Menjalin Cinta Dengan Paman

Ketakutannya, Kekhawatirannya



Ketakutannya, Kekhawatirannya

0Begitu masuk ke kamar tidur, An Ge'er melihat sesosok pria yang terbungkus jubah tidur. Pria itu sedang memegang telepon dan menempelkannya di telinga, wajahnya pucat dan tampak bingung.     

Namun ketika melihat An Ge'er, pria itu langsung membeku. Suara raungan marahnya juga seketika berhenti.     

"Paman…"     

Mata An Ge'er melebar. Pada saat yang bersamaan, dia berjalan ke sana.     

"Pelan-pelan…!"     

"Ah…!"     

Rasa sakit seketika datang dari telapak kakinya. An Ge'er berteriak kesakitan sambil menggigit bibirnya.     

Teriakan Bo Yan terlambat sedetik. Kemudian tanpa menunggu An Ge'er menunduk, dia langsung berlari dengan cepat ke depan gadis itu lalu bergegas mengangkatnya ke tempat tidur.     

Saat itu barulah An Ge'er menyadari bahwa ruangan yang baru saja dimasukinya itu penuh dengan pecahan kaca yang berserakan di lantai. Dia berpikir itu adalah serpihan dari barang-barang yang telah dipecahkan oleh Bo Yan.     

An Ge'er telat menyadari hal itu sehingga saat memasuki ruangan, tanpa sengaja pecahan kaca itu menusuk telapak kakinya.     

Meskipun An Ge'er memakai kaus kaki, tetapi benda tajam itu tetap melukainya. Seketika, darah pun mengalir dan menodai separuh kaus kakinya dengan warna merah.     

Bo Yan membantu menanganinya dengan hati-hati. Wajahnya yang jernih penuh dengan penyesalan dan kesedihan.     

"Maaf, maaf…"     

Bo Yan terus bergumam, sama sekali lupa dengan alasan kemarahannya tadi. Dia bergegas merawat luka An Ge'er dengan khawatir sambil menelepon Ai Rui untuk memintanya membelikan obat.     

"Tidak apa-apa, Paman, tidak sakit."     

Wajah An Ge'er memucat, tetapi dia memaksakan diri untuk menarik sudut bibirnya dan tersenyum kepada Bo Yan. Itu dilakukan untuk menunjukkan bahwa dia tidak apa-apa sehingga pria itu tidak khawatir.     

Namun tidak disangka, setelah melihat ekspresi An Ge'er, itu malah membuat lubuk hati Bo Yan semakin sakit dan menyesal.     

An Ge'er mengenakan gaun putih tanpa lengan bermotif bunga. Saat ini, Bo Yan membungkuk setengah berlutut di lantai. Dia dengan hati-hati menyeka luka gadis itu dengan handuk.     

Pecahan kaca masih terbenam di dalam kulit An Ge'er. Luka itu tidak besar, tetapi agak dalam.     

Tidak lama kemudian, ada seseorang tersandung di depan pintu lalu masuk dengan langkah tergesa-gesa dan kacau.     

"Bos…"     

Ai Rui berlari masuk dengan tergesa-gesa. Ketika melihat An Ge'er, dia pun langsung terkejut. "Nona Kecil, kamu sudah kembali?"     

Ai Rui langsung menghela napas lega. Dia ingat betapa mengerikannya Bo Yan beberapa waktu yang lalu saat bangun di pagi hari dan meraung marah karena tidak bisa menemukan An Ge'er.     

An Ge'er mengangguk-anggukkan kepalanya. Sementara itu, Bo Yan yang saat ini berwajah dingin sedang membuka kotak obat untuk mengambil pinset, dia hendak menarik pecahan kaca itu keluar.     

Melihat itu, An Ge'er pun langsung ingin menarik kakinya yang sedang dipegang erat oleh Bo Yan.     

"Jangan bergerak!"     

Bo Yan menjepit kaki An Ge'er erat-erat.     

Saat itu, barulah Ai Rui menyadari bahwa An Ge'er terluka. Melihat pecahan kaca di lantai, sudut matanya samar-samar berkedut.     

"Ai Rui, bantu dia untuk mengeluarkannya."     

Bo Yan melirik An Ge'er yang menggigit bibirnya erat-erat. Setelah mengatakan itu, dia pun duduk di samping An Ge'er lalu mengulurkan tangannya. Dia meminta gadis itu untuk menggigitnya demi mengalihkan rasa sakit.     

Ai Rui mengangguk. Hal semacam itu sama sekali bukan apa-apa bagi dirinya. Namun saat ini, yang dihadapi adalah seorang gadis kecil…     

"Nona, tahanlah sedikit..."     

An Ge'er mengangguk. Namun, tepat saat Ai Rui akan mencabut pecahan kaca itu, Bo Yan tiba-tiba memalingkan wajah An Ge'er dan menarik tangannya. Lalu saat rasa sakit itu datang, dia mencium bibir gadis itu tanpa ragu dan menelan jeritan rasa sakitnya.     

An Ge'er tanpa sengaja menggigit bibir Bo Yan dan langsung melukainya. Bau darah seketika memenuhi mulutnya.     

Namun pada saat itu, An Ge'er kesakitan. Sebenarnya, dia juga sedikit malu sekaligus marah.     

'Bagaimana Paman bisa menciumku tanpa malu seperti itu di depan Ai Rui?!'     

'Apa dia tidak takut kalau aku menggigit bibirnya sampai terluka?!'     

Namun, Ai Rui tampak tidak terlalu peduli. Setelah mencabut pecahan kaca itu, dengan gesit dia memberi obat untuk menghentikan pendarahan dan membalutnya secara sederhana. Setelah itu, dia langsing keluar seolah memberikan ruang untuk An Ge'er dan Bo Yan.     

An Ge'er jatuh di tempat tidur dengan satu kaki agak ditekuk. Bo Yan dengan hati-hati memegangi kakinya yang terluka dengan satu tangan.     

Kemarahan dan kekhawatiran di matanya kini berubah menjadi rasa sayang.     

Tangan kecil An Ge'er menempel di dadanya. Bibirnya yang kemerahan setelah dicium sedikit bergerak, "Maaf… Paman."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.