir terjatuh. Lalu, dia mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya.     

Saat An Ge'er menatap sepasang sepatu kulit berwarna hitam itu, matanya terbelalak, dia tiba-tiba merasa menjadi seorang yang sangat bodoh. Punggung gadis itu pun terasa dingin.     

'Siapa orang ini…' Seluruh tubuh An Ge'er menjadi kaku.     

An Ge'er memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya secara perlahan. Namun, secara tidak terduga, dia melihat wajah yang sangat akrab. Hal itu membuat matanya seketika menjadi merah.     

Pria di depannya terlihat cukup ramping. Pria itu mengenakan blazer berwarna hitam sambil memegang payung hitam besar di antara jari-jarinya yang panjang dan putih. Gagang payung diukir dengan pola yang rumit. Dia memegang payung itu dan menutupi kepala An Ge'er, menghalangi air hujan yang turun.     

An Ge'er berdiri dengan terhuyung-huyung, bibirnya terus gemetar, air matanya hampir menetas, "Paman..."     

Perkataannya masih belum selesai, tetapi kepala An Ge'er sudah membentur dada Bo Yan.     

Bo Yan lebih dulu menarik An Ge'er, menanggalkan blazer hitamnya dan membungkus tubuh mungil gadis itu dengan erat. Kemudian, dia berjalan ke dalam mobil sambil memeluk keponakannya itu.     

Blazer hitam itu menutupi hampir seluruh tubuh An Ge'er, hanya pergelangan kakinya saja yang terlihat. Baju itu mengeluarkan aroma lembut, membungkus tubuhnya dengan erat. Namun, masih ada aroma tembakau samar-samar yang familier itu.     

Saat Bo Yan memeluknya, An Ge'er justru menangis lebih histeris.     

'Ini tidak mungkin sungguhan.'     

Di pinggiran kota, saat kegelapan dan badai petir terus meningkat, kemunculan Bo Yan yang ajaib membuang rasa dingin dan kesepian pada diri An Ge'er memudar.     

An Ge'er sama tidak bisa menemukan jawaban bagaimana bisa Bo Yan menemukannya di sana.     

Setelah naik ke dalam mobil, An Ge'er menyusut di kursi belakang dengan tubuh yang masih sedikit gemetar. Gadis itu tertidur dengan blazer yang terbungkus rapat di tubuhnya.     

Tiba-tiba, sesuatu yang sangat hangat di berikan ke dalam pelukannya. Begitu An Ge'er membuka mata, hidungnya menjadi mampet lagi karena menangis.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.