Menjalin Cinta Dengan Paman

Apa Hubunganmu Dengannya?



Apa Hubunganmu Dengannya?

0An Ge'er hanya memanggil namanya dengan lembut, tetapi antusiasme langsung tampak terpancar di mata Bo Yan. Dia sedikit memiringkan kepala, lalu dengan lembut dan terobsesi memagut sudut bibir gadis itu.     

Ciuman tanpa peringatan itu membuat An Ge'er berseru kaget. Namun ekspresi di wajahnya tidak bisa dipastikan, entah malu atau marah.     

Bibir An Ge'er bergerak-gerak, seakan ingin mengatakan sesuatu kepada Bo Yan. Tapi pria itu mengelus pipinya perlahan, bibirnya yang tipis mendekat ke telinganya dan membisikkan sebuah kalimat.     

Suara Bo Yan terdengar datar seakan tidak membawa emosi apa pun, tapi kata-kata yang diucapkannya sangat menggoda dan menggetarkan hati.     

Bibir tipis Bo Yan sedikit bergerak, "Masih sakit?"     

An Ge'er tertegun. Dia melihat mata jernih Bo Yan bergerak sedikit demi sedikit dan jatuh di pangkal pahanya. Menyadari maksud pertanyaan itu, barulah dia bereaksi terhadap perkataan pamannya. Seketika, dia pun memeluk bantal dan menjadikannya penghalang sambil menggigit bibirnya dengan malu.     

An Ge'er nyaris gila.     

Sebenarnya, An Ge'er juga tidak tahu apakah Bo Yan memang seperti itu sejak dulu atau berubah setelah dirinya mengalami peristiwa hidup dan mati.     

'Apakah ini pelecehan?'     

Namun ada satu yang paling membuat An Ge'er bertanya-tanya, mengapa Bo Yan selalu bisa melakukan hal seperti itu dengan wajah serius?     

'Wajah dan hati tidak sama! Dasar laki-laki bermuka dua, serigala berbulu domba!'     

Bukan hanya menemani An Ge'er mandi dan ke toilet dengan wajah serius saja, tapi Bo Yan juga memakai nada datar itu untuk mengucapkan kata-kata yang begitu pribadi dan memalukan.     

'Ini… apakah dia masih Paman yang aku kenal?'     

Sebenarnya, An Ge'er juga tidak tahu tentang berapa kali pria petapa berumur 26 tahun yang acuh tak acuh dan dingin itu telah memikirkannya di malam yang larut sebelum-sebelumnya.      

Berapa malam Bo Yan berfantasi tentang An Ge'er… Berapa malam sampai akhirnya gadis itu menyerahkan dirinya dan mewujudkan fantasi itu...     

"Lapar tidak? Mau makan sesuatu?" tanya Bo Yan.     

Begitu mendengarnya, An Ge'er langsung mengangguk-anggukkan kepala. Dia belum makan malam, tentu saja dia sangat lapar.     

Namun, baru saja An Ge'er menganggukkan kepala, Bo Yan tiba-tiba menjepit dagu gadis itu sambil berkata dengan datar, "Ini untuk memberimu makan."     

Setelah mengatakan itu, telapak tangannya yang besar hendak menyerang dada An Ge'er yang menonjol. Ternyata, api dalam diri Bo Yan masih belum mereda. Diam-diam, dia terus gelisah dan mencari kesempatan.     

Pada detik yang sama, barulah An Ge'er tahu apa maksud kata 'lapar' yang diucapkan Bo Yan. Dia pun bergegas menepis tangan pria itu dan memelototinya.     

Tiba-tiba, An Ge'er merasa sangat kesal karena dia bahkan rela masih menunggu penjelasan Bo Yan sampai kelaparan. Namun pria itu tidak mengatakan apa-apa, dan justru ingin mengambil keuntungan darinya!     

An Ge'er yang berada di bawah tubuh Bo Yan tiba-tiba merangkul leher pria itu, lalu membalikkan tubuh sehingga dia duduk di atas. Mata Bo Yan pun semakin dalam, api mulai menyebar di matanya.     

Namun, siapa sangka An Ge'er yang duduk di atas tiba-tiba menekan bahu Bo Yan dengan kedua tangannya, membungkuk, mengernyit, lalu berkata, "Apa kamu tidak berniat menjelaskan masalahmu dengan Xu Wei?"     

Mendengar itu, alis Bo Yan sedikit terangkat dan bibirnya agak menyeringai.     

Melihat pria itu masih bisa tersenyum, An Ge'er menjadi lebih kesal. Tiba-tiba dia meninju tempat tidur tepat di samping kepala Bo Yan untuk menakuti pria itu.     

"Jangan tertawa! Cepat katakan!"     

Siapa sangka, bahkan tanpa mengedipkan matanya, Bo Yan mengucapkan satu kata dengan ringan yang membuat An Ge'er seketika tidak dapat berkata-kata.     

"Lapar."     

Mata Bo Yan menatap An Ge'er lekat-lekat.     

An Ge'er kesal. Saat itu juga, dia menghela napas dan meluncur turun dari atas tubuh Bo Yan.     

"Sudahlah. Kalau tidak mau mengatakannya, ya sudah."     

Namun sebelum An Ge'er sepenuhnya turun, sebuah tangan besar menariknya kembali. Gadis itu pun jatuh di atas tubuh Bo Yan, menempel di dadanya.     

Bo Yan melingkari tubuh An Ge'er yang lembut, suaranya tidak seperti sebelumnya. Pria itu sedikit mendesah, seakan-akan tidak berdaya, "Jangan, aku akan mengatakannya."     

Sudut bibir An Ge'er diam-diam berkedut. Saat mengangkat kepalanya dan menatap Bo Yan, ekspresi gadis itu seolah-olah acuh tak acuh. Mata bunga persiknya agak menyipit untuk menyembunyikan kepuasan di hatinya.     

Sebenarnya, Bo Yan tahu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.