Menjalin Cinta Dengan Paman

Paman, Bagaimana Bisa Kamu?!



Paman, Bagaimana Bisa Kamu?!

0An Ge'er tanpa sadar mendongak dan melihat pria berhelm itu. Di sisi lain, tanpa menunggu respon gadis di hadapannya, pria itu berjalan mendekat. Cahaya bulan menyinari tubuhnya, bagaikan kabut.     

Sesaat, pria itu berdiri terlalu dekat hingga An Ge'er tidak dapat melihat wajahnya. Gadis itu hanya bisa melihat sebuah sosok yang ramping dan tegap seketika menyelubungi pandangannya.     

Napas pria itu terdengar samar, tetapi jernih. Dia berdiri di depan An Ge'er, kemudian membantu gadis itu melepaskan helm.     

Pria itu berdiri tegak, matanya agak merunduk dan jatuh di leher An Ge'er yang putih dan halus. Sementara itu, tangannya yang tanpa sarung tangan berada di dagu gadis itu, membuka helm dengan sabar.     

Pada momen itu, An Ge'er kehilangan kata-kata. Dia terkejut.     

An Ge'er memandang pria di depannya melalui helm, rahangnya yang putih sedikit terangkat, garis-garisnya sangat indah dan sempurna. Mata jernih gadis itu mengamati pria yang sedang membantunya melepas helm.     

Suasana di sekitar mereka menjadi sunyi, bagaikan jurang.      

Setelah selesai, An Ge'er samar-samar masih merasakan suhu dingin pria itu di rahangnya.     

Lalu, pria itu pun melepas helmnya. Tatapan matanya tampak acuh tak acuh, tidak terlihat emosi apa pun di sana.     

Namun, An Ge'er terkejut.     

"Pa… Paman…?!" Tiba-tiba, dia terbata-bata.     

Bahkan jika An Ge'er pernah merasa benar-benar curiga sebelumnya, tetapi jika belum melihat dengan jelas wajahnya, dia masih belum berani memastikannya seratus persen. Apalagi situasi yang mereka alami tadi berbahaya, dia tidak bisa terlalu memerhatikan sosok pria itu.     

Jadi, setelah benar-benar melihat wajahnya, An Ge'er pun terkejut. Wajah gadis itu kebingungan, rumit tak dapat dijelaskan.      

'Ya Tuhan…'     

Pada momen itu, An Ge'er merasa Tuhan benar-benar suka bergurau dengannya.     

'Jadi, orang yang kuhadang dengan asal di tengah jalan tadi ternyata adalah Paman?!'     

"Hm."     

Bo Yan menjawab singkat. Hanya saja, suara itu seperti keluar dari hidungnya. Setelah itu, tatapannya dengan cepat berpindah dari An Ge'er tanpa jejak.     

Melihat Bo Yan tidak mengatakan apa pun lagi, An Ge'er ingin berbicara untuk menjelaskan sesuatu. Namun, dia melihat nyala api kecil seketika melompat, Bo Yan sedang menyalakan sebatang rokok sambil menolehkan kepala. Cahaya api yang redup menyinari bagian samping wajah pria itu.     

Bo Yan mengendarai motor besar dengan mengenakan jaket hitam dan kemeja v-neck berwarna gelap. Bulu matanya yang hitam dan lentik sedikit menutup.     

Di bawah cahaya api yang melompat-lompat lemah, ekspresi Bo Yan yang acuh tak acuh itu membuatnya tampak bagaikan patung kelegaan di tengah malam, kesepian dan menawan.     

'Paman, bukankah kamu berhenti merokok?'     

An Ge'er sangat ingin mengatakan hal itu, tetapi kata-katanya seperti tersangkut di tenggorokannya, tidak mampu keluar.     

Saat ini, An Ge'er hanya ingin menggambarkan Bo Yan dengan dua kata.     

'Terlalu tampan!'     

Terutama saat mengenakan jaket hitam itu, Bo Yan benar-benar tampan. Pakaian itu bukan sesuatu yang bisa dikendalikan oleh sembarang orang, semua harus disesuaikan dengan postur tubuh dan penampilan. Namun, itu sangat cocok di tubuh pamannya.     

Saat Bo Yan mengenakan jaket hitam itu, sosok tampak menjadi semakin ramping dan tegap, penampilannya indah dan sempurna.     

Wajah Bo Yan yang tampan dan auranya yang dingin. Dua godaan estetik itu benar-benar bisa membuat orang lain tidak berdaya!     

An Ge'er berusaha menekan debaran keras di hatinya dan memfokuskan perhatiannya. Namun, saat menatap rokok di antara jari Bo Yan yang panjang, gadis itu tiba-tiba cemberut dan tidak ingin berbicara lagi.     

Beruntung, Bo Yan hanya menyalakan rokok itu tanpa menghisapnya. Kalau tidak, An Ge'er pasti akan merebut benda itu.     

"Paman, hmm, bagaimana bisa kamu...?"      

An Ge'er bertanya-tanya tentang bagaimana Bo Yan bisa tiba-tiba datang ke clubhouse "Night Scene". Gadis itu merasa ada yang aneh. Apalagi, pamannya datang dengan mengendarai motor besar, seakan-akan dia bergegas datang entah dari mana.     

"Kalau bukan aku, memangnya siapa lagi?!"     

Bo Yan tiba-tiba melirik An Ge'er dengan sorot mata dingin, ekspresinya acuh tak acuh. Setelah berbicara, dia langsung membalikkan tubuhnya.     

"Sudah cukup istirahatnya? Ayo pulang!"     

Setelah itu, Bo Yan berbalik dan berjalan menuju ke motornya. Pada saat yang bersamaan, leher An Ge'er menciut, dia terkejut oleh hawa dingin di sekitar pamannya itu.     

'Paman marah.'     

'Sangat marah.'     

Biasanya, Bo Yan memang selalu berbicara dengan lembut kepada An Ge'er. Jadi, gadis itu bisa langsung tahu saat nada bicara pamannya menjadi dingin.     

An Ge'er ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Namun untuk sesaat, dia tidak tahu harus bagaimana mengatakannya. Dia hanya bisa mengikuti Bo Yan dengan langkah cepat dan naik ke motor.     

'Ternyata, yang tadi itu bukan hanya ilusiku…'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.